Matahari Kembar

Politik16 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Presiden Prabowo minta menteri rapatkan barisan, banyak dispekulasikan dengan isu “Matahari Kembar”. Sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Republik Indonesia, era Prabowo mengalami situasi yang berbeda dengan masa peralihan presiden sebelumnya. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari Presiden ketujuh yakni Joko Widodo yang masih bermanuver serta memainkan perannya dalam pemerintahan Prabowo.

Bukan hanya karena sang putra Jokowi Gibran sebagai wakil Presiden, tetapi para menteri dan pejabat penting di lingkaran Prabowo secara terbuka mengaku masih menganggap Jokowi sebagai bosnya. Tak sampai di situ, kunjungan sejumlah perwira polisi peserta didik sekolah staf dan pimpinan menengah atau Serdik Sespimmen Polri untuk meminta masukan dari Presiden ke-7 RI Joko Widodo dapat menimbulkan tafsir liar, padahal Jokowi hanya sebatas sebagai mantan Presiden.

Jokowi menjadi pembeda dengan presiden lain pasca lengser, entah apakah karena masih merasa sebagai presiden atau raja Jawa, serta mengalami gejala post power syndrome, atau khawatir dengan masa depan anaknya yang belum stabil menjadi seorang wakil presiden. Bisa jadi itu pun persiapan jangka panjang menjadikan Gibran Presiden pada 2029.

Sikap Presiden Prabowo yang terkesan bias dalam menanggapi kabar matahari kembar tersebut, mencoba untuk hati-hati untuk keluar dari bayang-bayang Jokowi, bahkan tak ragu mengakui Jokowi sebagai guru politiknya, “Hidup Jokowi”. Kondisi bangsa Indonesia masih saja disuguhi oleh drama-drama politik seputar kekuasaan. Bahkan, di tengah perang dagang serta tarif pajak Amerika Serikat, hengkangnya para investor asing, masih saja ditanggapi secara normatif oleh Presiden Prabowo.

Rakyat Indonesia sangat berharap bahwa Prabowo bena-benar menjadi frontman di negara ini. Harus berani berdiri dengan tegak, berjalan dengan percaya diri, dan bicara lantang bahwa sistem pemerintahan presidentil, Prabowo mengambil kendali penuh, tanpa harus terlihat vulgar ketergantungannya pada Jokowi.

Biarkan Jokowi menjadi manusia biasa, sebagaimana warga negara lain kalau pun terlibat, cukuplah ditempatkan sebagai guru bangsa sebagaimana tokoh yang lain. Biarkan Gibran sebagai wakil presiden pada posisinya, perlakukan sebagaimana Wapres lain, tampil jika diperlukan saja, jangan terus dikaitkan dengan bayangan sang ayah. Negeri ini bukan milik keluarga, negara ini bukan mainan, jika mengganggu singkirkan saja, agar matahari tetap satu.

Masih banyak hal strategis dan prioritas yang perlu dibenahi pemerintahan yang relatif masih baru. Situasi rakyat yang masih morat-marit karena ekonomi yang sulit, daya beli yang rendah, serta menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

Pak Jokowi, jangan biarkan pembenci dan pengkritikmu tambah muak, segala keinginan bapak telah terpenuhi, anak dan menantumu sudah menjadi pejabat. Jadilah negarawan, bukan keluargawan. Rakyat ingin adanya kehidupan demokratis, persaingan yang sehat, memberikan kesempatan yang sama dalam mengurus dan memikirkan bangsa ini, tanpa keluargamu pun bangsa ini akan tetap ada.

Jangan jegal dan batasi potensi anak bangsa yang lain, bisa jadi akan muncul figur-figur yang tersembunyi, yang mampu membawa Indonesia lebih baik lagi. Berikan kesempatan Probowo-Gibran untuk bicara berdua, bertukar pikiran antara orang tua dan anak muda. Mungkin sebagian rakyat akan melupakan dan memaafkan pelanggaran etik dan konstitusi pada saat lalu, tetapi jika terus bermanuver, membantah ucapanmu sendiri, itu bukan perilaku yang patut untuk level presiden yang telah menjabat dua periode.

Biarkanlah jabatan di masa lalu sebagai kenangan dan sejarah bangsa, hari ini roda telah berputar dan akan terus berputar. Kami ingin menikmati sinarnya matahari tanpa sengaja diredupkan oleh awan gelap. Kejujuran dan keadilan tegak dengan keindahan alam Indonesia.

Prabowo, jadilah dirimu sendiri, engkau punya segalanya di dunia ini yang banyak manusia tidak sepertimu. Segala cita-cita Bapak telah tercapai, impian bapak terwujud sampai harus menjadi peserta Pilpres paling aktif. Usiamu memang tidak muda lagi, tapi Wapresmu masih muda. Semangatmu yang masih menggebu, diharapkan dapat mengubah awan kelabu, menutup kabut dan mengusir debu, membuka pintu agar bangsa ini tetap hidup.

Kami tidak rela ada mahari kembar, selain melawan kodrat alam, tetapi akan berakibat bagi kenangan dan sejarah kelam bangsa. Paling tidak sampai 2029, pastikan matahari itu tetap satu, dan pastikan itu bukan Jokowi.

Sementara itu, menanggapi isu yang beredar baik dari pihak Prabowo dan bawahannya, menepis isu tersebut, bahkan dengan mengutus Jokowi ke pemakaman Paus Frasiskus menunjukkan semakin dekatnya Prabowo dengan Jokowi. Seperti biasa, Jokowi sendiri selalu membantah kalau ada isu apa pun yang menimba dirinya, sekalipun itu kenyataan, tetapi Jokowi itu selalu dianggap pakai rumus kebalikannya.

Justru, menurut hemat penulis, selama Prabowo menunjukkan gimmick dekat dengan Jokowi, apalagi sampai mengutus untuk urusan kenegaraan, semakin memperlihatkan ketidakmampuan Prabowo lepas dari belunggu Jokowi, dengan kata lain memberikan ruang untuk membiarkan matahari kembar. Bukan dengan saling membantah secara lisan, tetapi tindakan Presiden Prabowo maupun sikap Jokowi sebagaimana posisi, kedudukan, bahkan jabatan sekarang. (K Adi Saputra)

Penulis merupakan Dosen MKWK Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Siliwangi Tasikmalaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *