Pemerintah Memberikan Tunjangan Kinerja kepada Dosen ASN

Pendidikan38 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Beban kerja yang berat dan apa lagi berlebihan dapat menyebabkan pegawai jadi bingung mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu, karena semuanya sama-sama penting. Akhirnya setiap pekerjaan yang belum dapat diselesaikan di kantor  dibawa ke rumah atau lembur. Hal ini dapat menimbulkan kurang istirahat, lelah, dan stres. Pemberi kerja harus memastikan bahwa beban kerja yang diberikan kepada pegawainya secara terukur, realistis, dan manusiawi.

Dengan demikian pegawai akan bekerja dengan senang dan merasa puas apa yang dikerjakannya. Bahkan pekerjaannya dapat diselesaikan lebih cepat dari target waktu yang sudah  ditentukan dan hasil pekerjaannya berkualitas tinggi. Tentu saja harus diimbangi dengan gaji yang sepadan untuk kesejahteraan pegawainya.

Beban kerja dosen sebenarnya sangat berat, hal ini dapat dilihat dari jumlah pekerjaan, kompleksitas tugas, tekanan waktu, dan biaya yang harus dikeluarkan sendiri cukup besar untuk memenuhi penilaian Beban Kerja Dosen (BKD). Yang lebih dirasakan adalah oleh dosen pemula dengan gaji atau pendapatan kecil dengan pekerjaan seabreg-abreg. Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik S2, memiliki kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik.

Untuk mendapatkan sertifikat pendidik dosen paling singkat 3 tahun, dengan prosesnya  1 tahun memperoleh jabatan akademik (Asisten Ahli dari S2 dan Lektor dari S3), setelah itu 2 tahun menempuh untuk memperoleh sertifikat pendidik dosen kalau semua persyaratannya terpenuhi. Tahun ke 4 baru mengajukan usulan mendapatkan tunjangan profesi dosen, dan tahun ke 5 baru mendapatkan tunjangan profesi dosen, itu pun kalau lancar.

Pekerjaan dosen sangat berat dan harus mengeluarkan biaya cukup besar, terutama dalam menerbitkan jurnal. Publikasi jurnal merupakan salah satu kunci penting dalam penyebaran pengetahuan dan hasil penelitian. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa proses untuk mempublikasikan jurnal secara gratis terkadang bisa sangat rumit. Persaingan yang ketat dan standar seleksi yang tinggi sering kali menjadikannya sebuah tantangan besar, bahkan hampir mustahil bagi sebagian peneliti untuk lolos pada publikasi jurnal gratis.

Pekerjaan dosen tersebut di atas, tidak diimbangi dengan penghasilan yang layak, karena tidak diberikan Tunjangan Kinerja.  Ironisnya pegawai non dosen, begitu ia menjadi Calon Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah mendapatkan tunjangan kinerja atau tunjangan perbaikan penghasilan tanpa memperhatikan kualifikasi akademik dan dosen di kementerian lain yang menyelenggarakan pendidikan tinggi mendapatkan Tunjangan Kinerja. Tentu saja hal ini menimbulkan kecemburuan dan menurunkan produktivitas kerja dosen.

Menurut amanat UU RI No. 14 Tahun 2005 Pasal 51 ayat (1) huruf a, berbunyi dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.

Peraturan Tunjangan Kinerja (tukin) untuk Pendidikan Tinggi diatur berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Menurut Pasal 3 ayat (1) huruf  f, tukin tidak diberikan kepada salah satunya adalah dosen,

Kemudian pada Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2016 Tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.  Pada pasal 1 berbunyi Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

Pertama, Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat Pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Kedua, Pegawai di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang selanjutnya disebut Pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai lainnya yang berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang diangkat dalam suatu jabatan dan bekerja secara penuh pada satuan organisasi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Ketiga, Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah.

Keempat, Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.

Kelima, Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

Keenam, Tunjangan Kinerja Pegawai adalah penghasilan yang diberikan kepada Pegawai berdasarkan

Capaian Kinerja sesuai dengan kelas jabatan yang didudukinya: Kelas Jabatan adalah tingkatan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, dan Jabatan Fungsional pada satuan organisasi negara yang digunakan sebagai dasar pemberian besaran Tunjangan Kinerja. Capaian Kinerja adalah perbandingan realisasi kinerja dengan target kinerja.

Pada Pasal 2 ayat (1) Pegawai di lingkungan Kementerian diberikan Tunjangan Kinerja setiap bulan. Pada pasal 4 berbunyi ”tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 tidak diberikan kepada: Pegawai yang tidak mempunyai jabatan tertentu; pegawai yang diberhentikan untuk sementara atau dinonaktifkan; Pegawai yang diberhentikan dari jabatan organiknya dengan diberikan uang tunggu dan belum diberhentikan sebagai Pegawai; Pegawai yang diberikan Cuti di luar tanggungan negara atau bebas tugas untuk menjalani masa persiapan pensiun; dan

Jadi jelas sekali pada Peraturan Menteri RI No. 49 Th. 2020 pasal 1 angka 2, yang mendapatkan tunjangan kinerja (tukin) itu semua pegawai di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu PNS dan Pegawai lainnya termasuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), baik itu dosen maupun tendik (fungsional dan struktural) yang mempunyai jabatan. Dosen itu mempunyai jabatan, yaitu jabatan fungsional. Jabatan fungsional dosen terdiri dari:  Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, dan Guru Besar. Pada peraturan ini tidak ada yang menyebutkan, bahwa  dosen tidak mendapatkan tukin, (lihat pasal 4)!.

Sehubungan dosen belum mendapatkan tukin sejak Pendidikan Tinggi digabungkan dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, maka pemerintah (Kemdikbud/Kemdikbud Ristek) sejatinya membayarkan tukin kepada dosen dapat berlaku surut, dalam arti sejak terhitung mulai tanggal (TMT)  Pendidikan Tinggi pindah ke Kemdikbud Ristek atau sejak dosen yang baru diangkat menjadi pegawai di lingkungan Kemdikbud/Kemdikbudristek.

Suatu fakta yang tidak dapat di bantah, pegawai struktural dan pegawai fungsional (non dosen) berada di lingkungan Kemristek Dikti kemudian dipindahkan ke Kemdikbud Ristek tukinnya dibayarkan berlaku surut (pembayarannya dirapelkan) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2016 Tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.

Sungguh aneh sekali mengapa pada waktu Mas Menteri Nadim Makirim bahwa tukin dosen jangankan diajukan ke menteri keuangan, dianggarkan pun tidak. Kemudian tidak menindaklanjuti Surat Menpan RB No B/1245/M.SM.02.00/2022 tertanggal 15 Desember 2022 tentang persetujuan Kelas Jabatan Dosen ASN dengan meminta persetujuan Menteri Keuangan dan menempuh proses birokrasi selanjutnya. Tetapi walaupun bagaimana juga pemerintah punya utang kepada para dosen di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi.

Pada tanggal 11 Oktober 2024, 9 (sembilan) hari sebelum masa jabatannya berakhir, Mendikbudristek menerbitkan Keputusan Mendikbudristek No. 447/P/2024 tentang Nama Jabatan, Kelas Jabatan, dan Pemberian Besaran Tunjangan Kinerja Jabatan Fungsional Dosen di Kemdikbudristek. Asisten Ahli Kelas Jabatannya 9 besarannya Rp. 5.079.200,-. Lektor Kelas Jabatannya 11 besarannya Rp. 8.757.600,-. Lektor Kepala Kelas Jabatannya 13 besarannya Rp. 10.936.000,-. Profesor Kelas Jabatannya 15 besarannya Rp. 19.280.000,-.

Dengan terbitnya Keputusan Mendikbudristek No. 447/P/2024 menurut dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sain, Teknologi, kata Prof. Johannes Gunawan cacat hukum, karena harusnya Peraturan Menteri, bukan Keputusan Menteri. Terlepas dari itu, memang berganti nama kementerian, maka harus ganti nomeklaturnya dan harus dibuatkan peraturan yang baru.

Presiden Prabowo dan Menteri beserta jajarannya di lingkungan Pendidikan Tinggi, Sain, Teknologi sangat antusias untuk meningkatkan kesejahteraan dosen. Dan sudah membuat regulasi tunjangan kinerja dosen.

Berdasarkan sosialisasi Kemdikti, Saintek, dan Teknologi pada tanggal 31 Januari 2025 yang disampaikan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi, yaitu Prof. Khairul Munadi, menyampaikan usulan skema tukin untuk ASN di Lingkungan Kemdikti, Sain, dan Teknologi:

Skema 1:

  1. Dosen ASN PTN Satker, PTN BLU yang belum menjalankan remunerasi, dan ASN yang ditugaskan di LLDIKTI
  2. Perkiraan anggaran untuk 33.957 dosen ASN PTN Satker, PTN BLU, dan ASN di LLDIKTI adalah sebesar Rp. 2.884.890.281.000,-

Skema 2:

  1. Dosen PTN Satker, ASN di LLDIKTI, dan PTN BLU yang belum menjalankan remunerasi, serta ditambah PTN BLU yang sudah menjalankan remunerasi tetapi nilai nominalnya masih di bawah besaran tukin.
  2. Untuk PTN BLU yang sudah memberikan remunerasi, jumlah yang diusulkan adalah selesih antara tukin pada kelas jabatannya dengan tunjangan profesi pada jenjangnya dan remunerasi yang didapatkan pada jenjangnya.
  3. Perkiraan kebutuhan anggaran untuk 64.805 orang dosen ASN adalah sebesar Rp. 3.628.454.289.138,-.

Skema 3:

  1. Dosen ASN di PTN Satker, PTN BLU, PTN Badan Hukum, dan ASN di LLDIKTI
  2. Perhitungannya adalah selisih anatara tukin pada kelas jabatannya dengan tunjangan profesi pada jenjangnya tanpa dikurangi remunerasi yang telah diterima.
  3. Perkiraan kebutuhan anggaran untuk 88.299 orang dosen ASN adalah sebesar RP. 8.032.379.102.804,-

Selanjutnya pemaparan disampaikan oleh Tim Ahli Menteri, yaitu Prof. Johannes Gunawan tentang Proses Birokrasi yang harus dilakukan dalam pemberian Tukin Dosen ASN:

  1. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi mengusulkan Kelas Jabatan Dosen ASN kepada Menpan RB;
  2. Menpan RB menerbitkan surat persetujuan tentang Kelas Jabatan Dosen ASN;
  3. Berdasarkan persetujuan Menpan RB tentang Kelas Jabatan Dosen ASN, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi meminta persetujuan tentang Besaran Tukin Dosen ASN kepada Menteri Keuangan;
  4. Setelah diperoleh persetujuan Menteri Keuangan, disusun Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tukin Dosen ASN;
  5. Berdasarkan Perpres tentang Tukin Dosen ASN sebagaimana dimaksud pada huruf d, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi menerbitkan Peraturan Menteri tentang Tukin Dosen ASN di lingkungan Kementerian yang dipimpinnya.

Berdasarkan proses birokrasi di atas, Kemdikti, Sain, dan Teknologi Langkah yang telah dilakukan Kemdiktisaintek dalam pemberian Tukin Dosen ASN 2025:

Tambahan anggaran dalam APBN 2025 kepada Kementerian Keuangan untuk pemberian Tukin Dosen ASN dengan 3 skenario, yaitu Rp 2,8 triliun, Rp 3,6 triliun, atau Rp 8,4 triliun.

Pada Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Kemdiktisaintek 23 Januari 2025, Ketua Badan Anggaran DPR RI, Bapak Said Abdullah, menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan telah menyetujui tambahan anggaran sebesar Rp 2,5 triliun untuk pemberian Tukin pegawai ASN Kemdiktisaintek tahun 2025.

Setelah mendapatkan persetujuan tambahan anggaran, pada saat ini Kemdiktisaintek telah menyelesaikan harmonisasi antar kementerian/ lembaga, Rancangan Perpres tentang tunjangan kinerja pegawai ASN Kemdiktisaintek tahun 2025. Selanjutnya dilakukan pengusulan penandatanganan Rancangan Perpres kepada Presiden.

Bersamaan dengan pengusulan di atas, Kemdiktisaintek pada saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Mendiktisaintek sebagai peraturan pelaksanaan Perpres tentang tunjangan kinerja pegawai ASN di lingkungan Kemdiktisaintek.

Berdasarkan Peraturan Mendiktisaintek di atas, Tukin Dosen ASN akan diberikan untuk tahun 2025, tetapi tidak dapat diberikan untuk tahun 2020 sampai dengan tahun 2024.

Yang masih tanda tanya besar penulis dalam hal pemberian tukin untuk dosen:

  1. Apakah peraturan presiden tentang tukin dosen akan sama nama jabatan, kelas jabatan, dan besaran tunjangannya dengan Peraturan Presiden No. 32 Th. 2016 ?.
  2. Dari Januari kah tukin dibayarkan di tahun 2025 ini?.
  3. Untuk tukin profesor, apakah besaran tukin dikurangi tunjangan profesi dosen saja atau besaran tukin dikurangi tunjangan profesi dosen dikurangi tunjangan kehormatan profesor?.
  4. Skanario yang mana akan diberlakukan untuk pemberian tukin dosen?.
  5. Apakah pemerintahan Prabowo dapat membayar utang tukin pemerintahan yang lalu, baik dirapelkan ataupun secara dicicil?.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Presiden Prabowo dan Bapak Menteri Dikti, Sain, dan Teknologi beserta jajarannya yang telah sangat perhatian terhadap dosen ASN. Semoga pemberian tunjangan kinerja menjadikan kebarokahan kepada dosen, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja dan sejahtera. Aamiin YRA. (Gadriaman SE MPd)

Penulis merupakan Dosen Prodi Pendidikan Jasmani FKIP Universitas Siliwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *