Tunjangan Kinerja Dosen

Pendidikan3343 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – PENDIDIKAN Tinggi setelah Pemerintahan pak Joko Widodo periode ke-satu Kabinet Kerja, berada di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dengan diatur oleh Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2015 tentang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Kemudian pemerintahan pak Joko Widodo pada periode ke-dua Kabinet Indonesia Maju, Pendidikan Tinggi digabungkan lagi kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang diatur menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2021 Tentang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi.

Semua orang, organisasi, institusi, lembaga, kementerian dan sebagainya, harus taat terhadap peraturan yang sudah ditetapkan secara final, termasuk peraturan pelaksanaan pemberian tunjangan kinerja kepada pegawai termasuk dosen.

Peraturan yang menyatakan bahwa jabatan fungsional dosen tidak diberikan tunjangan kinerja (tukin), adalah:

  1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pada pasal 3 ayat (1) huruf f.
  2. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi, pada pasal 5 huruf g.
  3. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi, pada pasal 6 hurf g.

Peraturan yang menyatakan bahwa jabatan fungsional dosen diberikan tunjangan kinerja (tukin), di lingkungan Kemendikbud/Kemendikbudristek adalah:

  1. Peraturan Presiden Nomor 151 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada pasal 8:

(1) Bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diangkat sebagai pejabat fungsional dan mendapatkan tunjangan profesi maka tunjangan kinerja dibayarkan sebesar selisih antara tunjangan kinerja pada kelas jabatannya dengan tunjangan profesi pada jenjangnya.

(2) Apabila tunjangan profesi yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari pada tunjangan kinerja pada kelas jabatannya maka yang dibayarkan adalah tunjangan profesi pada jenjangnya.

  1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 136 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.
  2. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2016 Tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.

Semua peraturan menyatakan, bahwa jabatan fungsional  tidak diberikan tukin, yaitu pegawai yang bekerja pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN BLU), karena mendapatdatkan remunerasi.

Menurut penulis jelas sekali pada Permendikbudritek RI No. 49 Th. 2020 pasal 1 angka 2, yang mendapatkan tunjangan kinerja (tukin) itu semua pegawai di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu PNS dan Pegawai lainnya termasuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), baik itu dosen maupun tendik (fungsional dan struktural) yang mempunyai jabatan fungsional. Dosen itu mempunyai jabatan, yaitu jabatan fungsional. Jabatan fungsional dosen terdiri dari:  Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, dan Guru Besar. Pada peraturan ini tidak ada yang menyebutkan, bahwa  dosen tidak mendapatkan tukin, (lihat pasal 4)!.

Permendikbudritek RI No 49 Th. 2020 pasal 44A menyatakan “Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Tunjangan Kinerja bagi pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang beralih tugas menjadi Pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus berpedoman pada ketentuan Peraturan Menteri ini”. Pasal 44B menyatakan “Ketentuan mengenai Tunjangan Kinerja bagi pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang beralih tugas menjadi Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 145), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.

Sehubungan dosen belum mendapatkan tukin sejak Pendidikan Tinggi digabungkan dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, maka pemerintah (Kemdikbud/Kemdikbud Ristek) sejatinya membayarkan tukin kepada dosen dapat berlaku surut, dalam arti sejak terhitung mulai tanggal (TMT)  Pendidikan Tinggi pindah ke Kemdikbud Ristek atau sejak dosen yang baru diangkat menjadi pegawai di lingkungan Kemdikbud/Kemdikbudristek. Suatu fakta yang tidak dapat dibantah, pegawai struktural dan pegawai fungsional (non dosen) berada di lingkungan Kemristek Dikti kemudian dipindahkan ke Kemdikbud Ristek tukinnya dibayarkan berlaku surut (pembayarannya dirapelkan), yaitu dibayarkan selisih tukin Kemdikbud dengan kemristekdikti berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2016 Tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.

Memang untuk dosen agak unik, tidak sedikit dosen yang angka kreditnya lebih tinggi dari pada pangkat, golongan, dan ruangnya. Misalnya angka kreditnya 550 yang seharusnya IV/b, tetapi pangkat, golongan, dan ruangnya III/d. Mengapa demikian?. Karena mereka enggan mengurus kenaikan pangkatnya, karena menyiapkan bukti pisiknya yang begitu banyak dan tidak terdokumentasikan/tidak terarsipkan dengan baik, entah itu karena kesibukannya, lupa menyimpannya, hilang, atau rusak.  Sebaliknya Pangkat golongan, dan ruang IV/b atau struktural eselon III Pangkat Pembina Tk. I golongan, dan ruangnya IV/b, tetapi jabatan fungfsionalnya belum punya atau sudah Asisten Ahli, karena mereka mutasi dari  jabatan fungsional bukan dosen atau jabatan struktural ke jabatan fungsional dosen. Sehingga untuk fungsional dosen harus ditetapkan kelas jabatan sebagai dasar pemberian tukin.

Dalam hal ini, penulis berharap besar kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan sesuai peraturan dapat menyesuaikan mana yang lebih tinggi. “Apakah pangkat, golongan, dan ruang atau  nilai angka kreditnya/jabatan fungsionalnya?”. Hal ini sangat penting untuk memberikan penghargaan kepada pegawai dan untuk menentukan kelas jabatan pemberian tukin. Kenaikan pangkat dan/atau perolehan angka kredit bukan merupakan hak pegawai, tetapi merupakan penghargaan atas prestasinya. Jabatan fungsional dosen akan dibicarakan lebih lanjut sesuai dalam penjelasan 14 April 2023 melalui ofline dan Zoom Meeting yang diselengarakan oleh Kemenpan RB pada acara Sosialisasi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Jabatan Fungsional. Kemudian sekarang telah diterbitkannya Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomorn  3 Tahun 2023 tentang Angka Kredit, Kenaikan Pangkat dan Jenjang Jabatan Fungsional. Penulis manafsirkan perpindahan dan penghitungan angka kredit dosen konvensional ke integrasi ke konversi,  penetapan pangkat selaras atau berbanding lurus antara jabatan fungsional dosen dengan pangkat,  golongan dan ruangnya.

Adapun besaran tukin yang seharusnya diterima oleh dosen, jika:

  1. Tukinnya lebih besar dari pada tunjangan profesi dosen, maka tukin dibayar selesihnya. Jadi tukin yang diterima dosen, yaitu tukin yang harus diterima dikurangi tunjangan profesi dosen.
  2. Tunjangan profesi dosen lebih besar dari pada tukin, maka dosen tidak mendapatkan tukin.

Untuk dosen mempunyai nama jabatan fungsional tersendiri, sehingga tukin untuk jabatan fungsional dosen dan/atau menurut pangkat, golongan, ruangnya dapat disetarakan dengan jabatan fungsional non dosen, yaitu:

  1. Asisten Ahli angka kreditnya 150 golongan ruang III/b setara dengan jabatan fungsional Ahli Pertama
  2. Lektor angka kreditnya 200 (III/c) dan 300 (III/d) setara dengan jabatan fungsional Ahli Muda
  3. Lektor Kepala angka kreditnya 400 (IV/a), 550 (IV/b), dan 700 (IV/c) setara dengan jabatan fungsional Ahli Madya
  4. Guru Besar angka kreditnya 850 (IVd) dan 1.050 (IV/e). Setara dengan jabatan Ahli Utama

Sebagai pembading tukin dosen ada yang dibayarkan ada juga yang tidak dibayarkan, sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan:

  1. Diantara sesama dosen

Dosen bukan saja berada di bawah naungan Kemdikbud Ristek saja, tetapi hampir di semua  Kementerian/Lembaga mempunyai perguruan tinggi, bahkan lazim disebut perguruan tinggi/sekolah kedinasan. Untuk meningkatkan kinerjanya dosen diberi tunjangan kinerja seperti di Kementerian Agama dengan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 130 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dengan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 123 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Peraturan Presiden Nomor 127 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Kesehatan.  Sedangkan dosen di Perguruan Tinggi Satuan Kerja (PTN Satker) di lingkungan kemdikbud ristek tidak mendapat tukin. Jabatan fungsional dosen/pegawai yang bekerja pada  Badan Layanan Umum (PTN BLU), tidak mendapatkan tukin, karena mendapatkan remunerasi.

 

  1. Antara dosen dengan jabatan fungsional bukan dosen dan struktural dalam kemdikbud Ristek.

Jabatan fungsional non dosen dan jabatan struktural, begitu ia diangkat menjadi CPNS sudah mendapatkan tunjangan kinerja 80% tanpa dipotong pajak serta tanpa memperhatikan strata/jenjang pendidikan. Sedangkan jabatan fungsional dosen diberi tunjangan profesi dosen setiap bulannya satu kali gaji pokok dipotong pajak. dan untuk mendapatkan tunjangan profesi dosen tidak cukup  dua tahun sejak diangkat jadi dosen serta dengan biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.

Syarat-syarat yang ditempuh untuk mendapatkan tunjangan profesi dosen:

  1. Memiliki NIDN untuk dosen tetap atau memiliki NIDK untuk dosen paruh waktu.
  2. Memiliki jabatan fungsional sekurang-kurangnya Asisten Ahli.
  3. Memiliki Pangkat/Golongan Ruang (bagi dosen PNS) atau memiliki SK Inpassing untuk dosen non PNS.
  4. Memiliki masa kerja sebagai dosen sekurang-kurangnya 2 tahun secara berturut-turut Terhitung Mulai Tanggal (TMT) pengangkatan pertama dalam jabatan fungsional dosen.
  5. Memenuhi Beban Kerja Dosen (BKD) 2 tahun berturut-turut (4 semester) sejak tmt SK Jabatan Fungsional terbit.
  6. Memenuhi nilai ambang batas (passing grade)Tes Kemampuan Dasar Akademik dari lembaga yang diakui Kemendikbud Ristek.
  7. Memenuhi nilai ambang batas (passing grade)Tes Kemampuan Berbahasa Inggris (TKBI) dari lembaga yang diakui Kemendikbud Ristek.
  8. Memiliki Sertifikat Program Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) atau Applied Approach (AA) dari perguruan tinggi pelaksana program PEKERTI/AA yang diakui oleh Kemendikbud Ristek.

Pertanyaan besar yang ada dibenak penulis:

  1. Apakah tukin untuk jabatan fungsional dosen setiap tahunnya tidak dianggarkan?.
  2. Apakah anggaran tukin untuk jabatan fungsional dosen tidak ada?.
  3. Apakah terlupakannya jabatan fungsional dosen dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2016 Tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan?.
  4. Apakah karena perbedaan persepsi, bahwa jabatan fungsional dosen ada peraturan yang memberikan tunjangan profesi dosen?

Sebaiknya hal ini diperjuangkan oleh asosiasi dosen atau wadah organisasi profesi yang dapat menampung aspirasi sekaligus untuk meningkatkan profesionalisme dosen. (Gadriaman SE MPd)

Penulis: Dosen FKIP Prodi Pendidikan Jasmani Unsil

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *