Stunting dan Panggilan Kemanusiaan

Kesehatan82 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Tahun 1973, Yok Koeswoyo menciptakan lagu ‘Kolam Susu’ yang popular dibawakan band legendaris Koes Plus. Lagu ini begitu renyah dan mudah nempel dalam ingatan generasi 70 sampai 90-an. Liriknya tersusun dengan kata-kata yang mudah dicerna berpadu dengan aransemen langgam pop melayu. Bahwa tanah Indonesia begitu subur dan makmur dengan segala kandungan kekayaan alam berharga ada di bumi pertiwi ini. Tidak hanya tongkat atau kayu, bahkan sampai batu sekalipun bisa jadi tanaman. Begitulah esensi terpenting dari lirik kolam susu sehingga orang-orang menjulukinya ibarat tanah surga. Faktanya memang demikian meski pemandangan ironisnya juga tidak dapat kita elakan.

Negeri ini tidak pernah kekurangan apapun dari apa yang dikandung alamnya. Emas, perak, nikel, batu bara, minyak bumi/gas, juga tanah yang subur untuk bercocok tanam hingga luasnya bentangan lautan dengan segala biota-biota di dalamnya. Merujuk dari fakta demikian, tidak semestinya negeri ini dihadapkan dengan rawan kandungan bumi, rawan pangan, dll. Namun pemandangan angka 21,6% penderita stunting di Indonesia pada tahun 2022 menjadi tamparan keras bagi bumi yang kaya raya ini, meskipun persentase ini turun dari tahun sebelumnya.

Stunting merupakan problem serius yang harus segera diselesaikan mengingat negeri ini akan menerima gelombang besar dari bonus demografis. Kecemasan menghadapi bonus demografis itu menjadi cukup beralasan jika angka penderita stunting masih cukup besar mengingat di tangan merekalah kelak tongkat estafet pembangunan bangsa ini akan berlanjut. Negara memang harus hadir dalam pengentasan stunting meskipun hal itu tidak menjadi solusi tunggal. Tetapi panggilan kemanusiaan kita tidak bisa bertumpu pada tugas negara semata, selain motekar mengampanyekan kepedulian kolektif dan civilization care.

Civilization Care Campaign

Angka nasional penderita stunting adalah akumulasi dari sebaran masing-masing daerah di tanah air, termasuk Kota Tasikmalaya tercatat sebanyak 1.720 anak menderita stunting. Universitas Siliwangi sebagai institusi pendidikan perguruan tinggi berkewajiban ikut merumuskan dan memberikan alternatif solusi untuk meminimalisasi dan menyelesaikan kasus ini, guna mendorong lahirnya generasi-generasi masa depan yang potensial dan terlepas dari gagal tumbuh.

Mengingat visi pendidikan harus selalu kontekstual dengan keadaan dan selalu bertumpu pada hakikat kebermanfaatan bagi kehidupan manusia, Universitas Siliwangi dengan sigap merespons gejala sosial ini sebagai fakta sosial dari upaya reaktif Tridarma Perguruan Tinggi. Isu kemiskinan dan Stunting menjadi koor utama dalam Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian, untuk dikaji dasar perkara secara ilmiah dan diaksentuasikan dalam tindakan nyata di lapangan.

KKN tematik-tematik kemiskinan dan stunting, dan penelitian terkait hal serupa didorong untuk mendapat porsi lebih besar agar azas kebermanfaatannya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Pengabdian dengan anjuran setiap dosen diharapkan menjadi Bapak Asuh bagi penderita stunting sudah pula dilakukan secara bertahap.

Program Bapak Asuh bagi anak penderita stunting ini dilakukan berangkat dari temuan penelitian dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi, bahwa untuk mendorong mereka keluar dari jeratan stunting yakni dengan diberikannya asupan makanan yang memenuhi standar perhitungan gizi selama tiga bulan berturut-turut. Para dosen dan Tenaga Kependidikan yang menjadi Bapak Asuh selama tiga bulan ini memberikan pemenuhan asupan makanan secara ketat dan terpantau kepada 52 anak penderita stunting di daerah Kahuripan dan Cikalang yang menjadi radius terdekat dari Universitas Siliwangi.

Panggilan kemanusiaan ini secara permanen dan bertahap akan terus dilakukan oleh pihak Universitas Siliwangi dengan rencana melibatkan para mahasiswa untuk menjadi Kakak Asuh. Program ini gayung bersambut dengan apa yang diinstruksikan PJ. Walikota kepada jajarannya dalam hal menjadi Bapak Asuh bagi para anak penderita stunting di Kota Tasikmalaya.

Tentu upaya memutus mata rantai stunting tidak hanya selesai pada memberikan pemenuhan gizi pada anak semata, program pendataan ibu hamil harus terbebas dari anemia perlu juga  dimaksimalkan. Karena ibu hamil dan anak stunting bagai dua sisi mata uang, dan kemiskinan jadi mata jilat pedangnya.  Entaskan kemiskinan, dengan otomatis Kota Tasikmalaya bisa terbebas dari stunting dan ideks kebahagiaan masyarakat akan meningkat. (Dr. Ir. Nundang Busaeri, M.T., IPU. ASEAN Eng.)

Dr. Ir. Nundang Busaeri, M.T., IPU. ASEAN Eng. adalah Rektor Universitas Siliwangi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *