Donald Trump, Meta, TikTok, Tesla dan Kebijakan Transgender di Amerika

Politik147 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Donald Trump mengawali kontroversinya pada saat pelantikan dirinya menjadi Presiden Amerika, pada Senin 20 Januari 2025. Pada pelantikan tersebut Trump mendobrak tradisi dalam menempatkan tamu undangan. Barisan pertama dalam deretan tamu undangan adalah keluarga inti presiden terpilih dan di barisan kedua adalah para pejabat tinggi negara.

Berbeda dalam pelantikan Trump, dia menempatkan pada barisan kedua kursi tamu undangan adalah para petinggi teknologi. Ada Mark Zuckerberg pemilik Meta yang menaungi platform FaceBook, WhatsApp dan Instagram. Kemudian ada CEO TikTok Shou Zi Chou, CEO Tesla dan SpaceX Elon Musk, CEO Apple Tim Cook, bahkan Sundar Pichai CEO Google Juga turut hadir.

Banyak spekulasi yang muncul dalam kontroversi kehadiran para bos teknologi tersebut walaupun kedekatan Trump dengan para bos tersebut sudah diprediksi karena mereka berkontribusi atas dana kampanye Donald Trump. Misal Elon Musk, rumor yang berkembang Musk menyumbang hampir  300 Juta Dollar atau hampir 5 triliun rupiah. Kontroversi ini menuai kritikan publik Amerika yang menganggap menganak emaskan para bos teknologi di tengah persoalan yang mereka hadapi seperti tuduhan monopoli, pertarungan regulasi, perang tarif dan banyak tuntutan lain.

Para petinggi teknologi ini dianggap sedang bernegosiasi dengan Trump untuk menghindari pengawasan, mengawal regulasi dan meraih dukungan, sayangnya tabiat Trump memang menyukai permufakatan dengan kaum elit Amerika.

Pada saat yang sama Mark Zuckerberg mengumumkan bahwa media sosial yang bernaung dalam Meta Platform akan membatasi diskusi soal sensitif yang menyangkut imigran, imigrasi dan membatasi pembahasan soal identitas gender. Ini sejalan dengan agenda Donald Trump yang memiliki reputasi sangat ketat dan diskriminatif terhadap para imigran. Di satu sisi pembahasan gender dalam sudut pandang konservatisme yang dianut Trump, bahwa gender adalah persoalan yang tidak bisa menjadi diskursus, tidak bisa ditawar. Nilai tradisional tentang gender dalam konservatisme Amerika sebenarnya sama dengan nilai dan pandangan tradisional di mana pun secara umum, bahwa banyak perbedaan antara laki laki dan Perempuan, termasuk hak hak dan kewajibannya, kesetaraan gender hanya idealisme yang merusak tatanan.

Sesuatu yang mudah diprediksi pada pemerintahan Donald Trump selanjutnya adalah seperti pada pemerintahan Trump sebelumnya yakni kebijakan kebijakannya selalu berorientasi pada kepentingan kelas atas. Salah satu yang terkenal pada masa pemerintahan Trump sebelumnya pada tahun 2017 Trump mengeluarkan kebijakan pengurangan atau potongan pajak di mana berorientasi pada pemotongan pajak para elite dan orang kaya Amerika. Seperti dikutip dalam laporan Kompas.id, William G Gale seorang ekonom dari Brookings Institute di Washingon mengatakan pemotongan pajak yang menyangkut pajak aset dan penghasilan hanya dinikmati satu persen  wajib pajak Amerika yakni warga kelompok kaya Amerika.

Karakter kepemimpinan Donald Trump dan gagasan konservatif yang dianut partai pengusungnya, partai Republik seperti perpaduan atau racikan yang menghasilkan kebijakan kebijakan elitis, mematikan narasi keberagaman yang dilegitimasi dengan pandangan pandangan moral dan nilai nilai nasionalisme sempit.

Konservatisme Dalam Kebijakan Transgender ala Trump

Publik Amerika khususnya para aktivis gender dan kelompok kelompok humanisme yang memperjuangkan eksistensi transgender, lesbian dan gay dibuat  berang dengan kebijakan Donald Trump melalui perintah eksekutif  yang secara tegas melarang transgender masuk militer dan mengikuti kompetisi olahraga. Jadi gender yang diakui dalam konteks keterlibatan mereka dalam lembaga negara dan olahraga adalah laki-laki dan Perempuan.

Selama ini  memang di Amerika dengan prinsip demokrasi liberal dan nilai nilai humanisme mengakui status gender transgender, bisa berkontribusi atau bekerja di Lembaga Lembaga pemerintah. Trump telah menandatangani dokumen perintah untuk mengakui hanya dua jenis kelamin dalam mengakomodir pekerja dilembaga Lembaga negara, dan tidak membuka jenis gender yang baru diluar laki-laki dan perempuan.

Bagi kalangan konservatif Amerika dan kelompok kelompok moral atau kelompok kelompok religius di Amerika kebijakan pemerintahan Donal Trump disambut baik sebagai kebijakan yang mengembalikan Amerika pada kemurnian moral. Konservatisme bagi para penganutnya memang selalu dianggap sebagai jalan yang mengembalikan Amerika pada demokrasi yang dituntun oleh panduan moral, tradisi lama Amerika, walau pada praktiknya konservatisme di Amerika juga alat politik untuk menekan lawan lawan politik dan menciptakan politik identitas.

Jargon American Dream atau Mimpi Amerika adalah bukan soal setiap orang dapat menemukan mimpinya di Amerika tetapi bagi kalangan konservatif (radikal) mimpi Amerika adalah soal  mengembalikan kejayaan dan kedigdayaan Amerika yang hanya bisa diwujudkan oleh elit-elit tertentu. Trump melihat majunya Tiongkok atau Cina adalah momentum mengkonsolidasikan kekuatan konservatisme Amerika agar tidak direbut negara lain dan di satu sisi sebagai momentum politik untuk meraih dukungan politik. Dalam perspektif ini kita bisa melihat bahwa konservatisme bisa tumbuh di mana pun termasuk dalam sistem Amerika yang dikenal liberal dan sekuler.

Di Amerika masih banyak kelompok yang mempertahankan ideologi yang bersumber pada tradisi lama, norma kebajikan dan norma agama, walau dalam konteks konservatisme yang dibawa oleh Trump adalah konservatisme sempit. (Rino Sundawa Putra SIP MSi)

penulis merupakan dosen FISIP Universitas Siliwangi (Unsil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *