Pemimpin dan Masa Keemasan Indonesia

Politik148 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Tulisan ini sebagai perenungan menjelang Pemilu tahun 2024 mendatang. Tidak terasa tinggal hitungan hari lagi kita akan memilih pemimpin kita yang menentukan nasib Indonesia ke depan. Melalui Pemilu ini, kita berharap ada perbaikan yang signifikan di berbagai lini kehidupan, setelah terpilihnya pemimpin baru ke depan. Berbagai persoalan serius sebagai bangsa dan negara besar perlu secepatnya diselesaikan di bawah kepemimpinan hebat yang akan kita pilih Februari 2024 ke depan.

Berbagai masalah yang perlu secepatnya ditangani tersebut seperti kesenjangan di mana seharusnya Indonesia berpotensi menjadi negara besar, bahkan menjadi kekuatan utama dunia. Hal tersebut tidaklah berlebihan, karena yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, semuanya tersedia dalam negara ini.

Sumber daya manusia yang besar, ditambah limpahan sumber daya alam. Negara kita bahkan disebut-sebut sebagai salah satu negara yang menyimpan kekayaan sumber daya alam paling melimpah di dunia. Namun yang terjadi dengan negara ini malah sebaliknya. Negara ini banyak didikte, dikuasai sumber daya alam dan manusianya oleh kepentingan asing, pendidikan yang didikte Barat dan banyak hal lainnya.

Kita sering dengar hal ini dari para ekonom kita yang kritis, bahwa hal ini merupakan “penjajahan” gaya baru terhadap negara kita, namun mereka tidak dapat berbuat banyak.

Muncul dan Tenggelamnya Negara

Dalam konteks tulisan pengantar di atas, pilihan bagi bangsa dan negara ini menurut saya hanya ada dua : yakni : pertama, terus bertahan seperti ini dan tinggal menunggu kehancuran. Menjadi “kerbau” yang diatur oleh “bocah angon”, besar namun kehilangan kekuatan, hidup dalam jajahan ekonomi, kebudayaan, pendidikan dan lainnya.

Kedua, bangkit menjadi kekuatan yang diperhitungkan dunia, bahkan menjadi “raksasa” yang mampu mengayomi dunia. Kedua pilihan ini sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh bagaimana pemimpin kita mengarahkan negara ini.

Memang kedua pilihan tersebut pada akhirnya tetap akan menemui masa kemunduran bahkan kehancuran. Karena kita tahu, aksioma dalam politik, bahwa sebuah bangsa dan negara selalu muncul tenggelam, mengalami perkembangan, kejayaan, kemudian hancur digantikan bangsa atau negara lain seperti yang diteorikan oleh ilmuwan politik Jerman Fredrick Ratzel.

Jika kita mau melakukan kontemplasi atas pola muncul dan tenggelamnya negara di masa lampau, kemunculan sebuah negara atau kerajaan selalu ditandai oleh fase-fase tertentu. Fase tersebut basanya diawali dengan kemunculan, perkembangan,  kemegahan (masa keemasan), kemunduran, kemudian fase kehancuran. Kehancuran dapat terjadi karena perang, pengkeroposan dari dalam (konflik dari dalam), bisa juga karena bencana alam yang melenyapkan bangsa dan peradaban tersebut.

Dari fase-fase tersebut selalu muncul tokoh penting (elit politik) yang memegang peranan. Pada fase kemunculan, biasanya tampil seorang pendiri (deklarator) dari dinasti atau negara tersebut, di masa-masa keemasan juga muncul pemimpin fenomenal yang mampu menjadikan negara besar (baik yang disegani dalam angkatan perang, rakyatnya makmur, pesatnya pembangunan sarana negara dan masyarakat, maupun hal-hal lain tergantung bentuk negaranya).

Masa keemasan pada akhirnya juga akan sirna diganti masa kemunduran yang ditentukan juga oleh munculnya pemimpin yang tidak cakap, tidak disukai rakyat ataupun krisis multidimensi yang menyebabkan negara tersebut mudah dikuasai bangsa lain, baik secara fisik, maupun secara halus dengan mendiktenya di berbagai bidang atau dapat pula kemunculan pemimpin yang tidak cakap dalam mengatasi krisis negara.

Sebagai contoh munculnya kejayaan Yunani dan Romawi Kuno, Mesir Kuno, Cina Kuno, Persia, bahkan Dinasti Islam di Damaskus dan Bagdad. Di Indonesia paling tidak kita mengenal Kerajaan yang dianggap pernah besar pada zamannya seperti Tarumanagara, kemudian Sriwijaya dan Majapahit. Semuanya harus tenggelam dengan menyisakan peradaban yang dapat kita saksikan sampai saat ini.

Dibalik bangsa-bangsa besar penakluk tersebut kita mengenal tokoh-tokohnya semisal Fir’aun Ramses, Alexander The Great, Umar Bin Abdul Azis, Harun Al-Rasyid, Purnawarman, Maharaja Balaputradewa sampai Prabu Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gadjah Madanya dan masih banyak nama-nama lainnya.

Indonesia : Menuju Keemasan atau Kehancuran?

Dari uraian di atas terlihat ada tiga fase utama dalam proses muncul dan tenggelamnya sebuah bangsa dan negara, yakni masa pendirian, masa keemasan dan masa kehancuran. Jika kita mengidentifikasi fase Indonesia saat ini, di manakah fase yang paling cocok bagi kita? Jawabannya tentu tergantung standar atau batasan yang kita buat sendiri.

Dapat dikatakan sekarang merupakan masa kehancuran, untuk kemudian nanti diganti oleh masa negara baru atau dapat pula sekarang akan berlanjut ke masa keemasan, tergantung juga kemampuan pemimpin dalam membawa negara ini dan kemampuan mengatasi kesulitan negara.

Pertanyaan sederhananya apakah kita sebagai NKRI sudah pernah melalui masa keemasan?. Setiap orang mungkin memiliki jawaban berbeda. Bagi para penggemar Soeharto, masa rezim ini dianggap lebih baik dari pada saat ini. Namun sebaliknya bagi para pengagung presiden Jokowi justru sebaliknya, saat ini lebih enak dan nyaman dibanding masa Orba. Hal tersebut sah-sah saja, namun mengidentifikasi masa keemasan terdapat pada  kedua rezim tersebut sangatlah gegabah, karena kita tahu rezim-rezim yang pernah berkuasa di Indonesia memiliki “dosa politik” masing-masing yang sangat sulit untuk dikatakan sebagai masa keemasan.

Padahal masa keemasan selalu ditandai oleh sesuatu yang serba sempurna, di mana stabilitas negara kuat, raja atau pemimpin sangat dicintai rakyatnya, ilmu pengetahuan maju pesat, rakyat hidup makmur, sejahtera berkecukupan, angkatan militer tangguh yang membuatnya disegani oleh bangsa-bangsa lain. Masa di mana masyarakat sangat bergairah untuk menjadi rakyat dari sebuah negara. Disisi lain negara juga tidak benar-benar maksimal dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya. Dalam masa ini tidak dikenal krisis sama sekali. Dalam bahasa Machiavelli masa tersebut dikenal republic.

Pemilu 2024 : Menantikan Pemimpin Hebat

Kondisi-kondisi perbaikan di atas biasanya akan diciptakan oleh pemimpin super hebat. Pemimpin yang mampu membangun dengan berjibaku sampai mencapai negara yang sejahtera. Tentu hal tersebut dapat diciptakan hanya oleh para pemimpin yang hebat, bahasanya penyanyi Iwan Fals sebagai “manusia setengah dewa”, atau ramalan Jayabaya menyebutnya Ratu Adil.

Di masa-masa Kerajaan Hindu-Budha, pemimpin-pemimpin hebat tersebut sering dilekatkan dengan kepercayaan bahwa pemimpin merupakan titisan dewa-dewa, baik dewa perusak maupun dewa pelindung. Pemimpin hebat yang akan membawa negara kepada puncak kejayaan merupakan pemimpin yang serba bisa. Tidak ada alasan pemimpin tersebut tidak mampu mengatasi kesulitan dalam negaranya. Disebut “manusia setengah dewa” karena memiliki kemampuan di atas manusia biasa, pemikirannya meloncat jauh melebihi manusia biasa, kekuatan problem solvingnya memukau dalam mengatasi berbagai kesulitan negara. Semoga di tanggal 14 Februari 2024 besok kita dapat memilih pemimpin yang diharapkan sebagai pemimpin yang membawa Indonesia menuju masa keemasan. Amiin. (Subhan Agung)

Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *