RADAR TASIKMALAYA – Tuhan menciptakan manusia dengan segala kesempurnaannya untuk menjadi individu yang berperan dan berkesan. Peran manusia dalam kehidupan sehari-hari dari aktivitas kecil sekalipun akan berdampak pada sekitar dan dampak itulah yang menjadi kesan pada sekelilingnya. Misalkan saja, perilaku manusia terhadap sampah yang melekat dari mobilitasnya di mana pun, sering kali melibatkan peran manusia sebagai pembuang sampah sembarangan.
Oknum-oknum tersebut tampak tiada jera, tidak peduli, atau pikirannya tidak kuasa menjangkau kesan apa yang akan timbul dengan perilakunya tersebut terhadap lingkungan di masa yang akan datang. Apakah pendidikannya yang salah atau manusianya itu sendiri yang gagal menentukan peran dan kesannya di masyarakat, sehingga tidak memiliki kesadaran mumpuni dan hanya mampu berpikir untuk menentukan peran dan kesan dirinya hanya sebatas atribut saja, serta tidak menjadi kebiasaan yang meresap ke dalam alam bawah sadarnya?
Fenomena ini menjadi pijakan penting untuk memperkenalkan pentingnya literasi dalam pembangunan pribadi dan sosial. Literasi, dalam prosesnya, bukan hanya sebatas pada kemampuan membaca dan menulis saja, namun efek dari aksi tersebut dapat menumbuhkan kesadaran untuk membentuk perilaku hidup yang lebih baik, dan melalui pendidikan lah maka literasi akan menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan. Melalui pendidikan seseorang dapat mengembangkan keterampilan dan kemampuannya, dan aktivitas yang dapat menjadi wahana untuk hal-hal tersebut adalah literasi.
Sinergi keduanya menjadikan seorang individu memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif, yaitu bahwa ia akan selalu melibatkan kemampuannya untuk mengevaluasi informasi, memecahkan masalah, dan berkontribusi pada inovasi dan perkembangan masyarakat. Dari sinilah dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan fondasi untuk pengembangan literasi.
Menyikapi hal-hal tersebut, maka peran seorang dosen dalam menjalankan aksi nyata yang berkontribusi terhadap masyarakat adalah dengan melakukan penerapan praktis dari pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan dan literasi untuk memecahkan masalah konkret dalam masyarakat.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat menjadi jalur untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan dari perguruan tinggi ke masyarakat. Hal ini melibatkan berbagai bentuk interaksi, seperti pelatihan, penyuluhan, atau proyek penerapan praktis, misalnya melalui kegiatan English Club dan kelompok menulis yang melibatkan guru dan siswa di sekolah. Dua kegiatan tersebut dipilih karena diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa karena pemahaman bahasa yang baik dapat membantu pengembangan pemikiran kritis dan analitis.
Selain itu, dengan memiliki keterampilan berbahasa yang baik memungkinkan seseorang untuk partisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat, apalagi di era digital, tuntutan untuk memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif melalui platform media sosial, email, dan berbagai bentuk teknologi komunikasi lainnya akan sangat berdampak meningkatkan kualitas diri.
Menurut guru bahasa Inggris, Lulita SPd sekaligus wakasek bidang kurikulum di SMA Terpadu Darulmutaalimin Kota Tasikmalaya Ekskul bahasa Inggris “PERINTIS”, dan literasi “MANIS” memiliki banyak manfaat untuk semuanya, baik siswa, guru ataupun lembaga. Adanya kerja sama yang terjalin, sekolah merasa terbantu untuk mengembangkan potensi-potensi siswa dalam bidang bahasa Inggris dan literasi. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut, para siswa termotivasi untuk menjadi SDM unggul. Output kegiatan pun dapat menjadi aksi nyata yang menjadi solusi partisipatif sekolah dalam kegiatan lomba-lomba keterampilan berbahasa. Ketika sekolah berpartisipasi secara langsung nama sekolah pun terpromosikan. Para siswa dibina oleh dosen dari kampus dan juga didampingi oleh para mahasiswa berbakat yang dilibatkan. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri yang memotivasi siswa untuk aktif berlatih dan ikutserta dalam semua kegiatan.”
Kegiatan pengabdian ini diketuai oleh Dr Agis Andriani SPd MHum. Pada pemaparannya, English Club ini adalah perintis. Berprinsip ‘PERINTIS’ yang dimaksud merupakan singkatan dari pelopor, Inovator, dan Inisiator. Tiga kata pengurai singkatan tersebut menjadi tujuan dan harapan dari kegiatan ini. Bahwa kegiatan tersebut dapat menjadi penggerak untuk menjadi anchor, yang memberikan motivasi untuk kemajuan yang berkelanjutan. Dalam prosesnya, kegiatan tersebut memotivasi para siswa untuk mengembangkan diri sehingga efeknya dapat berdampak positif untuk sekitar dan menggugahkan untuk mengikuti jejak perubahan dengan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menjadi seorang inisiator adalah bahwa rekan sesama siswa dapat tergerak untuk bersama mengikuti perkembangan.
Dalam prakteknya, empat orang mahasiswa dilibatkan dalam kegiatan English club untuk ikut serta memandu tiap sesi pertemuan rutin mingguan selama 12 minggu di semester ganjil dan selama 6 minggu di semester genap. English club ini pun adalah forum perintis yang menjadi pelopor untuk semuanya, baik itu guru mata Pelajaran bahasa inggris, begitu juga pihak sekolah. Selain itu pun dilaksanakan juga kegiatan menulis untuk siswa dan para guru. Para guru terlebih dahulu dibina untuk berkolaborasi menulis sehingga tersusunlah sebuah buku berjudul Kisahku KepadaMu: Refleksi Profesionalime dalam Pendidikan (2022). Buku tersebut adalah karya bersama antara dosen dan para guru untuk berbagi pengalamannya dalam dunia pengajaran. Hasil karya tersebut menjadi penggema motivasi kepada para siswa yang kemudian dibina untuk menulis. Tulisan-tulisan para siswa tersebut ditujukan untuk menjadi ‘MANIS’. Kata tersebut adalah singkatan dari Merdeka, Amanah, Naratif, Inspiratif, dan Sportif. Maksudnya adalah bahwa kegiatan menulis tersebut menjadi wadah untuk berperan serta secara aktif mendukung program pemerintah untuk kemajuan pendidikan Indonesia (melalui Kurikulum Merdeka).
Para siswa selanjutnya diberikan pembinaan untuk menentukan ide mereka, menyadari peran mereka, membuat alur cerita dari pengalaman mereka, menghasilkan karya yang menginspirasi, dan menjunjung tinggi kejujuran dalam kehidupannya. Seorang siswa bernama Nayla pun mengekspresikan antusismenya terlibat dalam kegiatan ini, “Saya menyukai cerita dari umur 9 tahun, dan ini awal dari karyaku. 10 tahun mendatang aku ingin menjadi seorang penulis cerita yang terkenal.”
Kegiatan ini masih akan terus berproses dan progresif. Hal ini dilandaskan pada prinsip bahwa pembangunan sumber daya manusia bukan perkara singkat dan praktis. Dampaknya mungkin tidak akan langsung tampak dan kentara, namun jika dilaksanakan dengan prinsip dan komitmen kuat bukan tidak mungkin literasi dan pendidikan akan membawa manusia ke tingkat yang lebih tinggi untuk memperbaiki peradaban dan kemajuan bangsa Indonesia di masa yang akan datang. (Dr Agis Andriani SPd MHum)
Penulis adalah Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP Universitas Siliwangi