Etika Komunikasi di Dunia Kerja: Fondasi Keharmonisan dan Profesionalisme

Sosial61 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Di banyak tempat kerja, sering kita mendengar kalimat: “Masalahnya sepele, tapi kok jadi besar?” atau “Padahal maksud saya baik, kenapa jadi salah paham?” Jawabannya seringkali bukan karena isi pembicaraan yang keliru, melainkan cara komunikasi yang tidak tepat.

Dalam dunia kerja modern, kemampuan teknis memang penting, tetapi tanpa etika komunikasi, kolaborasi bisa mudah retak. Penelitian di berbagai lembaga HR menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen konflik di organisasi bukan disebabkan oleh kurangnya kompetensi, tetapi karena cara menyampaikan pesan yang kurang bijaksana. Maka, komunikasi bukan hanya apa yang kita sampaikan, tetapi bagaimana kita menyampaikannya.

Salah satu kunci utama dalam komunikasi yang baik adalah kemampuan untuk mendengarkan. Namun, banyak orang “mendengar” hanya untuk menunggu giliran bicara, bukan untuk memahami. Akibatnya, pesan yang diterima menjadi setengah-setengah dan kesalahpahaman mudah terjadi.

Dalam dunia kerja, kemampuan mendengarkan menunjukkan penghargaan terhadap orang lain. Ketika seseorang merasa didengarkan, ia merasa dihargai. Dan ketika merasa dihargai, kepercayaan tumbuh.

Tanpa kepercayaan, kerja sama hanya akan menjadi formalitas. Dengan kepercayaan, kerja sama akan menjadi kekuatan.

Tegas tidak selalu berarti keras, dan santai tidak berarti sembrono. Pemilihan kata yang tepat mencerminkan kedewasaan emosi dan karakter seseorang.

Ucapan sederhana dapat menjaga suasana kerja tetap sehat. Kalimat yang baik dapat memperbaiki keadaan, sementara kalimat yang kurang bijak dapat merusak hubungan dalam hitungan detik.

Setiap orang memiliki harga diri. Ketika ada kesalahan yang perlu diperbaiki, sebaiknya sampaikan secara pribadi, bukan di depan umum.

Mengoreksi seseorang di hadapan rekan-rekannya dapat membuatnya malu, defensif, dan kehilangan motivasi. Sebaliknya, koreksi yang diberikan dengan lembut dan empat mata membuat seseorang merasa dibantu, bukan diserang. Koreksi yang tepat bukan menghukum, tetapi membimbing.

MENGELOLA NADA SUARA DAN BAHASA TUBUH

Komunikasi bukan hanya soal kata-kata. Nada suara dan bahasa tubuh menyampaikan pesan jauh lebih kuat.

Pemimpin yang matang bukan yang paling sering meninggikan suara, tetapi yang mampu menahan diri ketika situasi menegangkan. Ketenangan adalah bentuk kewibawaan. Sopan santun adalah bentuk kekuatan.

Saat kita berbicara dengan tenang, pesan kita lebih mudah diterima. Ketenangan mengajak orang lain untuk ikut berpikir jernih. Lalu empati atau menempatkan diri pada sudut pandang orang lain. Empati berarti berusaha memahami perasaan orang lain, bukan sekadar menjawab atau menanggapi.

Dalam dunia kerja, empati menciptakan suasana saling mendukung. Ketika kita berbicara dengan empati, kita bukan hanya menyampaikan informasi — kita membangun hubungan.

Pada akhirnya, kualitas hubungan di tempat kerja sangat memengaruhi kualitas hasil kerja itu sendiri. Komunikasi bukan hanya soal pesan, tetapi tentang bagaimana kita memperlakukan manusia yang menerima pesan tersebut. (Andi Gumilar)

Penulis adalah pembicara seminar, trainer komunikasi, dan motivator yang telah memberikan pelatihan di berbagai perusahaan, lembaga pemerintahan, organisasi, dan kampus di seluruh Indonesia. Dengan pengalaman melatih ribuan peserta, ia dikenal memiliki gaya penyampaian yang inspiratif, sistematis, dan mudah diterapkan. Website: www.mediainspirator.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *