AI di Tangan Kita: Kawan Canggih atau Ancaman Terselubung?

Teknologi68 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Pernahkah Anda melihat foto teman yang diedit menjadi karakter fantasi hanya dengan sekali klik? Atau mungkin video lucu di media sosial di mana wajah seorang tokoh terkenal “menyanyikan” lagu yang sebenarnya tidak pernah mereka nyanyikan? Itulah keajaiban Kecerdasan Artifisial, atau yang sering kita sebut AI.

Teknologi ini bagaikan asisten super canggih yang bisa menciptakan gambar, tulisan, bahkan musik indah dalam sekejap. AI membantu kita bekerja lebih cepat, belajar hal baru, dan membuka pintu kreativitas yang tak terbatas. Namun, seperti pisau bermata dua, di balik segala kemudahan ini, ada sisi lain yang perlu kita waspadai.

Jika jatuh ke tangan yang salah, kecanggihan AI bisa menjadi ancaman serius, baik dalam bentuk kejahatan maupun dalam mengikis nilai-nilai yang kita junjung tinggi. Ketika Kecanggihan Disalahgunakan: Sisi Gelap AI Bayangkan betapa berbahayanya jika kemampuan luar biasa AI dipakai untuk niat jahat.

Inilah beberapa ancaman nyata yang sudah ada di depan mata: (1) Tipuan Video dan Suara Palsu (Deepfake): Bayangkan Anda menerima panggilan video dari anggota keluarga yang sedang panik dan meminta transfer uang darurat. Wajah dan suaranya sangat mirip, tetapi ternyata itu adalah rekayasa AI. Inilah yang disebut deepfake.

Teknologi ini bisa digunakan untuk menipu, memfitnah, atau menyebarkan berita bohong yang dapat merusak reputasi seseorang dalam sekejap (2) Bujuk Rayu Super Canggih: AI bisa “mempelajari” gaya komunikasi kita dari data digital yang tersebar. Ia bisa meniru cara atasan Anda menulis email, lalu mengirimkan email palsu yang meminta data rahasia perusahaan.

Modus penipuan seperti ini menjadi jauh lebih meyakinkan dan sulit dideteksi. Pemerintah sendiri telah mengidentifikasi risiko ini sebagai “Penipuan KA (AI Deception)”, di mana AI memanipulasi kita untuk keuntungan pihak lain.

(3) Keamanan Data Pribadi Terancam: Sistem AI bekerja dengan mengolah data dalam jumlah sangat besar. Ini menjadikannya target empuk bagi peretas. Jika sistem ini tidak dilindungi dengan baik, data pribadi kita bisa bocor dan disalahgunakan.

Di luar ancaman kriminal, penggunaan AI yang serampangan juga bisa secara perlahan mengikis nilai-nilai kemanusiaan kita. (1) Kreativitas yang Kehilangan Makna: Bagi seniman, penulis, atau musisi, karya adalah hasil jerih payah dan curahan jiwa. Namun, AI dilatih menggunakan miliaran karya dari internet, sering kali tanpa izin dari penciptanya.

Saat kita bisa “mencipta” lagu atau lukisan hanya dengan perintah teks, kita mungkin mulai lupa untuk menghargai proses kreatif dan hak para kreator.

(2) Kejujuran dan Usaha yang Terkikis: Di dunia pendidikan dan pekerjaan, AI bisa menjadi godaan besar. Siswa mungkin menggunakan AI untuk mengerjakan seluruh tugasnya, sehingga kemampuan berpikir kritisnya tidak terasah. Integritas dan kejujuran bisa luntur karena ada jalan pintas yang begitu mudah. Padahal, informasi dari AI harus bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan.

(3) Norma Sosial yang Kabur: Tanpa disadari, AI bisa memperkuat prasangka buruk yang ada di masyarakat. Jika data yang digunakan untuk melatihnya bias, maka hasil yang dikeluarkan juga akan bias, misalnya menciptakan konten yang merendahkan kelompok tertentu dan merusak keharmonisan. Jangan Khawatir, Sudah Ada Aturan Mainnya

Untungnya, kita tidak sendirian menghadapi tantangan ini. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital, tidak tinggal diam. Mereka telah menyusun “Konsep Pedoman Etika Kecerdasan Artifisial”. Anggap saja ini sebagai “buku panduan” agar penggunaan AI di negara kita tetap berada di jalur yang benar.

Inti dari pedoman ini sederhana: (1) AI Harus Mengutamakan Manusia: Teknologi ini ada untuk kesejahteraan kita, bukan sebaliknya. (2) Harus Aman Dipakai: Pengguna harus dilindungi dari bahaya dan penyalahgunaan data. (3) Cara Kerjanya Harus Jelas: Tidak boleh ada AI yang bekerja seperti “kotak hitam” misterius. Kita berhak tahu bagaimana AI mengambil keputusan.

(4) Harus Ada yang Bertanggung Jawab: Jika terjadi kesalahan atau kerugian, harus jelas siapa yang harus bertanggung jawab. Pedoman ini melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah (Pemangku Kebijakan), perusahaan teknologi (Pelaku Sektor), hingga kita semua sebagai Pengguna.

Jadi, Apa yang Bisa Kita Lakukan? Teknologi AI ada di tangan kita semua. Mau menjadi berkah atau masalah, kitalah yang ikut menentukan arahnya. Daripada takut, lebih baik kita menjadi pengguna yang cerdas dan bertanggung jawab. Berikut adalah tiga langkah sederhana yang bisa kita mulai dari sekarang: (1) Jangan Telan Mentah-Mentah: Jika Anda melihat informasi, foto, atau video yang terasa aneh atau terlalu heboh, jangan langsung percaya. Latih diri Anda untuk selalu berpikir kritis dan mengecek kebenarannya dari sumber lain.

(2) Jadi Pengguna yang Bijak: Manfaatkan AI untuk hal-hal positif. Gunakan untuk membantu pekerjaan, belajar, atau menyalurkan hobi, bukan untuk mencontek, menipu, atau menyakiti orang lain.

(3) Saling Mengingatkan: Ciptakan lingkungan yang sadar akan etika digital. Jika ada teman atau keluarga yang mulai menyalahgunakan AI, jangan ragu untuk mengingatkan dengan cara yang baik.

AI adalah alat yang luar biasa, tetapi alat hanyalah alat. Kitalah yang memegang kendali. Dengan sikap waspada, kritis, dan berpegang pada etika, kita bisa memastikan teknologi ini benar-benar membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia. (Dewanto Rosian Adhi)

Penulis merupakan dosen Universitas Mayasari Bhakti (UMB) Tasikmalaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *