RADAR TASIKMALAYA – Sejak Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun 1984 ditetapkan, setiap tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional, salah satu alasannya karena anak merupakan aset berharga untuk negara dan mereka akan menjadi penerus bangsa.
Melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pemerintah Indonesia mengusung tema Hari Anak Nasional ke-39 Tahun 2023: “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan Tagline #BeraniKarenaPeduli: Anak menjadi agen perubahan dalam menyuarakan hak-haknya.
Begitu pentingnya keberadaan anak untuk kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia, Paling tidak ada 3 Undang-Undang yang sudah menaunginya, yaitu UUD 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi, UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua dan wali dalam hal penyelenggara perlindungan anak, dan UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM, dalam Pasal 52 dijelaskan, bahwa setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Pasal 58 menambahkan, setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut. Selain itu dalam. Sejumlah hukum internasional yang juga sudah diratifikasi oleh Indonesia antara lain Konvensi Hak Anak –Convention on The Rights of The Child melalui Keppres No. 36 Tahun 1990.
Meskipun regulasi yang mengatur tentang perlindungan sudah sangat lengkap, namun kenyataan di lapangan kekerasan pada anak masih tinggi angkanya. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui laman https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan sampai Januari 2023 ditemukan 14.154 kasus kekerasan pada anak, 2.780 merupakan korban anak laki-laki dan yang terbesar korban anak perempuan 12.362 korban. Berdasarkan kasus tiap Provinsi, Jawa Barat menduduki peringkat ke 3 setelah Kepulauan Riau dan DKI Jakarta. Berdasarkan data tersebut, masih banyak Pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah bersama-sama masyarakat untuk menekan jumlah kekerasan pada anak.
Pentingnya Kesadaran Orang Tua
Kehidupan awal anak dimulai dari orang tua, sejak masa konsepsi hingga 5 tahun pertama, anak tumbuh dan berkembang dilingkungan keluarga. Sudah bayak teori dalam mempelajari anak dikemukakan para tokoh, seperti teori Tabularasa yang dikemukakan Jhon Locke (1632-1704) yang menyebutkan bahwa anak bagaikan kertas putih (a sheet of white paper avoid of all characters), sejak lahir anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Menurut teori tabularasa, mau dijadikan apa tergantung lingkungan dalam hal ini orang tua. Dampak dari teori ini banyak orang tua yang terlalu tinggi menaruh harapan pada anaknya sehingga sejak dini anak dicetak untuk menjadi seorang yang diinginkan orang tua, seperti menjadi dokter, menjadi tentara/polisi, menjadi ulama, dan lain-lain. Tidak sedikit dalam proses pembelajarannya menerapkan gaya otoriter bahkan ada kekerasan di dalamnya demi menjadikan anak sesuai kehendak orang tuanya.
Pandangan ahli lainnya yaitu Jon Dewey yang menganggap setiap anak lahir sudah dibekali dengan potensi masing-masing, peran orang tua hanya membimbing dan mengarahkan agar potensi yang dimiliki anak berkembang siring waktu. Degan berpegang pada pandangan tersebut, orang tua secara demokratis tidak memaksakan kehendaknya, namun memfasilitasi anak dengan berbagai kemudahan untuk mengembangkan potensinya. John Dewey Give mengatakan “the pupils something to do, not something to learn; and the doing is such a nature as to demand thinking; learning naturally results”. Mendidik tidak hanya berfokus mengajarkan sesuatu untuk dipelajari secara pasif, tetapi memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan sesuatu secara aktif dan mendorong mereka untuk berpikir, ketika anak terlibat dalam kegiatan yang mengharuskan berpikir, proses pembelajaran secara alami itu akan terjadi. Didiklah anak sesuai masanya demikian salah satu pandangan John Dewey
Terlepas dari pandangan kedua tokoh tersebut, Indonesia yang memiliki falsafah Pancasila tentu memiliki pandangan tersendiri, mau jadi apa pun anak, yang utama akhlaknya, sejak dini diajarkan tentang agama, karena agama merupakan fondasi dalam perjalanan kehidupan selanjutnya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Salah satu tokoh Pendidikan anak Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan Pendidikan Taman Siswanya, memiliki pandangan terdapat kepercayaan bahwa dalam segala tingkah laku dan segala kehidupan anak-anak sudah diisi Sang Maha Among (Tuhan YME) dengan segala alat-alat yang bersifat mendidik anak, menurut Ki Hajar Dewantara mendidik anak kecil itu bukan atau belum memberikan pengetahuan, tetapi baru berusaha akan menyempurnakan rasa pikiran, Segala tenaga dan tingkah laku lahir yang mereka miliki sebenarnya besar pengaruhnya bagi kehidupan batin mereka dan demikian pula sebaliknya dan jalan perantaraan Pendidikan lahir ke dalam batinnya melalui panca indra. Latihan panca indra pekerjaan lahir untuk mendidik batin (pikiran, rasa, kemauan, nafsu dan lain-lain).
Pentingnya Pendidikan Usia Dini
Pendidikan pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar dari setiap insan manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya secara individu maupun bangsa dan negaranya, setiap tahap usia manusia terdapat suatu program pendidikan khusus yang dapat ditempuh sesuai dengan jenjang usianya. Jenjang pendidikan yang penting untuk dimaksimalkan pada setiap individu manusia adalah jenjang pendidikan anak usia dini yang dikategorikan usia emas (golden ages). Setiap anak usia dini itu unik dan terlahir dengan potensi yang berbeda-beda pula, akan mengalami perkembangan yang amat pesat baik itu fisik maupun mentalnya. Untuk dapat memfasilitasi pesatnya perkembangan tersebut, maka dibutuhkan stimulasi pemberian pendidikan dengan cara yang tepat. Konsep tentang cara pemberian pendidikan pada anak usia dini telah banyak dicetuskan oleh tokoh-tokoh pemerhati pendidikan anak usia dini dari masa ke masa.
Sesuai dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan dilaksanakan melalui informal non formal dan formal. Dari ketiga jalur pendidikan tersebut, pendidikan budi pekerti merupakan hal yang fundamental yang harus ditanamkan kepada anak. Pendidikan budi pekerti adalah suatu usaha untuk pengembangan, peningkatan, pembentukan pemeliharaan dan perbaikan perilaku peserta didik agar mau dan mampu melaksanakan tugas hidupnya secara selaras, serasi, seimbang antara lahir batin, jasmani-rohani, material spiritual dan individu sosial. Manfaat pendidikan budi pekerti dapat meningkatkan mutu seorang individu dengan penanaman nilai moral yang baik sehingga menciptakan SDM yang unggul, sebagai dasar ilmu untuk tahu batasan seorang individu dalam menghadapi era yang begitu kompleks, sebagai nilai religius yang dianggap penting tanpa pengabaian, lebih taat kepada sang pencipta, dan menampilkan karismatik yang dianggap nilai plus dari seorang individu.
Melalui pendidikan budi pekerti anak diajarkan bagaimana memiliki sikap terhadap Tuhan, sikap penghargaan terhadap setiap manusia, penghargaan terhadap wanita, menghargai gagasan orang lain serta ingin hidup bersama orang lain yang berbeda, berlaku adil, suka mengabdi, sikap tenggang rasa, ramah, setia, sopan dan tepat janji, sikap demokratis (non diskriminatif dan non represif), penghormatan terhadap seksualitas dan hidup berkeluarga dan sikap berbangsa, cinta tanah air dan pemahaman terhadap nilai adat dan aturan sopan santun.
Anak dan Bermain
Salah satu tugas perkembangan anak adalah bermain, bermain merupakan aktivitas manusia yang secara naluri dibutuhkan sejak anak lahir hingga dewasa. Dalam bermain tidak ada tujuan yang jelas, anak dapat menyalurkan surplus energinya melalui bermain. Di era globalisasi yang ditandai disrupsi, gadget merupakan barang mainan yang sangat menyenangkan anak ketika bermain bahkan anak akan berjam-jam tidak akan rewel, tidak akan minta makan, minta minum dan lain-lain. Banyak orang tua yang merasa terbantu dengan adanya gadget. Tetapi tidak disadari dampak negatifnya tentu ada. Sebelum era digital, anak bermain dengan berbagai permainan tradisional seperti petak umpet, gobak sodor, bermain peran “anyang-anyangan” dan sejumlah arena bermain lainnya yang membuat anak dengan anak lainya saling berinteraksi dan tentu saja melatih kebugaran jasmaninya. Setelah maraknya media bermain anak yang disajikan secara online, ternyata anak lebih nyaman dengan permainan tersebut, tidak sedikit ketika orang tua, kakak, adik berkumpul di suatu ruangan keluarga, masing-masing asyik degan gawainya, tidak ada lagi media komunikasi, melihat progres belajar di sekolahnya, apakah anak sedang punya masalah di sekolahnya dan lain-lain. Sikap individualis mulai dibangun dalam keluarga dengan kehadiran media bermain online.
Semua sepakat, tidak mungkin kita menolak kehadiran media bermain yang disediakan di era modern ini, namun kebutuhan akan gerak anak, kebutuhan berinteraksi dengan sesama anak, dengan lingkungan, merupakan suatu aktivitas yang tetap dibutuhkan oleh anak untuk mengembangkan potensinya. Orang tua harus bijak dalam menyikapi fenomena saat ini, imbangi kegiatan bermain gadget-nya dengan aktivitas lain yang bersifat fisik dan sosial.
Menyadari fenomena tersebut sebuah kelompok generasi milenial Tasikmalaya memiliki kesadaran penuh akan fenomena anak saat ini, mereka berkumpul dan sepakat membuat “Klub Bermain Anak“ yang diberi nama “Teman Main Tasik”. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, anak 0-10 tahun di Kota Tasikmalaya lebih dari 10.000 anak, dari sejumlah anak tersebut sangat disayangkan jika dalam pertumbuhan dan perkembangannya melupakan kodrat dan hak anak untuk bermain. Pada awal tahun 2023, Teman Main Tasik dibuka dengan berbagai kegiatan yang ditawarkan kepada orang tua seperti mengenal tentang pemadam kebakaran, mengenalkan pada peran polisi, mengenalkan peran tentara, yang dihadirkan langsung di lokasi Polres dan Brigif 13. Mengenalkan bagaimana pemberitaan melalui media televisi dilakukan dengan langsung belajar menjadi reporter di Radar TV, belajar cara membuat ayam dibalut tepung, membuat donat langsung di tempat penjualan fried chicken dan perusahaan donat terkenal yang ada di Kota Tasikmalaya, serta kegiatan fun letic atau kegiatan bermain yang sifatnya melatih motorik halus dan motorik kasar anak.
Dalam waktu yang sangat singkat yang dipublikasikan melalui Instagram, ternyata orang tua yang mendukung kegiatan Teman Main Tasik sudah lebih dari 2000 orang, bahkan setiap Sabtu dan Minggu banyak orang tua rela menunggu pembukaan pendaftaran kegiatan berikutnya yang ditawarkan Teman Main Tasik, sebab karena sumber daya manusia yang masih terbatas, setiap kegiatan sangat dibatasi jumlah pesertanya sementara animo orang tua semakin banyak.
Pada rangkaian kegiatan Hari Anak Nasional yang dilaksanakan pada hari Rabu 19 Juli lalu bertepatan dengan Tahun Baru Islam, 155 anak dan orang tuanya dihadirkan di salah satu Supermarket di Kota Tasikmalaya dengan pembagian kelompok kegiatan sesuai usia anak, dihadiri para kepala dinas, pejabat TNI, Polri dan ketua TP PKK Kota Tasikmalaya, anak-anak Kota Tasikmalaya menuangkan ekspresinya dengan berbagai media bermain yang menyenangkan. Anak semakin memiliki kepercayaan diri untuk lepas dari orang tua dan mulai mengenal teman lainnya, menuangkan ekspresi dengan mewarnai “Payung Geulis” khas Tasikmalaya, bermain sepatu roda, push bike, dan fun letic dan diakhiri dengan bermain-main bersama petugas Pemadam Kebakaran. Semua yang hadir dan diminta komentarnya, menyambut baik kegiatan tersebut dan harus semakin banyak lagi kegiatan sejenis yang disediakan untuk anak.
Pada akhirnya kepada semua yang peduli terhadap anak, mari kita sama-sama mengawal agar jangan sampai terjadi lagi kekerasan pada anak, beri kesempatan pada anak untuk mengembangkan potensi masing-masing. Jangan paksakan anak mengikuti kehendak orang tua dalam hal kemampuan anak yang berbeda-beda. Jangan kecil hati ketika anak kita memiliki kekurangan di satu sisi tetapi pasti punya kelebihan di sisi lainnya. Jangan bosan menjadi orang tua, Selamat memperingati Hari Anak Nasional. (Dr. H. Gumilar Mulya, M.Pd)
Dr. H. Gumilar Mulya, M.Pd adalah Dosen Pendidikan Jasmani Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya.