Peranan Pupuk Organik Dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan

Pertanian44 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Strategi pembangunan pertanian masa lalu yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi tinggi telah menyebabkan terjadinya degradasi kapasitas produksi dan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan hasil kongres Komisi Dunia Mengenai Lingkungan dan Pembangunan (World Comission on Environment and Development) PBB pada tahun 1987 telah merumuskan konsep pertanian berkelanjutan yang berisi bahwa pembangunan pertanian harus dapat memenuhi kebutuhan pangan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya.

Pada tahun 1992, seluruh pemimpin dunia membahas konsep pembangunan berkelanjutan pada semua aspek kehidupan pada KTT Bumi di Rio de Janreo, Brazilia yang dikenal dengan nama Agenda 21. Pada sektor pertanian, terdapat program Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD).

Dalam kaitannya untuk mewujudkan kondisi lingkungan yang lebih baik, sehingga pertanian berkelanjutan menjadi prinsip dasar pembangunan pertanian seluruh dunia. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin.

Keberlanjutan yang dimaksud meliputi: penggunaan sumber daya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan.

Sampai saat ini masih merupakan dilema berkepanjangan antara usaha meningkatkan produksi pangan dengan menggunakan produk agrokimia dan usaha pelestarian lingkungan yang berusaha mengendalikan/membatasi penggunaan bahan-bahan tersebut. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan dan tidak terkendali mempunyai dampak yang sama terhadap lingkungan yaitu penggunaannya setiap waktu meningkat, efisiensinya menurun, dan cenderung berdampak negatif terhadap lingkungan.

Tanah sebagai sumber daya yang digunakan untuk keperluan pertanian dapat bersifat sebagai sumber daya yang dapat pulih (reversible) dan dapat pula sebagai sumber daya yang dapat habis. Dalam usaha pertanian, tanah mempunyai fungsi utama sebagai sumber penggunaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, dan sebagai tempat tumbuh dan berpegangnya akar serta tempat penyimpan air yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup tumbuhan.

Sejak manusia melakukan pertanian menetap, mulailah petani mengupayakan pengelolaan kesuburan tanah, yaitu dengan penambahan bahan organik untuk memulihkan kembali status hara dalam tanah. Perkembangan selanjutnya tidak terbatas pada penggunaan pupuk organik, namun juga dengan penggunaan pupuk buatan. Pada tahun enam puluhan terjadilah biorevolosi di bidang pertanian, yang dikenal sebagai revolusi hijau yang telah berhasil mengubah pola pertanian dunia secara spektakuler. Petani mulai berpaling meninggalkan penggunaan pupuk organik, berubah ke penggunaan pupuk buatan yang berkonsentrasi hara tinggi. Dengan revolusi hijau tersebut, produksi pangan dunia meningkat dengan tajam, sehingga telah berhasil mengatasi kekhawatiran dunia akan adanya krisis pangan dalam dua-tiga dasawarsa terakhir. Peningkatan produksi pangan tersebut disebabkan pola input intensive atau teknologi masukan tinggi yang salah satunya dicirikan dengan penggunaan agrokimia yang berupa penggunaan  pupuk kimia dan pestisida yang tinggi, dan penggunaan varietas unggul yang dicirikan oleh umur pendek dengan hasil tinggi, sehingga terjadi pengurasan hara dalam kurun waktu yang pendek relatif tinggi. Akibat dari perubahan pola budidaya ini, menyebabkan kebutuhan pupuk dunia melonjak sangat pesat dari tahun ke tahun termasuk Indonesia.

Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi yang tidak proporsional ini, akan berdampak pada penimpangan status hara dalam tanah, sehingga akan memungkinkan terjadinya kekahatan hara lain. Di samping itu, petani mulai banyak yang meninggalkan penggunaan pupuk organik baik yang berupa pupuk hijau ataupun kompos, dengan anggapan penggunaan pupuk organik kurang efektif dan efisien, karena kandungan unsur hara dalam bahan organik yang relative kecil dan lambat tersedia. Akibat dari itu, akan berdampak pada penyusutan kandungan bahan organik tanah, bahkan banyak tempat-tempat yang kandungan bahan organiknya sudah sampai pada tingkat rawan. Dilaporkan, sekitar 60 persen areal sawah di Jawa kandungan bahan organiknya kurang dari satu persen. Sementara, sistem pertanian bisa menjadi berkelanjutan (sustainable) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 3%.

Sering kurang disadari oleh petani, bahwa walaupun peran bahan organik terhadap suplai hara bagi tanaman kurang, namun peran bahan organik yang paling besar dan penting adalah kaitannya dengan kesuburan fisik tanah. Apabila tanah kandungan humusnya semakin berkurang, maka lambat laun tanah akan menjadi keras, kompak dan bergumpal, sehingga menjadi kurang produktif.

Salah satu langkah untuk memelihara kesuburan tanah, adalah dengan penggunaan kembali bahan/pupuk organik. Walaupun penggunaan bahan organik sudah bukan bahan yang baru lagi, namun mengingat betapa pentingnya bahan organik dalam menunjang produktivitas tanaman dan sekaligus mempertahankan kondisi lahan yang produktif dan berkelanjutan, maka pembahasan terhadap bahan organik tidak henti-hentinya untuk dikaji.

Bahan/pupuk organik di samping berpengaruh terhadap pasokan hara tanah juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah lainnya. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan  kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan mempertahankan kelembaban tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan/pupuk organik. Peran bahan/pupuk organik yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang  tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi.

Melihat aspek dari komponen fisik sistem pertanian berkelanjutan. Konservasi tanah dan air adalah teknologi ramah lingkungan yang dapat mengendalikan erosi, aliran permukaan dan kehilangan hara serta meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman. Selain itu, teknologi konservasi tanah dan air layak secara finansial dan berpeluang diadopsi oleh petani.

Penurunan produktivitas tanah, terutama di areal lahan kering, umumnya disebabkan oleh erosi. pencemaran, eksploitasi lahan, dan aktivitas penambangan  Area pesawahan degradasi tanah lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan hara, penurunan kadar bahan organik tanah, dan pendangkalan lapisan olah tanah. Sifat fisika tanah yang berpengaruh terhadap kualitas lahan sawah di antaranya adalah drainase, permeabilitas, tekstur, dan porositas tanah.

Dalam sistem pertanian berkelanjutan pemberian pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur, sehingga mempermudah pengolahan tanah. Tanah berpasir menjadi lebih kompak dan tanah lempung menjadi lebih gembur. Penyebab kompak dan gemburnya tanah adalah senyawa-senyawa polisakarida yang dihasilkan oleh mikroorganisme pengurai serta miselium atau hifa jamur yang berfungsi sebagai perekat partikel tanah. Dengan struktur tanah yang baik berarti aerasi tanah akan lebih baik sehingga proses fisiologis di dalam akar tanaman akan baik. Perbaikan agregat tanah menjadi lebih remah akan mempermudah penyerapan air ke dalam tanah sehingga sehingga proses erosi tanah dapat dicegah. Kadar pupuk organik yang tinggi di dalam tanah memberikan warna tanah yang lebih gelap (warna humus coklat kehitaman), sehingga penyerapan energi sinar matahari lebih banyak dan fluktuasi suhu di dalam tanah dapat dihindarkan.

Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang berperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah. Mikro flora dan fauna tanah ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, karena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai sumber energi.

Peranan bahan/pupuk organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain terhadap kapasitas tukar kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak untuk dilepas dan dapat digunakan  tanaman.

Penggunaan bahan pupuk organik merupakan langkah yang tepat untuk mendukung pertanian berkelanjutan di Indonesia. Dengan mengolah limbah organik menjadi pupuk organik, kita dapat mengurangi dampak negatif limbah terhadap lingkungan, meningkatkan kesuburan tanah, dan meningkatkan hasil pertanian. Keberhasilan pemanfaatan pupuk organik telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, membuktikan bahwa metode ini mempunyai potensi besar dalam mendukung pertanian berkelanjutan di negara kita. Dengan terus menerapkan metode ini, kita dapat menciptakan pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk masa depan yang lebih baik. (Dr H Suhardjadinata Ir MP)

Penulis merupakan Dosen Jurusan/Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi (Unsil)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *