Menjemput Peluang di Tengah Ketidakpastian: Momentum Kebangkitan Ekonomi Syariah Indonesia

Ekonomi19 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Ketidakpastian mungkin menjadi kata yang paling sering terdengar dalam percakapan ekonomi global dewasa ini. Konflik geopolitik yang berlarut, tensi perdagangan yang meningkat, serta disrupsi rantai pasok dan ancaman perubahan iklim, seolah menjadi latar permanen bagi perekonomian dunia.

Namun, di balik arus deras ketidakpastian global tersebut, selalu ada peluang bagi mereka yang mampu membaca arah angin dan memanfaatkan potensi domestik. Indonesia adalah salah satunya—dengan tumpuan harapan pada ekonomi dan keuangan syariah yang tengah naik kelas.

Indonesia Naik Kelas

Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi strategis untuk menjadi pusat gravitasi ekonomi syariah global. Kekuatan industri halal nasional kini tidak lagi terbatas pada sektor makanan dan minuman, tetapi juga telah merambah ke pariwisata, kosmetik, fesyen, dan keuangan syariah.

Berdasarkan State of Global Islamic Economy Report (SGIE) 2024/2025, Indonesia menorehkan lompatan signifikan—menempati peringkat ke-3 dunia dengan skor 99,9, setelah lima tahun sebelumnya masih berada di luar lima besar.

Pencapaian ini bukan sekadar angka, tetapi cerminan dari kerja keras lintas sektor dalam memperkuat ekosistem halal yang inklusif dan berdaya saing. Indonesia unggul dalam tiga sektor utama: modest fashion (skor 106,5), farmasi dan kosmetik halal (85,8), serta makanan halal (78,8). Dengan daya saing yang terus meningkat, Indonesia tidak hanya menjadi pasar potensial, tetapi juga produsen utama dalam rantai nilai ekonomi syariah global.

Wakaf dan Zakat: Pilar Ekonomi Syariah di Daerah

Kekuatan ekonomi syariah juga tumbuh di daerah, termasuk Tasikmalaya yang dikenal sebagai “Kota Santri.” Berdasarkan data BPS, terdapat 278 pondok pesantren di wilayah ini—peningkatan signifikan dari 230 lembaga satu dekade lalu. Tak heran, Kementerian Agama menetapkan Kota Tasikmalaya sebagai Kota Wakaf pada akhir 2024, menandai kiprah baru dalam optimalisasi aset wakaf untuk kesejahteraan umat.

Kekuatan ekonomi syariah juga tumbuh di daerah, termasuk Tasikmalaya yang dikenal sebagai “Kota Santri.” Berdasarkan data BPS, terdapat 278 pondok pesantren di wilayah ini—peningkatan signifikan dari 230 lembaga satu dekade lalu. Tak heran, Kementerian Agama menetapkan Kota Tasikmalaya sebagai Kota Wakaf pada akhir 2024, menandai kiprah baru dalam optimalisasi aset wakaf untuk kesejahteraan umat.

ISEF: Meneguhkan SInergi untuk Eksyar

Sejalan dengan potensi yang dimiliki, Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) secara konsisten diselenggarakan untuk memperkuat sinergi semua pihak agar eksyar terus tumbuh dan berdaya saing sekaligus menebar kemaslahatan bagi seluruh masyarakat.

Dalam gelaran tersebut, diluncurkan 4 (empat) komitmen program strategis dalam memajukan ekonomi syariah nasional yaitu Masterplan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia (MEKSI) 2025-2029; Sinergi Kolaborasi Pusat-Daerah dalam Pengembangan Eksyar; SukBI Plus sebagai perluasan dari fitur Sukuk Bank Indonesia; dan Database ZISWAF terintegrasi.

Ke-empat program strategis tersebut sejalan dengan rencana pembangunan pemerintah pusat dan daerah sekaligus mendukung program Asta Cita Pemerintah.

Dalam konteks ketidakpastian global, ekonomi syariah menawarkan alternatif sistem ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan. Momentum ini perlu terus diperkuat—baik dari sisi kebijakan, kolaborasi antarpihak, maupun pemberdayaan masyarakat. Jika dikelola secara serius dan berkelanjutan, Indonesia bukan hanya menjadi pemain besar dalam industri halal global, tetapi juga mampu menjadikan eksyar sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional di tengah badai ketidakpastian dunia.

Tantangannya bukan hanya meningkatkan daya saing di dalam negeri, tetapi juga memastikan produk dan layanan halal Indonesia mampu meraih pengakuan dan kepercayaan di tingkat internasional. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan pelaku usaha mikro menjadi kunci agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, melainkan juga produsen utama dalam ekosistem ekonomi syariah global. (Lupita Ramdhaina Yusuf)

Penulis merupakan Unit Data Statistik dan Kehumasan di Bank Indonesia Tasikmalaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *