RADAR TASIKMALAYA – Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 55 menyebutkan bahwa salah satu syarat untuk menyelenggarakan Perguruan Tinggi adalah harus memiliki Perpustakaan.
Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang berada pada lingkungan perguruan tinggi atau sekolah tinggi, akademi atau sekolah tinggi lainnya yang pada hakikatnya merupakan bagian integral dari suatu perguruan tinggi. Perpustakaan perguruan tinggi didirikan untuk menunjang pencapaian tujuan perguruan tinggi yang bersangkutan dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perpustakaan Perguruan Tinggi sering diibaratkan sebagai jantungnya Perguruan Tinggi (the heart of university), maka keberadaannya harus ada agar dapat memberikan layanan kepada sivitas akademika sesuai dengan kebutuhan. Perpustakaan Perguruan Tinggi sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) mempunyai fungsi sebagai pusat layanan informasi, pelestarian ilmu pengetahuan pusat pengajaran, dan pusat penelitian serta dalam rangka menunjang Tri Dharma Perguruan Tinggi. Saat ini keberadaan perpustakaan tidak akan dipisahkan dalam perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi. Masyarakat pengguna menggantungkan harapan akan kebutuhan informasi terhadap perpustakaan, terutama sivitas akademika perguruan tinggi.
Perpustakaan yang dulunya hanya sebatas koleksi tercetak baik itu buku, majalah dan jurnal dengan perkembangan teknologi semakin berubah dan berbenah, ledakan informasi yang semakin cepat memiliki dampak yang kompleks terhadap pendidikan dan perpustakaan sebagai pengolah informasi. Informasi menjadi semakin beragam serta pengemasan informasi menjadi lebih beragam pula. Saat ini, zaman telah menuntut yang lebih praktis, koleksi perpustakaan dituntut dalam bentuk digital dan bisa diakses dengan mudah supaya perpustakaan lebih menarik dan untuk memberikan pemustaka kepuasan dalam menggunakan layanan perpustakaan.
Namun seolah menjadi pemahaman yang melekat, masyarakat awam memandang sebuah perpustakaan hanyalah sebuah gedung tempat penyimpanan buku yang disusun dengan rak-rak sedemikian rupa, tempat membaca dan meminjam buku dan hanya tempat pelarian untuk mendinginkan suasana hati saja di kala banyak masalah menerpa. Ditambah dengan suasana lingkungan perpustakaan yang monoton, koleksi yang berdebu dan ketinggalan zaman, maka semakin menambah citra buruk perpustakaan yang sejatinya merupakan pusat peradaban pendidikan yang dinamis. Dan sangat disayangkan pula, masyarakat kita seolah mengiyakan persepsi tersebut. Demikian juga anggapan mengenai petugas perpustakaan,yang hanya dikenal sebagai penunggu tumpukan buku seolah terdoktrin dan melekat dalam kacamata insan kampus.
Petugas perpustakaan dipandang hanyalah sebagai pelayan peminjam koleksi bahan pustaka saja. Bila digambarkan secara visual, pada umumnya orang melihat petugas perpustakaan identik dengan seorang sosok bapak/ibu tua jutek yang kurang bersahabat bagi pengunjung. Setali uang dengan itu, menjadi rahasia umum, bila seseorang yang mengemban tugas dan ditempatkan di perpustakaan, dalam persepsi orang di lingkungan kerja merupakan orang yang sedang menjalani “hukuman”.
Namun kita tak bisa mengelak stigma negatif tersebut, karena fakta berbicara demikian. Tetapi kita harus berpikir bijak dan menilai secara objektif, bahwa penilaian tersebut tidaklah semuanya benar. Meskipun bukan perkara mudah menghilangkan image tersebut, namun perlahan dan dengan tekad yang kuat, persepsi tersebut harus dihilangkan. Tentunya harus dibuktikan dengan kinerja yang optimal, inovatif, dan berdaya saing tinggi, dengan tetap orientasi terhadap kepuasan pemustaka atau civitas akademika kampus. Berbicara perpustakaan, tentunya tidak mungkin bisa terlepas dari pustakawan. Dimana seorang pustakawan menjadi penggerak dan personifikasi perpustakaan itu sendiri, mengingat teknologi informasi dan komunikasi juga di kendalikan oleh pustakawan.
Seorang Pustakawan dalam era teknologi informasi saat ini perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi era perpustakaan digital. Kemampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan ini amat diperlukan karena pemustaka sendiri tentunya mengharapkan layanan yang berorientasi pada teknologi maju sehingga keakuratan data dan kecepatan informasi dapat diperoleh. Khususnya pada perpustakaan yang melayani lembaga perguruan tinggi akan selalu berkembang baik jumlah koleksi, fasilitas maupun pengembangan profesionalisme para pustakawan. Dalam mendukung aktivitas kegiatan ini perpustakaan diharapkan akan selalu sigap dalam menyiapkan kebutuhan pemustaka sehingga koleksi yang disediakan mampu mengimbangi kebutuhan informasi yang diperlukan.
Era digital menjadi peluang maupun tantangan bagi sektor perpustakaan, terutama peran perpustakaan perguruan tinggi dalam meningkatkan pelayanan. Perpustakaan perguruan tinggi terus berbenah dalam hal pelayanan dan pengemasan informasi serta persebaran informasi ilmu pengetahuan. Perpustakaan harus menjadi sasaran utama buat civitas akademik dalam memperoleh informasi, untuk itu perpustakaan harus selalu memperbaharui koleksi baik itu tercetak maupun non cetak.
Peran Pustakawan, semakin berkembang dari waktu ke waktu. Kini pustakawan tidak hanya melayani sirkulasi buku, tetapi dituntut untuk dapat memberikan informasi secara cepat, tepat, akurat, dan efisien dari segi waktu dan biaya. Pustakawan dituntut untuk mengembangkan kompetensi yang ada dalam dirinya guna mendukung pelaksanaan program Tridarma Perguruan Tinggi. Kompetensi dan peran pustakawan sangat berperan dalam mendukung tercapainya visi perguruan tinggi.
Butuh perjuangan lebih ekstra untuk menunjukkan bahwa pustakawan ini mampu sejajar dengan profesi lain. Betapa tidak, status pustakawan kini sudah terlanjur masuk pada ranah profesional. Artinya, ada kualifikasi tertentu jika seseorang ingin menjadi pustakawan. Ini pula menjadi penanda bahwa pustakawan bukan lagi seperti yang dianggap orang pada masa-masa sebelumnya yang hanya sebagai penjaga buku dan penjaga gunungan kertas di gudang saja. Dengan harapan, semakin profesionalnya para pengelola perpustakaan atau pustakawan, maka akan mempunyai nilai lebih di mata pemustaka khususnya dalam hal pelayanan,dan tentunya akan menaikkan nilai tambah untuk lembaga dan masyarakat umum. (Dedi Natawijaya)
Dedi Natawijaya adalah Arsiparis Perpustakaan Universitas Siliwangi.