Aspek Mitos Dalam Naskah Lautan Bernyanyi Karya Putu Wijaya

Seni dan Budaya92 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Naskah Drama Lautan Bernyanyi karya Putu Wijaya berhasil dipentaskan Teater Legion 28 dan UKM Teater 28 Universitas Siliwangi yang disutradarai oleh Bode Riswandi. Pementasan ini menarik dikupas karena menceritakan permasalahan manusia yang berhubungan dengan kepercayaan.

Putu Wijaya menuangkan ide melalui naskah Drama yang berjudul Lautan Bernyanyi, naskah ini menceritakan tentang hidup serta kehidupan manusia dengan alur yang begitu rapi serta berhubungan dengan hal-hal mistik.

Tidak semua tokoh dalam naskah ini menjadi pelaku mistik hal ini dianggap hal yang tidak logis dan tidak masuk akal. Namun, Sebagian besar isi dari naskah drama ini terkenal dengan muatan mistiknya yang muncul serta dituangkan dengan cara-cara yang indah walau kenyataanya unsur mistik dalam karya sastra banyak mendapat respon negatif dari para penikmat sastra, namun dari setiap sisi negatif tentunya juga terdapat sisi positif lainnya.

Bali yang dikenal tidak hanya pariwisatanya namun juga terkenal dengan kebudayaan yang masih kuat sampai saat ini. Banyak Masyarakat mempertahankan tradisi dan memegang teguh adat istiadat.

Masyarakat Bali begitu sangat menghormati sesuatu yang tidak kasat mata sehingga meski saat ini arus modernisasi di Indonesia berkembang pesat namun adat istiadat di Bali masih kuat. Hal ini dimunculkan Putu Wijaya dalam Naskah Lautan Bernyanyi yang tidak hanya menceritakan pertentangan antara pemikiran modern dan tradisi Masyarakat tetapi banyak memunculkan kepercayaan, persoalan sosial, psikologis tokoh, dan hostoris. Sebagai karya fiksi naskah ini memiliki hubungan erat dengan fenomena sosial yang ada di lingkaran Masyarakat Bali.

Putu Wijaya menuliskan latar tempat di awal naskah Lautan Bernyanyi sebagai berikut.

Semua kejadian di dalam naskah ini terjadi di atas geladak Kapal Harimau Laut, yang kandas di Pantai Sanur (sebelah timur Denpasar), sebuah pantai  di Pulau Bali yang dikenal sebagai pusat ilmu hitam.

Pada bagian tersebut jelas Putu Wijaya memunculkan latar kehidupan masyarakat Bali lengkap dengan mitos-mitos dan juga nilai spiritual yang ada. Pantai Sanur dalam Naskah ini menunjukkan bahwa adanya cerita mistis karena tempat ini dianggap sakral sehingga kapal yang berlayar di Pantai Sanur harus melakukan ritual tertentu. Pantai ini juga dikenal sebagai tempat orang-orang yang mendalami Ilmu Leak. Lautan Bernyanyi mengungkap kepercayaan masyarakat yang begitu kuat sehingga dapat mempengaruhi orang-orang yang ada dalam lingkaran masyarakat tersebut walau banyak tokoh yang menentangnya. Salah satunya tokoh Kapten Leo sebagai tokoh utama banyak mengkritik tradisi serta kepercayaan yang terjadi, namun ia memiliki karakteristik psikologis yang kompleks serta penuh konflik dengan dirinya sendiri.

Konflik dalam diri tokoh Kapten Leo menjadi titik terang sebab ia merasakan kejadian-kejadian aneh selama berlayar, ia berpikir apakah itu realita atau hanya halusinasi. Kapten Leo mulai goyah, satu sisi ia selalu menolak segala sesuatu yang tidak bisa diterima secara logika sementara sisi lain ia sendiri merasakan hal-hal mistis yang selalu diceritakan tokoh Comol. Hal tersebut terdapat dalam penggalan dialog berikut.

Comol:

Barangkali benar apa yang  dikatakan nelayan-nelayan di pantai. Pantai ini berbahaya bagi kapal karena banyak setannya.

Kapten

(mengejek) Kau percaya apa yang mereka katakan?

Kapten

Setan atau Leak?

Comol:

(berpikir) Entahlah, Kapten, Cerita-cerita merekalah yang menyebabkan pelaut-pelaut kita tidak berani  lagi datang ke sini.

Kapten:

Aku tidak peduli. Kalau aku bisa berlayar lagi, aku akan mencari anak-anak buah yang setia dan cakap.

Penggalan dialog di atas dapat dimaknai bahwa Kapten Leo meyakini pemikirannya yang besebrangan dengan masyarakat di sekitar Pantai Sanur, ia menentang cerita-cerita mitos tersebut. Di sini terjadilah problematika antara logika sebagai landasan di Era Zaman Modern dengan mitos-mitos yang dipercaya Masyarakat. Namun dalam penggalan Dialog lain Kapten Leo mulai mengungkap hal-hal yang terjadi pada dirinya di kapal.

Kapten:

Mol, sejak seminggu ini aku telah penat dan penasaran sekali dibuat permainan. Dua puluh tahun aku menghirup angin di geladak, mengalami pahit getirnya pelayaran di samudra-samudra besar. Baru sekali ini aku merasa seperti tak punya kemampuan memimpin kapal dengan baik. Aku dan Harimau Laut sudah menjadi satu dan selalu berhasil menghadapi bahaya-bahaya. Bahkan pernah aku berpikir akulah Kapten yang terbaik di keluargaku. Waktu telah meninggalkanku sebelum kusadari. Waktu kecil, nenekku sering mendongeng cerita-cerita seram dari laut karena dia tidak setuju aku menjadi pelaut. Kakek yang telah menyerahkan dirinya kepada laut membuat dia menderita batin dan benci pada laut. Di luar sadarku cerita-cerita itu telah hidup menguasai diriku. Satu di antaranya aku ingat, cerita tentang Laut Bernyanyi.

MEREKA MENDENGARKAN LAGI

Kapten:

Mol. Kau pernah mendengar laut bernyanyi?

Comol:

Empat tahun yang lalu, ketika saya hampir terbunuh di pelabuhan Semarang.

Kapten:

Kau tak pernah lagi mendengarkannya di pantai ini?

Comol:

Tidak, Kapten.

Kapten:

Aneh, aku mendengarkannya semenjak seminggu yang lalu. Dia menyanyi seolah-olah memanggil roh kita. Tapi di balik panggilan itu, terasa ada ancaman yang mengerikan.

Penggalan di atas mulai menunjukkan keresahan Kapten Leo atas hal-hal yang ia rasakan. Ia juga mulai membahas hal yang mencekam dan mengerikan tentang Lautan Bernyanyi. Di sinilah Kapten Leo mulai tidak bisa membedakan antara Realita dengan halusinasi. Mitos yang beredar di masyarakat bahwa jika seseorang mendengar laut bernyanyi atau suara-suara asing yang muncul di laut maka dianggap sebuah kutukan/ malapetaka bagi yang mendengarnya.

Selain tokoh Kapten Leo dan Comol, tokoh Dayu Sanur yang merupakan ibu dari tokoh Dayu Badung dalam naskah ini menjadi cerita yang melengkapi mitos-mitos yang terjadi di Pantai Sanur. Dayu Sanur diceritakan sebagai seseorang yang dianggap menguasai Ilmu Leak dan terkenal dengan kesaktiannya ia ditakuti oleh masyarakat sekitar Pantai Sanur. Melalui tokoh-tokoh ini Putu Wijaya menunjukkan bahwa masyarakat tidak dapat menganggap bahwa mitos merupakan cerita tradisional saja tetapi dalam cerita-cerita tersebut benar adanya dan terjadi secara nyata.

Jika menggunakan kacamata Sosiologi Sastra, hal ini menjadi bukti bahwa sampai saat ini Masyarakat Bali masih memegang teguh kepercayaan terhadap mitos yang merupakan tradisi turun-menurun. Meski naskah ini ditulis Putu Wijaya pada tahun 1967 namun konflik yang terjadi antara mitos di masyarakat dengan pemikiran modern masih terjadi sampai saat ini. Pertentangan yang dimunculkan Putu Wijaya masih selalu terjadi di masyarakat Indonesia, hal ini akan menjadi historis dan terus berdampingan dalam kehidupan Masyarakat di Indonesia. (Shinta Rosiana MPd)

Penulis merupakan Dosen Jurusan Bahasa Indonesia, FKIP-UNSIL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *