RADAR TASIKMALAYA – Kesehatan mental merupakan sebuah urgensi yang terkadang kita abaikan dalam kehidupan, sehingga tidak kita sadari dan rasakan bahwa sebenarnya kita sedang dalam gangguan mental.
Gangguan mental juga dikenal sebagai gangguan kejiwaan atau gangguan psikologis, mengacu pada kondisi kesehatan mental yang memengaruhi pikiran, perasaan, perilaku, dan fungsi sehari-hari seseorang. Gangguan mental dapat bervariasi dalam tingkat keparahan, durasi, dan jenis gejala seperti depresi, kecemasan, skizofrenia, gangguan bipolar, gangguan makan, dan banyak lagi (WHO).
Hal tersebut sejalan dengan pengertian gangguan jiwa menurut (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014) yaitu orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Gejala-gejala yang ditimbulkan dari gangguan mental atau gangguan jiwa terkadang dapat memengaruhi juga pada kesehatan fisik atau kesehatan jasmani seseorang, dalam pengertian lain dikatakan psikosomatik yaitu keluhan fisik yang timbul atau dipengaruhi oleh pikiran atau emosi.
Kondisi jasmani seseorang tidak cukup dengan memiliki tubuh yang sehat saja, akan tetapi untuk mengoptimalkan semua kinerja atau aktivitas yang kita jalani dalam kehidupan sehari-hari sejatinya membutuhkan derajat kebugaran jasmani yang baik. Seseorang yang memiliki derajat kebugaran jasmani yang baik akan lebih adaptif dan produktif, serta tidak mengalami kelelahan yang berarti sehingga memiliki pulih asal yang cepat.
Begitu juga dengan pentingnya memiliki kesehatan mental dalam menghadapi berbagai tantangan, tuntutan, dan permasalahan dalam dunia kerja. Sejatinya orang yang memiliki kesehatan mental yang baik, akan memiliki ketangguhan mental yang baik pula. Seseorang yang sehat mental dapat tetap berkinerja di bawah tekanan dan tantangan, mampu menuntaskan beberapa tuntutan pekerjaan, serta dapat menjaga fokus serta terbebas dari pikiran-pikiran negatif yang dapat mempengaruhi kesetabilan emosi saat berkinerja.
Keadaan mental seseorang sama halnya dengan derajat kebugaran seseorang, selalu mengalami fluktuasi karena dihadapkan dengan tuntutan, kondisi, dan tekanan yang mereka hadapi yang kian hari terus berubah. Begitu juga dengan derajat kebugaran seseorang, kondisi prima dihasilkan dari aktivitas fisik yang dilakukan secara berkelanjutan. Sehingga banyak istilah yang diungkapkan untuk menggambarkan konsep mental itu sendiri.
Agar lebih memahami dan tidak hanya sekedar tahu apa itu kesehatan mental, mari kita analisis beberapa pengertian kesehatan mental sebagai berikut;
Menurut Undang-undang No.18 Tahun 2014, menyebutkan kesehatan mental dengan istilah kesehatan jiwa, yaitu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan stress, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Pengertian ini sejalan dengan World Health Organization (WHO) yang menjelaskan kesehatan mental sebagai kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.
Selanjutnya (Pieper & Uden, 2006) menganalogikan kesehatan mental sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang realistis terhadap dirinya sendiri, dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, mampu menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya. American Psychological Association (APA) mendefinisikan kesehatan mental sebagai keadaan pikiran yang ditandai dengan kesejahteraan emosional, penyesuaian perilaku yang baik, kebebasan relatif dari kecemasan dan gejala-gejala yang melumpuhkan, kemampuan untuk membangun hubungan yang konstruktif mengatasi tuntutan dan tekanan hidup sehari-hari.
Selain istilah tersebut ada yang mengatakan “mental fitness” yaitu kebugaran mental mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengatur secara optimal pikiran, perasaan, dan perilaku serta bertindak dengan tujuan dan cara yang konsisten untuk menghadapi berbagai tuntutan yang dihadapi (MacNeill, 2014).
Selanjutnya ada istilah yang mengungkapkan ketangguhan mental atau “mental toughness” merupakan istilah yang menggambarkan kumpulan atribut yang memungkinkan seseorang untuk bertahan melalui situasi yang sulit baik saat proses latihan ataupun dalam menghadapi pertandingan tanpa kehilangan kepercayaan. Istilah mental toughness digunakan juga dalam situasi olahraga untuk menggambarkan keadaan mental atlet yang bertahan melalui situasi olahraga yang sulit untuk berhasil (Marsun, 2016).
Berdasarkan pengertian kesehatan mental di atas, masing-masing pengertian memiliki kata kunci sehingga dapat disimpulkan beberapa indikator untuk mendeskripsikan kesehatan mental yaitu; berpikir positif, sadar potensi diri, memiliki kesejahteraan diri, kemampuan mengelola emosi, mampu mengatasi tuntutan dan tekanan hidup, adaptif, kontributif, dan produktif. Intinya suatu keadaan dan kemampuan seseorang dalam mengelola pikiran, dan perilaku di bawah tekanan serta berusaha bersikap positif dalam situasi yang negatif tanpa kehilangan kontrol dan kepercayaan diri.
Ketika berbicara mental banyak unsur-unsur yang saling berkaitan seperti pikiran, perasaan, dan sikap atau perilaku yang bisa mempengaruhi kinerja seseorang. Kesehatan mental merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan yang mencakup berbagai dimensi, termasuk fisik, emosional, sosial, dan spiritual. Kesehatan mental dan kebugaran jasmani keduanya memiliki peran penting dalam kehidupan seseorang, dan keduanya saling berkaitan.
Penting untuk dipahami bahwa kesehatan mental dan fisik seringkali saling memengaruhi, dan pemeliharaan keseimbangan antara keduanya dapat mendukung kesejahteraan secara keseluruhan. Aktivitas fisik yang dilakukan secara berkelanjutan dapat meningkatkan produksi endorfin (hormon kebahagiaan), mengurangi stres, meningkatkan kualitas tidur, dan memperbaiki suasana hati (Mahindru, 2023).
Namun, perlu dipahami bersama aktivitas fisik atau kegiatan olahraga yang seperti apa yang dapat menunjang pada kesehatan mental? Yakni aktivitas fisik atau olahraga yang digemari dan dilakukan dengan kesenangan, tanpa tekanan atau paksaan, serta sesuai dengan prinsip frequency, intensity, time, and type (FITT). Sebagian kalangan masyarakat terkadang memiliki tendensi dan ambisi bahwa dalam sebuah permainan atau olahraga harus diakhiri dengan sebuah kemenangan.
Walaupun efek dari aktivitas yang dilakukan niscaya memberikan dampak positif terhadap kesehatan, akan tetapi dengan adanya pikiran, dan emosi yang mengganjal untuk menang, bahkan tidak menerima kekalahan akan berdampak pada kestabilan mental dan sedikitnya mempengaruhi terhadap imunitas tubuh dalam jangka panjang.
Realita lain yang terjadi di kalangan komunitas gender perempuan, banyak yang melakukan olahraga senam atau sejenisnya fokusnya bukan ke intensitas dan denyut nadi untuk mengontrol ambang rangsang, malah dipusingkan dengan aturan outfit apa yang harus dipakai untuk hari esok dan seterusnya. Sehingga mempengaruhi kenyamanan dan konsentrasi anggota lain yang ingin berniat berolahraga.
Apalagi seusai olahraga ujung-ujungnya mengonsumsi makanan-makanan berlemak jahat. Sehingga kalori yang sudah terbuang dengan olahraga otomatis terbayar tuntas, malahan terjadi surplus kalori, yaitu kalori yang masuk ke tubuh lebih besar dari kalori yang dikeluarkan. Pada akhirnya apa pun aktivitas atau olahraganya, kembali pada tujuan dan kebutuhan pribadi serta memperhatikan waktu dan tipe olahraga yang dilakukan agar aktivitas olahraga yang dilakukan benar-benar bermanfaat bukan hanya untuk fisik saja, tapi menunjang pada kesehatan mental.
Oleh karena itu, sebaiknya diupayakan untuk mencapai keseimbangan antara kesehatan mental dan kebugaran jasmani agar dapat mengarungi kehidupan dan tantangan dalam pekerjaan. Pilihan gaya hidup sehat, seperti olahraga teratur, pola makan seimbang, cukup istirahat, dan manajemen stres, dapat berkontribusi pada kesejahteraan secara keseluruhan, baik secara mental maupun fisik.
Kesehatan mental dapat dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis, dan sosial. Faktor-faktor seperti dukungan sosial, lingkungan kerja, dan kondisi kehidupan sehari-hari diidentifikasi sebagai prediktor atau elemen penting yang dapat mempengaruhi kestabilan mental. Berkaca pada kewajiban Dosen yaitu dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, juga disibukkan dengan berbagai urusan eksternal yang dapat menguras waktu, tenaga, pikiran, dan juga emosi.
Kemudian tuntutan karier, pekerjaan, serta tekanan-tekanan yang berasal dari sebuah jabatan, organisasi, lingkungan sosial, dan kebutuhan keluarga yang kian hari serba fluktuatif. Rasanya ruang dan waktu pun serasa sempit untuk kita bisa bernafas dan bergerak, seperti halnya gadget atau handphone yang kita miliki yang ruang penyimpanannya hampir penuh dengan file-file akademik dan berisikan group-group informasi terkait dengan pekerjaan.
Setiap orang pasti memiliki cara dan tipe yang berbeda-beda dalam merespon setiap tantangan atau permasalahan yang dihadapi.
Perbedaannya terletak pada bagaimana cara berpikir, dan menyimpulkan sesuatu dengan prinsip, keyakinan (belief), atau nilai (value) yang dimiliki. Sejatinya peristiwa yang terjadi dialam semesta, apa yang kita lihat dan amati dalam kehidupan sehari-hari sifatnya netral. There is nothing either good or bad but thinking makes it so (William Shakespeare).
Tidak ada yang baik atau buruk, akan tetapi pikiran kitalah yang menyimpulkannya demikian. If thought corrupts language, language can also corrupt thought (George Orwell). Ada baiknya kita memahami dan mengkhayati ungkapan tersebut, bahwa benar jika pikiran yang kita simpulkan dapat merusak bahasa, sebaliknya bahasa juga dapat merusak pikiran kita. Pada prinsipnya mental berkaitan dengan apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, apa yang kita persepsikan dari sebuah peristiwa, sehingga akan menjadi sebuah belief, dan value yang nantinya menjadi sebuah perilaku yang menetap. Your thoughts become words, your words become actions, your actions become habits, and your habits become your character (Lao Tzu). Ungkapan tersebut mendeskripsikan bahwa perilaku seseorang yang menetap menjadi sebuah karakter dibentuk dari sebuah pikiran yang diutarakan melalui perkataan yang diimplementasikan melalui tindakan sehingga menjadi sebuah kebiasaan.
Untuk menyelaraskan perilaku yang kita tunjukan dalam merespons tuntutan, tantangan, dan permasalahan baik dalam dunia kerja ataupun kehidupan nyata, kuncinya dengan mengaplikasikan beberapa indikator dari pengertian kesehatan mental itu sendiri. Seperti berpikir positif, sadar akan kemampuan diri, memiliki kesejahteraan diri, hal ini sejalan dengan apa yang digagas oleh Psikolog Humanistik Carl Rogers (1957) yang menitikberatkan pada konsep pemahaman diri, penerimaan diri, dan pengembangan diri.
Rogers mengemukakan konsep “penerimaan tanpa syarat” sebagai bagian integral dari dukungan kesehatan mental. Agar kesehatan mental dapat terjaga, minimalnya kita harus mengenal dan memahami potensi diri termasuk menerima antara kekurangan dan kelebihan diri. Dengan seperti itu kesejahteraan diri (wellbeing) dan hargai diri (self-esteem) dapat terbangun.
Selain memahami diri sendiri, wajib pula untuk dapat memahami karakter serta menghargai prinsip orang lain, bahkan dapat menerima dan mengindahkan kebijakan-kebijakan dari seorang pemimpin. Sejatinya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan terlepas dari sebuah interaksi intrapersonal dan interpersonal. Dengan memahami orang lain kita pun tidak akan dipusingkan dengan berbagai karakter atau sikap yang ditunjukkan orang lain kepada kita.
Tepatnya, kita akan memiliki pemahaman dari suatu keberagaman, pandai berdamai dengan sebuah harapan yang tidak relevan dengan kenyataan bahkan keinginan, karena satu-satunya tempat berharap hanyalah pada sang Pencipta. Agar lebih dapat memahami karakter orang lain, wajib diketahui pula bahwa pada prinsipnya setiap individu memiliki kebutuhan dasar dalam hidupnya.
Manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhannya secara hierarkis demi mencapai keinginan dan tujuan hidupnya. Abraham Maslow (1987) seorang Psikolog Amerika, merupakan teoretikus yang banyak memberi inspirasi dalam teori kepribadian menetapkan terkait kebutuhan hierarki manusia (Hierarchy of Needs), yaitu: (1) Physiological needs, merupakan kebutuhan fisiologis manusia yang berkaitan dengan udara untuk bernafas, makan, minum, tempat tinggal, pakaian, kehangatan, kebutuhan biologis, dan kebutuhan tidur untuk beristirahat. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling penting, ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka tubuh manusia tidak dapat berfungsi secara optimal.
(2) Safety needs, merupakan kebutuhan keselamatan, sejatinya manusia membutuhkan perlindungan, keamanan, hukum, serta kebebasan dari rasa takut. (3) Love and belongingness needs, merupakan kebutuhan sosial dan melibatkan perasaan memiliki. Meliputi persahabatan, kepercayaan, penerimaan, memberi dan menerima kasih sayang dan cinta, kebutuhan berafiliasi, kebutuhan menjadi bagian dari suatu kelompok baik keluarga, teman, dan pekerjaan. (4) Esteem needs, merupakan kebutuhan penghargaan terhadap diri sendiri yang berkaitan dengan martabat, prestasi, penguasaan, kemandirian, reputasi. Selain itu kebutuhan atau rasa hormat dari orang lain terkait dengan status dan prestise. (5) Self-actualization needs, merupakan kebutuhan akan pemenuhan diri, menyadari potensi diri, kebutuhan untuk mencapai pertumbuhan pribadi, pengalaman puncak, dan keinginan untuk menjadikan segala sesuatu mampu dicapai.
Setelah memahami apa yang menjadi hierarki kebutuhan manusia, setidaknya kita juga dapat mempelajari dan memberikan perlakuan yang tepat, serta dapat memberikan respons yang positif dalam menanggapi perilaku dan pencapaian orang lain dalam konteks pekerjaan dan kehidupan. Sebelum memahami batin dan watak orang lain, mari kita pahami dan kenali dulu diri kita sendiri. Sebelum memperbaiki hubungan interpersonal kita, alangkah baiknya kita perbaiki kemampuan intrapersonal kita sebagai penunjang kesehatan mental.
Lantas bagaimana upaya kita untuk dapat menjaga kesehatan mental? Karena mental berkaitan dengan psikis seseorang, tidak akan terlepas dari pikiran, perasaan, dan perilaku yang saling berkaitan. Penulis menyajikan beberapa kiat sederhana dari sekian banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental kita, yaitu:
(1). membangun konsep diri (self-concept) yang positif, Konsep diri merupakan kesadaran individu terhadap dirinya sendiri serta kesadaran akan identitas diri sendiri. (Lawrence, 2006). Konsep diri berisikan dan terdiri dari self-image, ideal self, dan self-esteem (Roger, 1959). Self-image yaitu bagaimana seseorang terlihat oleh orang lain, dan bagaimana pula seseorang melihat dirinya sendiri. Ideal self berkaitan dengan bagaimana seharusnya kita berharap dan berpikir tentang keberadaan diri dengan kenyataan. Sedangkan self-esteem suatu evaluasi positif atau negatif terhadap diri sendiri, sehingga timbul penghargaan terhadap keberadaan dan keberartian diri sendiri. Biasakanlah membangun konsep diri yang positif dengan berani menyadari apa yang menjadi kelemahan diri, menyadari bahwa kita siapa, memahami potensi diri sehinga nantinya akan mampu menempatkan diri dalam berbagai posisi dan situasi. Sehingga akan mudah mengatualisasikan diri dengan minat dan kemampuan yang dimiliki. Menaruh harapan dan menargetkan tujuan sesuai dengan kemampuan, dari hal tersebut akan terbangun kepuasaan tersendiri dengan menghargai pencapaian diri. Terkadang diri harus pandai mensyukuri apa yang telah kita lalui, misalnya dalam pencapaian pekerjaan, kita harus bersyukur dengan hasil kinerja kita walaupun kurang berkualitas, tetapi pekerjaan yang kita kerjakan akhirnya tuntas.
(2). memiliki pemikiran positif (positive mind), berpikir positif merupakan cara pandang atau berpikir ke arah positif, yaitu melihat sesuatu dari perspektif kebaikan dan hikmah yang terkandung di dalamnya (Maksum, 2011). Sejatinya perilaku yang kita tunjukkan berawal dari bagaimana otak kita mempersepsikan sesuatu, bagaimana pemikiran kita menyimpulkan dan memutuskan sesuatu. Berhati-hatilah dengan pikiran, karena pikiran jauh lebih tajam dari sebuah bilah pisau. Bahkan kekuatan pikiran bisa menembus ruang dan waktu. Contohnya raga kita sedang berada di tahun sekarang 2023, akan tetapi pikiran kita dapat membayangkan ditahun- tahun selanjutnya. Jangan sampai anda dikendalikan oleh pikiran negatif anda, tapi kendalikanlah pikiran anda dengan diri anda sendiri. Ingatlah quotes yang disampaikan oleh William Shakespeare, George Orwell, dan Lao Tzu di atas! Dalam menghadapi tuntutan dan permasalahan dalam hidup biasakan untuk berusaha memiliki pemikiran yang positif. Menganalisis setiap peristiwa, tidak menyimpulkan setiap permasalahan sebagai suatu yang merugikan, tapi jadikan permasalahan sebagai suatu pembelajaran dan pendewasaan diri, serta mengambil makna dari setiap pengalaman yang dilalui. Ada baiknya kita memahami dan mempercayai satu hadist ini: “apa yang baik bagimu, belum tentu baik bagi-Nya, begitu pula sebaliknya” (QS. Al Baqoroh, 216). Tips berpikir positif antara lain: a. pahami kemampuan diri, hargai pencapaian diri, syukuri apa yang kita dapati., b. saling mengisi, saling memahami, dan jalin komunikasi positif., c. pandai memetik hikmah dan menyimpulkan kebaikan dari setiap permasalahan., d. jangan termakan oleh kebencian, dan jangan terlena dengan kekaguman., e. meyakini setelah kesulitan akan ada kemudahan.
(3) membangun Positive Self-Talk. Self-talk adalah dialog internal dengan diri sendiri yang dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar, dengan mengungkapkan pikiran, pertanyaan, serta gagasan. Berikut manfaat self-talk : membantu berdamai dengan situasi yang tidak bisa dikontrol, membantu meredekan stress, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan energi positif, membantu untuk tetap fokus, dan meningkatkan kontrol emosi. Biasakan berdialog dengan diri dengan kata-kata yang positif. Jika menghadapi suatu keadaan yang mengancam kenyamanan dan kepercayadirian, usahakan dengan mengatakan dalam diri “saya yakin bisa melaluinya!” dengan mengepalkan tangan anda, ataupun sambil menepuk dada anda. Ini merupakan simbol (Anchoring) berupa gestur tubuh untuk membangun energi positif dalam diri anda!
Contoh kasus lain, ketika anda dihadapkan dengan sebuah kepercayaan baru yang pimpinan atau orang lain berikan kepada anda, terkadang kita suka berdialog dalam diri: “Saya belum pernah melakukan ini sebelumnya. Saya pasti akan mengecewakan semuanya”.
Sebagai orang yang memiliki konsep diri dan memiliki pikiran positif, self-talk yang sebaiknya diungkapkan dalam diri adalah: “Ini adalah kesempatan yang luar biasa bagiku. Saya akan memanfaatkannya sebaik mungkin dan memberikan yang terbaik.”
Masih banyak tips yang relevan untuk menjaga kesehatan mental (mental health) dalam menjalankan tupoksi kita baik sebagai manusia atapun sebagai pekerja dalam rutinitas sehari-hari. Namun, pada artikel ini, penulis lebih fokus pada konsep dasar kesehatan mental itu sendiri, dan kemampuan intrapersonal diri, serta keterampilan mental (mental skill) yang wajib dimiliki seperti membangun pikiran dan konsep diri (self-concept) positif, dan membangun komunikasi diri (self-talk) yang positif. Karena keterampilan ini merupakan keterampilan dasar dan utama yang dapat menunjang keterampilan-keterampilan mental lainnya dalam membangun kesehatan mental (mental health) dan ketangguhan mental (mental toughness).
Semoga bahasan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya, dan sebagai refleksi diri bagi penulis khususnya. Semoga kita semua bisa lebih bijak dalam bertindak, dan berwibawa dalam bertutur kata. Pandai mengapresiasi diri dan memberikan penghargaan atas pencapaian diri sendiri. Selalu berkontribusi menebar manfaaat dan energi positif kesetiap umat. Maknailah perjalanan hidup, dan selalu bersyukur. (Fegie Rizkia Mulyana MPd)
Penulis adalah Dosen Pendidikan Jasmani, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi