Waspada! Kekerasan Seksual Berbasis Online Mengintai Mahasiswa, Jangan Diam Bersuaralah!

Sosial17 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Era digital memberikan banyak kemudahan bagi siapa saja untuk berinteraksi dengan siapa pun, kapan pun dan di mana pun. Tetapi perlu diingat bahwa kemudahan ini telah membuka celah bagi kejahatan berbasis teknologi yang sangat berbahaya bagi para pengguna platform digital.

Salah satu bentuk kejahatan itu adalah kekerasan seksual berbasis online (KSBO) yang kini banyak menyasar kalangan mahasiswa. Banyak kasus mencuat dan dilaporkan kepada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Bermula dari permintaan saling mengikuti di Instagram atau platform digital lainnya, pelaku mulai memaksa korban melakukan video call.

Setelah korban mengangkat, pelaku yang mengaku seorang perempuan tampak dalam kondisi tidak pantas. Tidak berhenti di situ, pelaku kemudian merekayasa video tersebut seolah-olah korban terlibat dalam tindakan asusila. Video hasil editan ini lantas disebarkan ke berbagai akun organisasi mahasiswa. Kejahatan ini mulai marak terjadi yang merupakan Modus Baru berupa Sextortion dan Manipulasi Konten.

Kejahatan ini dikenal dengan istilah sextortion, yaitu pemerasan menggunakan konten seksual. Modusnya berkembang, tidak hanya mengandalkan bujuk rayu, tapi juga memanfaatkan teknologi edit video untuk menjebak korban. Pelaku, yang sering kali berasal dari luar kampus, menyasar mahasiswa karena dianggap rentan mudah manipulasi dan diintimidasi.

Selain merusak reputasi korban, kekerasan ini juga berdampak pada kesehatan mental dan sosial korban. Dalam banyak kasus, korban merasa malu, takut, hingga menarik diri dari lingkungan kampus. Bahkan Menurut data Komnas Perempuan, dalam catatan tahunan Tahun 2024 menyatakan pada tahun 2023, terdapat 991 kasus kekerasan seksual berbasis elektronik, menyumbang 35,4 persen dari total kasus kekerasan terhadap perempuan. Akan tetapi hal ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa korban kasus KSBO tidak hanya perempuan tetapi juga laki-laki.

KSBO mencakup berbagai bentuk kekerasan, seperti pelecehan siber, penyebaran konten intim tanpa izin, dan sextortion. Biasanya pelaku melakukan Impersonasi dengan menyamar sebagai individu terpercaya untuk mendapatkan kepercayaan korban terlebih dahulu. Setelah kepercayaan itu didapatkan dan korban merasa nyaman, lanjut pada tahapan melakukan pendekatan yang lebih intim dengan bujuk rayu sehingga terjadilah kontak yang lebih dekat berupa tukar menukar kontak pribadi seperti nomor whatsapp ataupun melalui pesan pribadi lainnya.

Setelah dirasa cukup membangun hubungan emosional untuk mengeksploitasi korban kemudian pelaku merekayasa dan membuat konten porno yang seolah-olah itu dilakukan oleh korban. Pada tahap berikutnya terjadilah pemerasan dengan berupaya mengancam korban akan menyebarkan konten pribadi korban jika tidak memenuhi permintaan pelaku.

Dan biasanya pelaku meminta korban untuk mentransfer sejumlah uang. Jika tidak diberikan maka konten berbau porno tersebut akan di sebarkan mula-mula dilingkungan kampus seperti di komunitas mahasiswa seperti BEM maupun BLM terus kepada Humas dan seterusnya sampai keinginan pelaku dipenuhi oleh korban.

Banyak korban yang sering kali menuruti pelaku dan mentransfer sejumlah uang kepada pelaku karena takut dan terintimidasi. Sehingga perlu sekali memberikan pemahaman dan terus melakukan upaya pencegahan agar kasus-kasus serupa tidak terjadi kembali.

Apa yang harus dilakukan agar kita dapat mencegah dan menangani kasus KSBO ini? Untuk mencegah dan menangani kasus serupa, ada beberapa langkah penting yang perlu dilakukan; menjaga privasi digital dengan jangan mudah membagikan nomor telepon, akun pribadi, atau melakukan panggilan video dengan orang yang belum dikenal; menolak permintaan yang mencurigakan dengan menghindari mengikuti akun atau melakukan video call dengan orang asing; meski mereka tampak meyakinkan; laporkan kejahatan siber jika menjadi korban dan jangan ragu melaporkan ke pihak kampus (Satgas PPKS) sebagai pertolongan pertama, polisi, dan Kominfo dengan memerikan bukti digital tindak kekerasan seksual berbasis online yang dilakukan pelaku agar memudahkan untuk menindak pelaku; dan berikan dukungan untuk korban dengan tidak menghakimi teman atau rekan yang menjadi korban; serta hindari menyebarkan video atau narasi negatif yang justru memperburuk kondisi korban.

Kasus KSBO memerlukan dukungan kampus dalam melakukan pencegahan dan penanganan. Kampus sebagai institusi pendidikan wajib memiliki; Kebijakan anti kekerasan seksual yang tegas dan berpihak pada korban, Unit layanan pengaduan yang mudah diakses, program literasi digital dan edukasi anti kekerasan seksual. Selain itu, masyarakat sekitar kampus dan masyarakat luas juga harus sadar bahwa kekerasan seksual online adalah kejahatan serius yang bisa menimpa siapa saja. Dukungan sosial dan rasa empati sangat dibutuhkan untuk memutus rantai kejahatan ini.

Kekerasan seksual online bukan sekadar kasus personal, melainkan isu publik yang mengancam banyak orang. Melalui edukasi dan keberanian melapor, kita semua bisa berperan aktif mencegah kejahatan ini berkembang di lingkungan kampus. Ingat, diam bukan pilihan.

Suarakan, laporkan, dan cegah sebelum semakin banyak korban berjatuhan. Kekerasan Seksual Berbasis Online adalah ancaman nyata yang memerlukan perhatian serius. Mahasiswa, dosen, dan seluruh sivitas akademika harus bersatu untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Laporkan setiap tindakan mencurigakan dan dukung korban untuk mendapatkan keadilan. Jangan Diam dan Bersuaralah! (Wiwi Widiastuti SIP MSi)

Penulis merupakan dosen sekaligus Anggota Satgas PPKS Unsil

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *