Abe Cekut Sebagai Ikon Fenomena Balita Alpha Berbahasa di Era Digital

Sosial438 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Di era digital yang semakin maju, fenomena munculnya balita generasi alpha yang menjadi selebgram telah menjadi sorotan publik. Generasi alpha merujuk pada generasi yang lahir pada rentang 2010-2024. Balita atau anak-anak yang masih usia dini mampu mencuri perhatian publik dengan kehadiran mereka di dunia media sosial. Selebgram, selebritas Instagram, adalah individu yang memperoleh popularitas melalui akun media sosial mereka, khususnya Instagram.

Selebgram cilik ini sering kali memiliki akun Instagram yang diatur oleh orang tuanya. Mereka mengunggah foto-foto dan video yang menggemaskan, menarik perhatian ribuan bahkan jutaan pengikut. Dengan pesona mereka yang alami dan tingkah laku yang menggemaskan, mereka berhasil menjadi idola di dunia maya. Fenomena ini semakin menarik ketika munculnya balita viral di luar lingkaran keluarga artis seperti Abe Cekut yang sedang viral akhir-akhir ini.

Abe “Abraham Dmitriev Hariyanto”, balita kelahiran 3 Juli 2021, tidak lahir dari keluarga selebritas. Namun, namanya viral di media sosial karena celotehan-celotehannya yang menggemaskan ketika live streaming bersama ayahnya. Beberapa celotehan Abe yang terkenal di antaranya “Oi, gantengnya oy..” atau ketika ia menyanyikan lagu Sal Priadi berjudul “Dari Planet Lain”, juga beberapa konten Abe lainnya yang dibuat bersama ayahnya. Ada juga balita viral lainnya yang tidak memiliki latar artis. Shanon Kurniawan, balita perempuan menggemaskan itu terkenal dengan sapaan khasnya “Hai kamera…”. Selain mereka, ada Shabira Alula yang telah lebih dahulu viral sebagai anak kecil yang selalu berbicara menggunakan kata-kata baku dan terstruktur.

Jauh sebelum itu, seorang balita plontos menggemaskan bernama Junior R Sugiarto (Tatan) viral dengan celotehan dan ekspresinya. Juga, ada Kirana yang viral di akun media sosial ibunya, Retno Hening, hingga lahir buku Kirana & Happy Little World.
Tak bisa dipungkiri bahwa selebgram cilik telah menjadi bagian dari pergeseran budaya digital. Mereka menghadirkan keceriaan dan kepolosan yang mampu menyegarkan pandangan kita di tengah kerumitan dunia dewasa.

Hal yang menarik perhatian, selain popularitas mereka, adalah bagaimana balita-balita “ajaib” ini memeroleh keterampilan dalam berbahasa. Anak-anak belajar bahasa melalui interaksi dengan lingkungan mereka. Mereka belajar berbahasa dengan cara berinteraksi dengan orang lain, bermain dengan teman, dan berbicara dengan orang tua.

Sebelum bisa berbahasa, seorang anak akan mengalami atau berada pada tahap pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa pertama terjadi tanpa disadari, dan bahasa digunakan untuk keperluan komunikasi semata-mata tanpa kesadaran terkait adanya kaidah bahasa.
Pemerolehan bahasa pada anak melibatkan beberapa tahapan yang penting, yaitu masa membabel, holofrase, masa ucapan dua kata, dan masa permulaan tata bahasa. Masa membabel dimulai dari usia 0 sampai 1 tahun. Pada tahap ini anak mulai mengucapkan pola suku kata KV (konsonan dan vokal) seperti bunyi-bunyian “aaa,” “taa,” “mmmm”. Masa Holofrase, dimulai pada usia 1 sampai 2 tahun.

Pada masa ini anak mulai mengucapkan satu kata. Masa ucapan dua kata, dimulai pada usia 2 sampai 2 tahun 6 bulan. Pada masa ini anak mulai mengucapkan dua kata. Tahap terakhir adalah Masa Permulaan Tata Bahasa, dimulai pada usia 2 tahun 6 bulan hingga 3 tahun ke atas, di mana anak mulai memahami dan menggunakan tata bahasa.

Bagaimana Abe bisa memiliki keterampilan berbicara yang baik di usia tersebut? Hal ini tentulah menarik. Apabila kita telaah, kemampuan berbahasa pada anak usia 3 tahun seperti Abe sedang berkembang pesat. Pada usia ini, anak telah menguasai beberapa kosakata dasar dan mampu membentuk kalimat pendek secara lebih terstruktur. Mereka dapat mengungkapkan kebutuhan dan pikiran sederhana dengan jelas serta dapat mengikuti instruksi sederhana. Anak-anak usia 3 tahun juga cenderung menirukan suara dan intonasi yang mereka dengar sehari-hari. Penting untuk memberikan lingkungan yang kaya dengan percakapan dan membaca buku bersama anak-anak pada usia ini, untuk memfasilitasi dan memperluas kemampuan bahasa mereka. Selain itu, menyanyikan lagu-lagu anak dan bermain permainan bahasa juga dapat membantu meningkatkan kemampuan bahasa mereka secara keseluruhan.

Kemampuan berbahasa pada selebgram cilik yang sudah ceriwis berbicara pada usia 3 tahun bisa jadi juga dipengaruhi oleh lingkungan bahasa yang kaya, interaksi sosial yang aktif, stimulasi, peran orang tua, serta kepribadian dan minat anak yang unik. Faktor-faktor ini berperan penting dalam mempercepat perkembangan kemampuan berbahasa anak, meskipun setiap anak memiliki waktu perkembangan yang berbeda dalam kemampuan berbahasa. Hal itu bisa kita lihat dari bagaimana Abe berinteraksi dengan orang tuanya.

Selain itu, Abe sebagai bagian dari generasi Alpha (generasi yang lahir di rentang 2010-2024) juga tak lepas dari fasilitas-fasilitas digital yang ada saat ini. Abe memiliki akses yang luas ke beragam konten bahasa melalui internet dan media sosial meskipun didampingi orang tuanya. Abe tak menjadi canggung ketika harus live streaming menghadap kamera, berinteraksi dengan pengikutnya bahkan Abe memiliki panggilan khas untuk para pengikutnya yaitu “Onti dan Angkel”. Hal tersebut secara tidak langsung membantu balita-balita ini berlatih berbahasa dan membangun keterampilan sosial.

Terlepas dari pro kontra mengenai balita menjadi konten kreator di media sosial, pemerolehan bahasa selebgram cilik menjadi fenomena menarik yang patut dikaji sesuai generasinya. Fenomena ini mencerminkan bahwa era digital saat ini berkaitan erat dengan keterampilan berbahasa dan berkomunikasi. Hal ini tentu menjadi subjek yang menarik untuk diteliti lebih lanjut dalam konteks penelitian bahasa. (Sri Maryani, MPd)

Penulis merupakan Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Siliwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *