RADAR TASIKMALAYA – Beberapa minggu ke belakang kita dihangatkan dan diramaikan dengan kabar yang beredar pada lingkup dunia pendidikan terkait gonjang ganjing tunjangan kinerja (TUKIN) bagi Dosen ASN di perguruan tinggi.
Baru-baru ini lingkup dunia olahraga pun dihangatkan dengan polemik Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 yang mengatur tentang tata kelola organisasi olahraga, termasuk tugas dan fungsi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang memunculkan berbagai tanggapan di masyarakat. Regulasi ini berusaha memberikan landasan hukum yang lebih kokoh dalam pengelolaan olahraga di Indonesia. Namun, bukti empiris di lapangan baru-baru ini menunjukkan adanya perdebatan sengit di beberapa kalangan.
Pada kesempatan kali ini penulis bermaksud ingin memberikan perspektif pada salah satu Pasal yang tertulis dalam Permenpora Nomor 14 Tahun 2024, yaitu Pasal 16 yang terdiri dari 6 ayat. Kemungkinan menjadi salah satu bahan yang menjadi sorotan khususnya pada Ayat ke-6 yang berbunyi: “Ketua pengurus beserta perangkat Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi tidak mendapatkan gaji yang bersumber dari bantuan pemerintah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau hibah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)”. Redaksi tersebut dapat menjadi stimulus positif maupun stimulus negatif bagi beberapa kalangan. Bahkan membutuhkan interpretasi yang mendalam, untuk memaknai Ayat tersebut.
Secara positif hal tersebut lebih menegaskan dan menggambarkan sebagai sebuah tantangan bagi insan olahraga atau organisatoris yang ingin benar-benar mengabdikan dirinya untuk kemajuan olahraga, kiranya hal tersebut tidak akan menjadi sebuah rintangan.
Walaupun pada prinsipnya setiap orang akan mengharapkan sebuah apresiasi atau imbalan dari kinerja, serta pengorbanan dari segi waktu, tenaga, dan pikiran yang dicurahkan. Namun, tidak semua orang gila materi, terkadang cukup dengan sebuah apresiasi. Tidak semua orang gila jabatan, terkadang mereka hanya menjalankan sebuah kepercayaan.
Salah satu poin penting dalam Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 adalah pengakuan terhadap pentingnya peran pengurus KONI dalam mendorong perkembangan olahraga nasional. Banyak pengurus KONI yang mendedikasikan waktu, tenaga, dan pikiran mereka untuk memastikan keberhasilan program olahraga, baik di tingkat daerah maupun nasional. Pengorbanan ini sering kali tidak hanya berupa tenaga, tetapi juga melibatkan finansial pribadi demi kelancaran program yang minim dukungan anggaran negara atau dukungan anggaran daerah.
Di sisi lain, pengurus sering kali merasa bahwa kontribusi mereka kurang mendapatkan apresiasi yang memadai. Insentif finansial yang rendah atau bahkan nihil membuat pengurus KONI bergantung pada sumber daya mereka sendiri. Hal ini menimbulkan tuntutan untuk menciptakan mekanisme yang lebih adil dalam menghargai pengabdian pengurus, misalnya melalui tunjangan resmi atau insentif berbasis kinerja dan perlu dipikirkan regulasi serta administrasinya seperti apa.
Secara negatif terbitnya Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 ini membuat beberapa orang berpikir dua kali ketika ingin menjadi pengurus organisasi olahraga khususnya lingkup Olahraga Prestasi baik di tataran daerah, provinsi, bahkan nasional. Di tengah pengabdian banyak pengurus, muncul pula kritik terhadap oknum tertentu yang dianggap menjadikan posisi di KONI sebagai ladang keuntungan pribadi.
Beberapa kasus menunjukkan adanya praktik manipulasi anggaran, alokasi dana yang tidak transparan, atau bahkan nepotisme dalam penunjukan jabatan. Fenomena ini menciptakan persepsi negatif bahwa sebagian pengurus lebih fokus pada keuntungan materi daripada memajukan olahraga nasional.
Isu ini sering kali diperkuat oleh ketidak jelasan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas, yang membuat publik sulit memisahkan pengurus yang tulus dari oknum yang memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, kepercayaan terhadap institusi KONI sebagai badan olahraga nasional kerap diragukan, meskipun tidak semua pengurus bersikap demikian.
Hal ini akan menjadi buah bibir yang harus dipikirkan ke depannya baik oleh organisasi keolahragaan, ataupun instansi/dinas terkait yang menaungi hal tersebut. Namun, untuk meredam polemik, beberapa langkah strategis dapat diambil bagi para pengurus yang akan dan tengah menjabat di organisasi keolahragaan baik tataran daerah, provinsi, dan nasional, antara lain:
Pertama, Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas: Implementasi sistem audit independen yang transparan dapat meminimalisir peluang penyalahgunaan anggaran. Hal ini akan memastikan bahwa setiap dana digunakan sesuai dengan tujuan olahraga.
Kedua, Memberikan Insentif Berbasis Kinerja: Pengurus yang memberikan kontribusi signifikan perlu diberikan insentif berbasis kinerja, baik dalam bentuk finansial maupun non-finansial. Hal ini dapat menciptakan motivasi sekaligus menghargai pengabdian mereka.
Ketiga, Penguatan Regulasi dan Penegakan Hukum: Perlu ada sanksi tegas bagi oknum yang terbukti melakukan praktik money-oriented. Regulasi tambahan untuk memperketat rekrutmen pengurus juga diperlukan agar hanya individu dengan integritas tinggi yang terlibat dalam kepengurusan organisasi keolahragaan.
Keempat, Edukasi dan Sosialisasi: Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa mayoritas pengurus KONI bekerja untuk kepentingan olahraga, sehingga tidak semua kritik harus digeneralisasi. Edukasi ini juga penting untuk mendukung transparansi dan mendorong partisipasi aktif masyarakat terhadap manajemen organisasi dan kemajuan olahraga.
Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 hadir dengan tujuan memperbaiki tata kelola organisasi olahraga di Indonesia. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada “implementasi yang mampu menjembatani kebutuhan apresiasi terhadap pengabdian pengurus dan meminimalisasi perilaku money-oriented untuk kalangan tertentu”.
Regulasi ini diharapkan dapat mendorong profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan olahraga. Untuk mewujudkan harapan tersebut dibutuhkan sinergitas dan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah, eksekutif, legislatif, dinas dan instansi terkait, pengurus KONI, pengurus Cabang Olahraga, dan masyarakat, untuk memastikan bahwa olahraga di tataran kabupaten/kota, provinsi, dan nasional berkembang sesuai cita-cita nasional. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, polemik ini dapat diatasi, sehingga semangat olahraga sebagai pemersatu bangsa dapat tetap terjaga.
Mari kita bersama-sama mendukung pelaksanaan Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 dengan meningkatkan kesadaran pentingnya olahraga dalam kehidupan sehari-hari. Jadikan olahraga sebagai bagian dari budaya kita, tidak hanya untuk meraih prestasi tetapi juga untuk menciptakan masyarakat yang sehat, aktif, dan harmonis. #Salam Olahraga..Jayaaa!!! (Fegie Rizkia Mulyana MPd)
Penulis: Dosen Pendidikan Jasmani, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi