Ekonomi Sirkular: Menjawab Tantangan Lingkungan dan Membangun Pertumbuhan Masa Depan

Ekonomi441 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Dalam beberapa dekade terakhir, model ekonomi linear tradisional, yang berfokus pada produksi, konsumsi, dan pembuangan, semakin terlihat tidak berkelanjutan. Apalagi dengan keberadaan sumber daya yang semakin langka, kerusakan lingkungan yang meningkat, dan kesadaran akan krisis iklim.

Tekanan ini telah menjadi pendorong munculnya alternatif yang lebih ramah lingkungan, dan saat ini, dunia telah menyaksikan perubahan besar dalam cara kita memandang pertumbuhan ekonomi. Cara pandang tersebut terfokus pada ekonomi sirkular yang tidak hanya menawarkan solusi terhadap masalah lingkungan, tetapi juga menjadi mesin pertumbuhan baru yang menjanjikan keberlanjutan dan inklusivitas.

Ekonomi sirkular adalah model ekonomi yang dirancang untuk menghilangkan limbah dan terus menggunakan sumber daya selama mungkin. Model ini melibatkan tiga prinsip utama, yaitu merancang produk yang dapat digunakan kembali, menjaga produk dan material dalam siklus pemakaian, serta memulihkan dan meregenerasi sistem alam. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa dalam ekonomi sirkular, konsep “akhir hidup” produk diubah menjadi “awal baru”.

Konsep ini memetakan dengan jelas bahwa dengan bahan yang diambil kembali dan digunakan dalam produksi baru, maka proses tersebut dapat menciptakan lingkaran tertutup yang meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Alasan utama lainnya mengapa ekonomi sirkular semakin mendapatkan perhatian adalah bahwa model ini berdampak pada keberlanjutan lingkungan. Menurut laporan Ellen MacArthur Foundation, ekonomi global saat ini hanya bersifat 8,6% sirkular, yang berarti sebagian besar bahan baku masih diekstraksi, digunakan, dan dibuang.

Dengan populasi dunia yang diproyeksikan mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050, konsumsi sumber daya akan meningkat pesat. Hal ini dapat menjadi pemicu untuk menjadi tekanan luar biasa pada ekosistem bumi. Tanpa perubahan mendasar dalam cara kita mengelola sumber daya, krisis lingkungan yang lebih parah tidak akan dapat dielakkan.

Selain itu, ekonomi sirkular menawarkan solusi atas tantangan ekonomi. Dalam ekonomi linear, ketergantungan pada sumber daya yang terbatas dan rentan terhadap fluktuasi harga menimbulkan risiko besar bagi stabilitas ekonomi. Dengan mengadopsi model sirkular, ketergantungan pada bahan mentah baru dapat dikurangi, sementara efisiensi dalam penggunaan sumber daya meningkat. Hal ini berpotensi mengurangi biaya produksi, meningkatkan daya saing, dan menciptakan lapangan kerja baru dalam sektor-sektor seperti daur ulang, perbaikan, dan rekondisi.

Sebuah studi oleh Accenture memperkirakan bahwa transisi global menuju ekonomi sirkular dapat menghasilkan nilai tambahan sebesar $4,5 triliun hingga tahun 2030. Pertumbuhan ini berasal dari efisiensi sumber daya, inovasi dalam desain produk, dan penciptaan pasar baru untuk bahan daur ulang dan produk bekas. Penelitian ini pun menunjukkan bahwa ekonomi sirkular dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Di Eropa, pengadopsian paket ekonomi sirkular yang ambisius oleh Komisi Eropa yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing global, mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan menciptakan lapangan kerja baru. Program ini diperkirakan akan menciptakan lebih dari 700.000 pekerjaan baru pada tahun 2030 dan mengurangi emisi karbon sebesar 450 juta ton per tahun. Selain itu, ekonomi sirkular dapat mengurangi ketergantungan Eropa pada impor bahan mentah, yang merupakan salah satu faktor risiko terbesar bagi stabilitas ekonomi regional.

Di Asia, negara-negara seperti China dan Jepang juga mulai mengadopsi prinsip-prinsip ekonomi sirkular dalam kebijakan nasional mereka. China, misalnya, telah memasukkan konsep ekonomi sirkular dalam rencana pembangunan jangka panjangnya, dengan fokus pada efisiensi sumber daya dan pengurangan limbah industri. Jepang, sebagai negara dengan tingkat daur ulang tertinggi di dunia, telah lama menerapkan prinsip-prinsip sirkular dalam berbagai sektor, termasuk elektronik dan otomotif.

Meskipun potensi ekonomi sirkular sangat besar, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk mewujudkan transisi ini. Salah satu tantangan utama adalah perubahan paradigma dalam cara kita memandang produk dan konsumsi. Dalam ekonomi linear, konsumen terbiasa dengan model beli-gunakan-buang, sementara dalam ekonomi sirkular, mereka harus belajar untuk merawat, memperbaiki, dan mengembalikan produk agar dapat digunakan kembali. Perubahan ini membutuhkan edukasi dan kampanye yang efektif untuk mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat.

Selain itu, diperlukan inovasi dalam desain produk dan teknologi untuk mendukung transisi ke ekonomi sirkular. Produk harus dirancang dengan mempertimbangkan siklus hidupnya, termasuk bagaimana mereka dapat diperbaiki, di-upgrade, atau didaur ulang dengan mudah. Ini memerlukan kolaborasi antara produsen, desainer, dan ilmuwan untuk menciptakan solusi yang ramah lingkungan dan ekonomis.

Regulasi dan kebijakan pemerintah juga memainkan peran penting dalam mendorong ekonomi sirkular. Pemerintah perlu menetapkan standar yang jelas dan insentif yang tepat untuk mendorong perusahaan dan konsumen beralih ke model sirkular. Misalnya, kebijakan pengurangan limbah, pajak karbon, dan insentif untuk daur ulang dapat membantu mempercepat transisi ini. Namun, implementasi kebijakan ini sering kali menghadapi resistensi dari industri yang telah mapan dan tantangan dalam koordinasi lintas sektor.

Dalam beberapa tahun terakhir, literatur mengenai ekonomi sirkular semakin berkembang. Artikel “Circular Economy: A Review of Definitions, Processes and Impacts” oleh Geissdoerfer et al. (2017) memberikan gambaran komprehensif tentang definisi, proses, dan dampak dari ekonomi sirkular, serta tantangan yang dihadapi dalam implementasinya. Selain itu, laporan Ellen MacArthur Foundation “Completing the Picture: How the Circular Economy Tackles Climate Change” (2019) menunjukkan bagaimana ekonomi sirkular dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendukung tujuan keberlanjutan global.

Lebih lanjut, studi oleh Kirchherr et al. (2018) mengungkapkan bahwa meskipun konsep ekonomi sirkular telah mendapatkan perhatian luas, implementasinya masih terbatas dan seringkali hanya bersifat parsial. Penelitian ini menyoroti pentingnya pendekatan holistik dalam menerapkan ekonomi sirkular, termasuk keterlibatan semua pemangku kepentingan dari sektor publik, swasta, hingga masyarakat sipil.

Ekonomi sirkular bukan hanya konsep teoretis, tetapi solusi praktis untuk tantangan lingkungan dan ekonomi yang kita hadapi saat ini. Dengan mengubah cara kita memproduksi dan mengkonsumsi, ekonomi sirkular dapat menjadi mesin pertumbuhan yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja baru, dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Namun, untuk mencapai potensi penuh dari ekonomi sirkular, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, industri, dan masyarakat dalam mengatasi tantangan dan mendorong perubahan paradigma. Dengan demikian, ekonomi sirkular dapat menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. (Dr Edy Suroso SE MSi CSBA)

Penulis merupakan Koordinator Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Siliwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *