Nasib Pegawai P3K di Perguruan Tinggi

Pendidikan575 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Fungsi sekaligus tujuan negara Indonesia setelah merdeka tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Guna mencapai hal tersebut, pendidikan merupakan salah satu kunci untuk mewujudkannya, dan pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan ilmuwan yang profesional,  berkarakter, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa.

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, untuk mengatasi lembaga pendidikan tinggi yang masih kurang, maka partisipasi masyarakat dengan membentuk Yayasan, banyak yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi Swasta (PTS). Perbandingan yang sangat jauh sebelum tahun 2014 di mana jumlah PTN sebanyak 998, sedangkan  PTS  sudah mencapai 4.200. Pada tahun 2014 pemerintah meresmikan 7 PTN baru dan 29 PTS yang berubah status menjadi PTN Baru.

Dampak dari perubahan status PTS menjadi PTNB tentu sangat dirasakan oleh masyarakat, karena biaya kuliah sebagian di subsidi pemerintah, mahasiswa hanya membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) setiap semester tanpa dipungut biaya lainnya untuk akademik sampai lulus dan di wisuda. Peminat ke PTNB yang asalnya hanya masyarakat sekitar wilayah di mana PTNB berada, berubah menjadi masyarakat secara nasional dapat menentukan pilihannya untuk ikut seleksi dan kuliah walau berbeda pulau. Pergerakan perekonomian semakin menggeliat karena mahasiswa makin bertambah, sehingga masyarakat penyedia rumah kost makin banyak, warung nasi makin banyak, toko alat tulis makin banyak, transportasi umum makin ramai, dan lain-lain

Lalu bagaimana nasib pegawai ex-Yayasan? Salah satu permasalahan yang muncul saat menjadikan 36 PTNB adalah nasib dosen dan tenaga kependidikan PTS yang berjumlah 4.358 orang. Pemerintah sudah mengeluarkan regulasi UU no. 5 tahun 2014 tentang UU ASN yang mengakomodir dosen dan tenaga kependidikan yang di atas 35 tahun menjadi Pegawai dengan Perjanjian Kerja (P3K) sementara yang belum 35 tahun diberi kesempatan mengikuti seleksi PNS sesuai formasi yang tersedia. Kegembiraan dosen ex-Yayasan yang menjadi dosen P3K nampaknya hanya sesaat, karena selain tidak mendapatkan dana pensiun seperti PNS, ada regulasi yang membelenggu dosen P3K tidak memiliki “Pola Karier” sebagaimana yang tertuang dalam pasal 93 UU no. 5 tahun 2014. Dengan tidak adanya pola karir maka dosen P3K diistilahkan dengan bahasa lain menjadi “dosen kontrak” yang diperpanjang 5 tahun sekali tanpa ada peluang untuk menaikkan jabatan fungsionalnya maupun kepangkatannya.

Sepertinya pembuat regulasi menyamakan pegawai di Perguruan Tingi dengan di kantor-kantor Pemerintah Daerah atau Pusat  khususnya dosen Bagi pegawai di Pemda dengan tidak adanya Pola Karier tidak menjadi masalah karena Pemda tidak menuntut lebih dari Pegawai P3K-nya selain mengerjakan sesuai kontrak. Tetap di Perguruan Tinggi, semua Dosen harus dituntut untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan jabatan Fungsionalnya agar kewenangan memberi perkuliahan kepada mahasiswa makin diakui. Pelaksanaan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat sebagai ciri dari Perguruan Tinggi selalu dituntut dari setiap Dosen, makin tinggi gelar akademik dan jabatan fungsionalnya, makin besar hak dan kewajbannya.

Dengan tidak adan Pola Karier, seorang dosen yang 5 tahun ke belakang saat Kontrak setelah selesai 5 tahun tetap tidak dapat mengajukan kenaikan jabatan fungsionalnya, sementara tuntutan Hasil penelitian bereputasi, mengajar maupun penelitian harus masuk ke sister, sebab jika tidak mereka tidak akan mendapat memenuhi Beban Kerja Dosen (BKD).

Di sisi lain sebagai PTN Baru, dipacu untuk mengejar ketertinggalan dari PTN lama dengan tuntutan pencapaian 8 standar Indikator Kinerja Utama (IKU) sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3/M /2021 tentang Indikator Kinerja Utama. Pencapaian IKU PTN juga akan menjadi tolok ukur pemberian insentif BOPTN berbasiskan kinerja seperti yang sudah dijelaskan dalam Merdeka Belajar episode keenam: Transformasi Dana Pemerintahan untuk Pendidikan Tinggi, yaitu 1). insentif berdasarkan capaian Indikator Kinerja Utama (untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN)), 2). dana penyeimbang atau matching fund untuk kerja sama dengan mitra (untuk PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS)), dan 3). program Kompetisi Kampus Merdeka atau competitive fund (untuk PTN dan PTS).

Selain pencapaian IKU, akreditasi Perguruan Tinggi yang harus mencapai “Unggul”. Untuk mencapai akreditasi Unggul salah satunya adalah jabatan akademik dan  kualifikasi akademik dosennya  yang harus meningkat. Sementara rata-rata 2/3 dosen di PTNB statusnya P3K yang tidak dapat mengajukan kenaikan jabatan/pangkatnya. Keresahan dosen P3K semakin hari semakin mencuat sehingga Forum Dosen P3K se-Indonesia telah melakukan berbagai upaya kepada pemerintah untuk meninjau ulang regulasi yang ada. Demikian pula Forum Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum PTNB pada setiap kesempatan menjadikan Status Dosen P3K jadi agenda khusus baik dengan BKN, Kemenpa RB, maupun Biro SDM Kemendikbud. Tetapi selalu hasilnya tidak memuaskan karena regulasi yang membentenginya.

Kedua regulasi yang bertentangan antara UU ASN No 5 tahun 2014 dengan berbagai turunannya sepeti  PP No.49 tahun 2018 tenang Manajemen P3K, Perpres No. 10 tahun 216 tentang dosen dan tendik di PTNB, Perpres No 38 tahun 2020 tentang jabatan yang dapat sdiisi P3k, Permenpan RB No. 72 tahun 2022 tentang masa hubungan kerja P3K  dengan Regulasi mengenai tuntutan Akreditasi seperti Permendikbud RI  No. 5 Tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi dan Peraturan BAN-PT No. 1 Tahun 2022 Tentang Mekanisme Akreditasi Untuk Akreditasi Yang Dilakukan Oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi,  yang tidak mudah dilaksanakan karena bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Pemerintah sudah mendengar permasalahan di atas dan sudah mengeluarkan regulasi baru dengan keluarnya UU no. 20 tahun 2023 tentang ASN. Secercah  harapan kembali bersinar karena dengan keluarnya UU baru, maka UU ASN yang lama sudah tidak berlaku, dan dalam UU yang baru, antara PNS dan P3K sebagai ASN tidak ada lagi dikotomi, di mana pasal 55 ayat 1 (e) pada UU lama PNS memiliki Pola Karier sedangkan pada pasal 93 P3K tidak memiliki Pola Karier, pada UU No 20 tahun 2023 sudah tidak ada lagi. Dengan kata lain ada peluang untuk dosen P3K dapat mengusulkan usulan kenaikan pangkat dan jabatannya. Pola Karier yang dimaksud dalam UU tersebut dijelaskan pada pasal 71 yang menyebutkan bahwa (1) Untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan perlu disusun pola karier PNS yang terintegrasi secara nasional. (2) Setiap Instansi Pemerintah menyusun pola karier PNS secara khusus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pola karier nasional.

Seiring dengan keluarnya UU No 20 tahun 2023, keluar pula Permenpan RB no1 tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional. Namun pada Permen tersebut belum diatur mengenai kenaikan pangkat dan jabatan dosen P3K, karena  Permen tersebut merupakan turunan dari PP no.  11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil,. Integrasi pangkat dan jabatan lama ke pangkat dan jabatan baru hanya baru dilakukan untuk seluruh PNS, yang mulai diproses sejak April 2023. Hingga bulan April 2024 ini, baru selesai proses integrasi kepangkatan dan jabatan fungsional dosen PNS, sementara untuk P3K tetap masih menunggu regulasi turunan UU No 20 tahun 2023.

Saat ini harap-harap cemas masih dirasakan semua pegawai P3K di Perguruan Tinggi, harapannya tentu saja turunan dari UU no20 tahun 2023 segera dikeluarkan baik PP, Permenpan RB maupun Permendikbudnya, sehingga ada kejelasan nasib pegawai khususnya dosen P3K di 36 PTN Baru. Cemasnya, saat ini proses Pemilihan Umum masih tahap proses hukum sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi. Kalaupun tidak mengubah hasil Pemilihan Umum, apakah mungkin regulasi-regulasi baru dibuat, sementara para Menteri sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing menyelesaikan program utama sebagai pembantu Presiden. Pelantikan Presiden baru rencananya akan dilaksanakan di bulan Oktober 2024, secara otomatis Menteri-Menteri yang akan membantu Presiden Baru masih belum jelas. Namun tentu kita berharap di akhir masa jabatan para Menteri yang terkait, dapat meninggalkan kenangan manis untuk 4.000 lebih dosen P3K yang bertugas mencerdaskan anak bangsa, lebih jelas nasibnya, lebih sejahtera hidupnya. (Dr Drs H Gumilar Mulya MPd)

Penulis merupakan Wakil Rektor Bidang Keuangan & Umum Unsil

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *