Membedah Regulasi Tunjangan Kinerja Dosen

Pendidikan39 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Harapan dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) untuk mendapatkan tunjangan kinerja (Tukin) sudah menemukan titik cerah. Namun, masih ada problematika terkait dengan dua status ASN yakni PNS dan PPPK, terutama PPPK yang mengalami perbedaan pada SK pengangkatan dan jabatan fungsional pada sister dosen. Sebagai dosen PPPK ketika melamar sebagai ASN telah memiliki riwayat sebagai Dosen Tetap Non PNS, sehingga sudah memiliki jabatan fungsional sebelum berstatus ASN PPPK. Dengan kata lain, dosen tersebut telah memiliki masa kerja yang cukup lama mengabdi pada institusinya. 

Namun, masih terdapat keraguan, perbedaan pemahaman antara aturan hukum atau administrasi. Sedangkan pada sisi lain, dosen telah melaksanakan kinerja sebagai kewajiban yakni mendidik mencerdaskan anak bangsa, beban Tri Dharma yang sangat menguras waktu dan energi. Sementara, hak yang harus diperoleh, terkesan dipersulit karena perbedaan penafsiran aturan.

Memahami aturan hukum, bukan sebatas membaca secara ”leterlek”, atau ”letterlijk” dalam bahasa Belanda, berarti bahwa membaca secara harfiah tanpa ada penafsiran atau interpretasi tambahan. Hal lain dalam ilmu hukum, ada prinsip ”lex specialis derogate legi generali” berarti bahwa aturan hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan aturan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Dengan kata lain, jika suatu kasus atau situasi tertentu diatur oleh dua aturan hukum, satu aturan yang lebih khusus dan satu aturan yang lebih umum, maka aturan khusus itulah yang akan diterapkan. 

Prinsip hukum yang lain yakni, hukum tidak berlaku surut (non-retroaktif), artinya bahwa suatu aturan hanya berlaku untuk peristiwa setelah peraturan tersebut diundangkan. Dengan kata lain, peraturan baru tidak bisa diterapkan pada kejadian yang terjadi sebelum peraturan tersebut berlaku. 

Pencairan dan pembayaran Tukin Dosen, seharusnya tidak perlu jadi polemik, jika rangkaian aturan hukumnya dipahami secara sistematis. Dasar pencairan Tukin Dosen adalah jabatan fungsional, yang termuat dalam Perpres, Permen dan Juknis, sebagai berikut:

Pertama, Perpres No 19 Tahun 2025 tentang Tukin Pegawai di Lingkungan Kemdiktisaintek. 

Pada pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa kelas jabatan pada setiap jabatan di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan presiden ini, ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. 

Kemudian, ayat (2) menyebutkan, perubahan kelas jabatan pada setiap jabatan di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi setelah: a. mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara, jika tidak mengakibatkan perubahan alokasi anggaran tunjangan kinerja; atau b. mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara dan persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, jika mengakibatkan perubahan alokasi anggaran tunjangan kinerja.

Kedua, Permendiktisaintek No 23 Tahun 2025 tentang Pemberian Tukin Pegawai di Lingkungan Kemdiktisaintek.

Pada pasal 1 ayat (6) disebutkan bahwa kelas jabatan adalah tingkatan dalam jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, dan jabatan fungsional pada satuan organisasi negara yang digunakan sebagai dasar pemberian besaran tunjangan kinerja.

Kemudian, pasal 2 ayat (2) menyebutkan, besaran tunjangan kinerja pegawai ditentukan berdasarkan kelas jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 

Lalu, pasal 10 ayat (1) menjelaskan, kelas jabatan pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Pada ayat (2) disebutkan, penetapan yang dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas nama menteri. 

Ayat (3) menyebutkan, pejabat yang berwenang sebagai yang dimaksud dalam pasal (1) terdiri atas:…. f. Rektor dan Direktur menetapkan kelas jabatan (1) sampai dengan 12 untuk pegawai di lingkungan perguruan tinggi negeri. 

Ketiga, Kesepjen NO 21/A/Kep/2025 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Perhitungan dan Pembayaran Tukin Pegawai dengan Jabatan Fungsional.

Pada keputusan di atas, langsung diaplikasikan ke dalam Sister, sehingga bagi dosen PPPK yang muncul adalah laporan kinerja berdasarkan jabatan fungsional yang bukan jabatan fungsional dalam SK PPPK. 

Munculnya secara otomatis pada menu Layanan Tukin di Sister tentang nominal Tukin, bukan merupakan pelanggaran hukum atau pelanggaran administrasi melainkan implementasi sistematis sesuai aturan di atasnya yakni Perpres dan Permen. Saling menguatkan dan saling melengkapi. Hal tersebut sesuai dengan prinsip, ”lex specialis derogate legi generali”. Jabatan akademik yang dimaksud yakni Jabatan Fungsional yang dikeluarkan oleh Rektor sebagai pejabat yang berwenang menetapkan sampai kelas Jabatan 1 sampai dengan 12 (Lektor). Tidak ditemukan bunyi aturan bahwa dosen PPPK dibayarkan sesuai dengan Jabatan Fungsional yang tercantum dalam S.K. PPPK.

Jabatan fungsional yang termuat dalam Sister sebelum berubah status menjadi PPPK, tidak menganulir Jabatan Fungsional karena untuk syarat daftar menjadi PPPK mencantumkan pengalaman bekerja dan berstatus sebagai dosen tetap. Hal ini sejalan dengan prinsip ”hukum tidak berlaku surut (non-retroaktif)”.

Secara etis, laporan kinerja sudah sesuai dengan beban kerja yang dilaporkan sehingga muncul secara jelas nominal yang akan didapatkan. Hal ini sesuai dengan maksud awal yakni tunjangan kinerja, bukan tunjangan S.K. Gaji PPPK. (K Adi Saputra)

Penulis adalah Juara 1 Penulis Teras Unsil Terproduktif 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *