RADAR TASIKMALAYA – Hikayat Raja Nadir Shah adalah naskah Melayu Klasik yang bercerita tentang sosok pemimpin Persia, yakni Raja Nadir Shah. Hikayat ini diceritakan dalam dua bentuk naskah. Di mana naskah pertama berjudul Hikayat Raja Nadir Shah yang berkode MP 62 dan naskah kedua berjudul Hikayat Nadir Shah dengan kode Or. 1732 (Witkam, 2008).
Pada pembahasan kali ini penulis akan mengulas naskah pertama yang berjudul Hikayat Raja Nadir Shah dengan kode MP 62 koleksi perpustakaan Prancis. Naskah yang ditulis oleh Muhammad Cing Saidullah pada 20 Januari 1892 M, sudah dapat diunduh dalam bentuk digital melalui perpustakaan Bibliotheque nationale de France (Cabaton, 1912). Laman digital dapat diakses melalui: https://gallica.-bnf.fr/accueil/fr/content/ pada bagian Les Manuscrits dengan menulis-kan nomor naskah Malayo-Polynesian 62.
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah mengulas karakter pemimpin yang ideal melalaui cerminan sosok Raja Nadir Shah. Sosok beliau dikenal sebagai sosok raja besar dari Persia yang berkuasa selama kurang lebih sebelas tahun, sejak tahun 1736-1747 M. Kesuksesannya dalam memimpin Persia adalah dengan melakukan perluasan wilayah kekuasaan Persia, Raja Nadir Shah juga berhasil menaklukkan pasukan Afganistan dan Turki Utsmani. Kemudian pada tahun 1738 M ia juga turut serta membangun dan memajukan armada lautnya di teluk Persia.
Definisi kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok (Terry, 2008). Oleh karenanya sosok pemimpin diharapkan mampu mempengaruhi, mendukung, dan memberikan motivasi agar rakyat atau orang yang dipimpinnya merasa antusias dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh organisasi tersebut (Prasetya & Y, 2020; Rizqi et al., 2021). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disarikan bahwa kepemimpinan adalah hal yang harus diimplementasikan dalam diri seorang pemimpin untuk dapat mengendalikan dan mempengaruhi orang yang dipimpinnya menuju tujuan yang telah disepakati bersama (Endraswara, 2013; Wijono, 2018).
Kajian naskah ini sangat lah penting untuk diulas karena nilai kepemimpinan pada sosok Raja Nadir Shah dapat diadopsi dan dipelajari oleh para pemimpin bangsa khususnya generasi Z yang esok akan memikul beban besar bangsanya. Di tahun ini pula bangsa Indonesia akan mengadakan pemilihan umum yang diselenggarakan pada 14 Februari 2024. Dari kajian naskah ini diharapkan mampu memberikan referensi bagi para pemilih untuk menentukan seorang pemimpin dengan karakter kepemimpinan yang tepat dalam sebuah institusi, karena bila salah dalam menentukan pemimpin bukan tidak hayal bila negeri ini akan hancur di bawah rezim penguasa yang zalim terhadap rakyatnya. Serta dalam naskah ini juga akan membahas tentang nilai-nilai kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Mulai dari ketelitian, kebijaksanaan, musyawarah, dan keberanian (Madiistriyatno, 2020; Suratno, 2006).
Nilai Kebijaksanaan dalam Kepemimpinan pada Naskah Hikayat Raja Nadir Shah
Dalam Hikayat Raja Nadir Shah terdapat nilai kepemimpinan berupa kebijaksanaan yang tertuang di dalamnya. Nilai kebijaksanaan menjadi aspek penting karena sebenarnya nilai ini tumbuh dari akal pikiran. Tanpa memaksimalkan akal pikiran dapat mengakibatkan tidak adanya kebijaksanaan dalam diri seorang pemimpin. Bisa kita cerna bersama bahwa sosok pemimpin harus memang harus cerdas, kreatif, dan solutif dalam mewujudkan karakter kebijaksanaan. Berikut ini kutipan yang dapat merepresentasikan naskah Hikayat Raja Nadir Shah tentang nilai kebijaksanaan dari karakter tokoh Raja Nadir Shah
Setelah Raja Nadir Shah mendengar
sembah Mangkubumi demikian itu, maka
baginda pun tunduk demi seketika seraya
berpikir dalam hatinya, benarlah seperti
sembah mangkubumi itu (Saidullah, 1892).
Dalam kutipan tersebut menunjukkan bahwa tindakan sang raja menandakan bahwa sebelum memberikan keputusan untuk berpikir lebih dahulu. Proses berpikir ini merupakan bukti bahwa Nadir Shah memiliki kecakapan akan kecerdasan. Kecerdasan terebut merupakan wujud dari kebijaksanaan.
Maka baginda pun memberi titah
kepada Mangkubumi “Hai Mangkubumi
dengan segala tawan-tawan sekalian!
Baiklah kamu kembali ke dalam negeri baik-baik,
peliharakan negeri ini jangan kamu
sekalian lupa-lupa akan kita.” Maka
Mangkubumi…. (Saidullah, 1892)
Pada kutipan kedua memperjelas nilai kebijaksanaan dari Raja Nadir Shah. Seorang raja memiliki kewenangan dalam memberikan perintah kepada orang yang dipimpinnya. Selain memberikan perintah raja juga menitipkan pesan untuk tidak mudah melupakan keberadaan negerinya (Dali). Hal ini juga menggambarkan bahwa raja juga perlu memberikan petuah dan petunjuk untuk membantu bawahannya dalam menyelesaikan tugasnya.
Nilai Ketelitian dalam Kepemimpinan pada Naskah Hikayat Raja Nadir Shah
Nilai ketelitian menjadi aspek penting yang harus dimiliki seorang pemimpin. Karena sudah selayaknya seorang pemimpin memiliki ketelitian dalam sikap dan karakternya. Karakter ini tercermin dari sosok Raja Nadir Shah yang tertuang dalam naskah Hikayat Raja Nadir Shah deskripsi tersebut berbunyi:
Maka baginda Raja Nadir Shah pun
terlalulah sangat berkesah kesahan dielu
kasi itu seperti menatang minyak yang
penuh demikianlah…. (Saidullah, 1892)
Setelah Raja Nadir Shah mendengar
sembah bayaperi demikian itu, maka
baginda pun tunduk terpekuri seketika
seraya pikir dalam hatinya…. (Saidullah,
1892)
Dalam kutipan naskah tersebut tertuang sebuah peribahasa seperti menatang minyak yang penuh yang menggambarkan bahwa raja melakukan sesuatu dengan penuh hati-hati. Kemudian pada kutipan selanjutnya Raja Nadir Shah berpikir selepas mendengarkan penjelasan dari Bayapari. Kegiatan berpikir menunjukkan bukti bahwa ia selalu menelaah dengan cermat ketika mendapatkan sebuah informasi. Cermat masuk dalam aspek ketelitian sebagai seorang pemimpin sudah seharusnya cermat dalam menyimak dan menerima setiap informasi yang ada.
Di masa sekarang mengharuskan adanya nilai ketelitian dalam sosok pemimpin karena hampir semua informasi masuk begitu cepat, sehingga wajib bagi seorang pemimpin memiliki kemampuan dalam memvalidasi kebenaran suatu informasi atau berita yang di dapatnya.
Nilai Musyawarah dalam Kepemimpinan pada Naskah Hikayat Raja Nadir Shah
Musyawarah adalah bentuk keterbukaan antara seorang pimpinan dengan anggota atau orang yang dipimpinnya. Dengan mendengar dan meminta pandangan dari anggota maka akan menunjukkan sosok pemimpin yang mampu mendengar dan menghargai keberadaan anggota yang dipimpinnya. Dalam naskah termuat nilai-nilai kepemimpinan berupa musyawarah yang berbunyi:
Maka titah Raja Nadir Shah, “Hai
Mangkubumi, katakanlah apa yang engkau
hendak sembahkan kepada kita ini supaya
kita dengar….” (Saidullah, 1892)
kutipan tersebut menggambarkan sebuah titah dari Raja pada Mangkubumi untuk menyampaikan perihal yang ingin disampaikannya. Ini menunjukkan bahwa sang raja mau mendengar apa yang disampaikan oleh orang yang dipimpinnya. Keterbukaan akan saran, masukan, dan kritik harus dimiliki seorang pemimpin untuk mewujudkan pemimpin yang mengerti akan anggotanya.
Nilai Keberanian dalam Kepemimpinan pada Naskah Hikayat Raja Nadir Shah
Nilai keberanian juga turut diperlihatkan sosok Raja Nadir Shah dengan gagah berani berdiri paling depan ketika lembaganya dijatuhkan dan diremehkan, maka sosok pemimpin lah yang pertama kali harus menunjukkan keberaniannya untuk membela. Hal ini juga dipertegas dalam isi kutipan naskah yang berbunyi:
Raja Nadir Shah mendengar sembah
keempat hulubalang demikian itu maka
bagindapun terlalulah sangat marahnya
seperti api bara nyala-nyala lakunya seraya
memberi titah kepada Mangkubumi
menyuruh menghimpunkan segala
lasykarnya sekalian karena tujuh hari lagi
kita hendak berangkat ke benuah kalang
(Saidullah, 1892)
Sedangkan pada kutipan selanjutnya menjelaskan bahwa berbagai raja atau penguasa wilayah datang ke negeri Dali untuk meminta pengamanan dan perlindungan pada Raja Nadir Shah. Kedatangan para penguasa juga disertai dengan persembahan dan buah tangan untuk mengungkapkan rasa hormat kepada sang penguasa Dali.
Maka segala raja-raja itu pun
datanglah mengadap Sulthan Nadir Shah ke
negeri Dali berlindungkan dirinya kepada
baginda itu masing-masing dengan
persembahannya dan memberi upeti
negerinya pada segenap tahun…. (Saidullah, 1892)
kutipan tersebut menjelaskan makna yang tersirat yang menggambarkan akan keberanian dan kegagahan dari sosok Raja Nadir Shah. Sehingga banyak raja-raja lokal menghormati kewibawaan dan kegagahan dari sosok Raja Dali. Keberanian yang ditunjukkan olehnya mampu memberikan rasa aman dan nyaman akan perlindungan yang diberikannya.
Dari pembahasan ini dapat kita simpulkan karakter ideal seorang pemimpin yang bisa menjadi acuan kita semua sebelum memilih, terutama bangsa Indonesia yang akan dihadapkan dengan pemilihan umum pada 14 Februari 2024. Karena tidak hayal bila kita salah dalam menentukan pemimpin maka bangsa ini juga kan turut terancam keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya. (Oellien Noeha)
Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi
Untuk hikayat nya sangat bagus sekali apalagi di masa pemilu ini, jadi pembaca tau karakter pemimpin yang ideal