Oleh : Asep Rismawan, S.IP
Staf Bawaslu Kota Tasikmalaya
Pemilu merupakan sarana partisipasi untuk menegakan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilu dan rotasi kekuasaan yang bersifat rutin sesunguhnya menjadi momentum rakyat untuk melakukan koreksi melalui kontrol terhadap jalannya pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif.
Pemilu yang rutin sesuai jadwal merupakan pondasi bagi demokrasi elektoral. Oleh karena itu jika pondasinya saja dipertanyakan melalui wacana penundaan Pemilu tanpa alasan kegentingan apapun, maka akan berimplikasi pada de-demokratisasi.
Jika prasyarat demokrasi adalah diselenggarakannya Pemilu yang rutin, maka partisipasi masyarakat menjadi indikator dari Pemilu yang berkualitas. Keterlibatan masyarakat ini menjadi tanda kedewasaan dalam berdemokrasi. Ini penting menjadi catatan bersama karena sesungguhnya rotasi kekuasaan adalah bukan hanya urusan negara tetapi juga kepentingan rakyat.
Proses Pemilu diharapkan menjadi jaminan lahirnya pemimpin yang menyejahterakan rakyat. Harapan tersebut tidak bisa dibebankan sendirian kepada para penyelenggara Pemilu. Hanya kolaborasilah yang memungkinkan untuk merealisasikannya.
Tantangan Demokrasi
Pandemi covid-19 telah memberikan dampak sosial dan ekonomi yang berdampak pada situasi demokrasi yang tidak menentu baik secara global maupun nasional. Selain masalah kebebasan dan tindak intoleransi, juga yang paling krusial adalah inkonsistensi para elit politik dalam pemerintahan. Hal ini terkonfirmasi dengan 2021 Democracy Report dari V-Dem Institute yang menempatkan Indonesia pada urutan 73 dari 179 negara dalam hal kebebasan dalam demokrasi.
Persoalan kemunduran demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari menguatnya pengaruh militer dalam ruang sipil, segresi sosial berbasis identitas ideologi, melemahnya kontrol oposisi baik dari parlemen maupun masyarakat sipil, favoritisme politik yang menjurus pada dinasti, konsolidasi oligarki dan kartelisasi di mana kekuatan politik partai terus-menerus menguasai sumber daya negara sebagai upaya mempertahankan posisi politik.
Timbulah gejala ketidakpercayaan publik karena minimnya transparansi dan lemahnya koordinasi antara pemangku kepentingan. Ditambah maraknya informasi hoax yang mendiskreditkan pihak tertentu dengan alat ukur yang terkadang kabur. Yang lebih krusial adalah jika apatisme politik telah menggejala dan menular di tengah masyarakat maka demokrasi akan kehilangan substansinya.
Pemilu serentak 2024 disinyalir akan berat, ini terkait dengan kompleksitas dalam persiapan dan pelaksanaannya. Banyak faktor yang menjadi potensi kerawanan Pemilu. Berbagai persoalan seperti beban kerja penyelenggara Pemilu adhoc, menyebarnya hoax, buzzer provokatif, penyimpangan isu sara, virus ekstrem politik identitas, masifnya pelanggaran Pemilu, pragmatisme masyarakat serta problem netralitas. Tentunya hal ini perlu dilakukan antisipasi sedini mungkin berupa pelayanan penyelenggaraan dan pengawasan yang terpadu.
Kolaborasi Penta-Helix
Ada banyak pola kerjasama, satu diantaranya kolaborasi penta-helix. Kolaborasi dalam konsep Penta-Helix merupakan kegiatan kerjasama antar bidang dan pihak dari Academic, Business, Community, Government, dan Media atau dikenal sebagai ABCGM. Model ini berguna untuk mengelola kompleksitas problematik berbasis optimasi peran para aktor, dimana lembaga publik secara langsung melibatkan pemangku kepentingan non-negara dalam proses pengambilan keputusan bersama.
Kolaborasi tersebut bertujuan untuk menangani permasalahan di masyarakat melalui inisiasi musyawarah, pembangunan kepercayaan, pengembangan komitmen serta pemahaman bersama. Konsep Penta-Helix ini merupakan wujud dari semangat multikulturalisme dalam menjawab tantangan demokrasi melalui Pemilu yang jujur dan adil.
Akademisi pada pada konteks Pemilu dapat berperan sebagai konseptor. Seperti misalnya melakukan penelitian dengan tujuan untuk membantu penyelenggara pemilu dalam hal identifikasi potensi dan peluang strategis untuk peningkatan kualitas Pemilu. Tidak hanya itu, akademisi juga dapat membantu di dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan dan keterampilan seluruh stakeholder terkait.
Bisnis atau juga dapat disebut sebagai sektor swasta pada Pemilu ini dapat berperan sebagai enabler. Sektor swasta merupakan entitas yang melakukan proses bisnis dalam menciptakan nilai tambah dan mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan guna menjaga kondisi ekonomi tetap stabil dan kondusif. Dalam hal Pemilu ini, sektor swasta dapat berperan sebagai enabler di dalam menghadirkan infrastruktur teknologi, logistik Pemilu, dan berbagai fungsi ekonomi lainnya.
Pada konteks Pemilu, komunitas dapat berperan sebagai akselerator. Komunitas merupakan orang-orang yang memiliki minat yang sama dan relevan dengan kepemiluan. Semua masyarakat terkait, baik itu masyarakat umum secara kultural, organisasi kemasyarakatan, kepemudaan dan keagaaman. Komunitas ini memiliki peran partisipasi yang bukan hanya menyalurkan hak pilih tetapi juga melakukan pengawasan partisipatif dalam setiap tahapan Pemilu seperti mencegah money politik dan pelanggaran lainnya.
Pemerintah berperan sebagai regulator dan koordinator bagi para pemangku kepentingan yang berkontribusi pada Pemilu untuk ketercapaian tujuan negara yang demokratis. Dalam hal penyelenggaraan Pemilu, maka KPU, Bawaslu dan DKPP bersinergi secara mandiri dan independen untuk menghadirkan pemilu yang berkualitas. Dimana ketiga lembaga penyelenggara tersebut mempunyai otonomi kewenangan dan keterpisahan dari pemerintah.
Media dalam konteks kepemiluan juga menjadi penting karena perannya sebagai expender. Media berperan dalam mendukung publikasi dan akses informasi terkait proses dan tahapan Pemilu. Kemudahan akses informasi itulah yang kemudian menjadi salah satu faktor pendukung bagi datangnya para kolaborator baru yang bisa mendukung Pemilu.
Model kolaborasi tersebut memungkinkan untuk menciptakan Pemilu yang berkualitas dalam proses dan hasilnya. Output Pemilu kolaboratif ini juga dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dan bagi publik secara luas. Sehingga ketercapaian integritas Pemilu melalui kolaborasi penta-helix memungkinkan lahirnya pemimpin harapan yang dapat menyejahterakan rakyat.
Asep Rismawan, S.IP saat ini menjadi Staf di Bawaslu Kota Tasikmalaya. Merupakan Founder Remedial Cafe sekaligus Direktur Remedial Insan Cinta (RIC) Foundation. Kelahiran Tasikmalaya pernah menjadi sekretaris Tasik Corruption Watch (TCW). HP : 0878-1818-1141.