RADAR TASIKMALAYA – Menurut WHO kesehatan mental adalah suatu kondisi kesejahteraan (well-being) seorang individu yang menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya.
Sementara itu, Kesehatan mental menurut seorang ahli kesehatan Merriam Webster, diartikan sebagai suatu keadaan emosional dan psikologis yang baik, di mana individu dapat memanfaatkan kemampuan kognisi dan emosi berfungsi dalam komunitasnya, dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Gangguan kesehatan mental dapat diperoleh semenjak anak dari dalam kandungan maupun ketika seseorang tumbuh dewasa namun dalam perkembangannya ditemui hal-hal yang dapat berdampak pada stres yang berlebihan. Kehidupan yang semakin modern membawa berbagai macam tuntutan yang harus dipenuhi. Bukan hanya karena sifatnya yang wajib atau penting melainkan keinginan diakui oleh masyarakat menjadikan individu merasa harus mengikuti tren yang sedang berlangsung tanpa sadar akan kapasitasnya.
Untuk menumbuhkan kesehatan mental perlu ditanamkan sejak dini, maka anak-anak harus menjadi skala prioritas baik oleh orang tua di lingkungan keluarga, peran lingkungan sosial dan lingkungan pendidikan. Dunia anak-anak sebagai dunia bermain sampai saat ini belum terbantahkan kenyataannya, namun di era modern saat ini dunia bermain anak-anak dibantu oleh sarana teknologi sehingga lupa bahwa ada permainan yang lebih nyata, seperti permainan tradisional yang banyak dilakukan oleh anak-anak pada zaman dahulu.
Anak-anak pada zaman sekarang mengalami dua hal yang berpotensi memengarahi kesehatan mental, yakni, Pertama, ketergantungan akan teknologi khususnya handphone sebagai sarana bermain. Kedua, lupa akan permianan tradisional yang lebih menyehatkan, serta dapat melestarikan budaya dengan bahan alat yang telah disediakan oleh alam dan lingkungannya. Kesehatan mental merupakan aspek penting dalam mewujudkan kesehatan yang menyeluruh.
Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia pada usia 15 tahun ke atas yang mengalami gangguan mental emosional adalah 6% (Balitbangkes RI, 2018). Riset ini menunjukkan bahwa usia remaja merupakan usia yang rentan untuk mengalami masalah kesehatan mental. Masalah kesehatan mental yang terjadi pada remaja dapat diakibatkan oleh berbagai faktor.
Perubahan biologi, psikologi dan sosial dapat menjadi faktor risiko atau menjadi faktor protektif terhadap munculnya masalah kesehatan mental pada remaja. Maka, deteksi terhadap masalah kesehatan jiwa menjadi sangat penting, sehingga sedini mungkin dapat dilakukan upaya untuk mencegah munculnya masalah kesehatan mental yang dapat berdampak terhadap kualitas hidup remaja.
Pada masa usia dini tempaan dapat memberikan bekas yang kuat dan tahan lama. Kesalahan menempa akan memberikan efek negatif jangka panjang yang sulit diperbaiki. Hal tersebut mengharuskan orang tua untuk dapat menciptakan program yang benar-benar tepat dan cermat sehingga dapat mengembang- kan anak secara maksimal.
Pada perilaku kehidupan modern sekarang, sering ditemui adanya kebiasaan hidup yang menyebabkan anak menjadi kurang gerak. Kurangnya lingkungan bermain yang aman, terlindungi, dan merangsang tumbuh kembang anak sudah sepatutnya menjadi kepedulian orang tua dan guru. Orang tua disibukkan dengan urusan masing-masing. Anak terbiasa menonton tayangan televisi sampai berjam-jam, kebiasaan bermain playstation atau game di komputer.
Dunia bermain anak-anak dibantu oleh sarana teknologi sehingga lupa bahwa ada permainan yang lebih nyata, seperti permainan tradisional yang banyak dilakukan oleh anak-anak pada zaman dahulu. Kondisi saat ini, sedikit banyaknya akan mempengaruhi kesehatan mental pada anak. Kalau kondisi tersebut dibiarkan maka, anak di lingkungan transisi dari pedesaan ke perkotaan sebagaimana yang direncanakan dalam kegiatan ini, akan muncul gangguan mental pada anak sekaligus juga anak-anak lupa akan permainan dalam dunia nyata.
Permainan tradisional merupakan alternatif yang kaya akan nilai budaya dan bahkan hampir tanpa adanya pelestarian. Permainan tradisional yang ada mirip dengan olahraga yakni memiliki aturan main dan mampu memberikan kesenangan, relaksasi, kegembiraan dan tantangan. Guna memfasilitasi pengembangan kemampuan sosial anak memanfaatkan permainan tradisional sebagai modal budaya yang dimiliki Indonesia sebagai fasilitasnya.
Mengembangkan kemampuan sosial anak bisa berlangsung di lingkungan sekolah, rumah dan di masyarakat. Kota Tasikmalaya masih banyak menyimpan potensi alam untuk dimanfaatkan dan dilestarikan. Sehingga untuk menjadikan anak-anak lebih sehat secara mental, dan supaya anak-anak tidak banyak tergantung pada handphone sebagai sarana bermain.
Pentingnya permainan ini adalah untuk mengasah keterampilan motorik, konsentrasi dan kerja sama tim. Kesehatan mental anak akan positif jika diberikan kebahagiaan dengan mengenali permainan yang saat ini sudah semakin punah. Lembaga pendidikan formal, harus memberikan edukasi secara langsung pengenalan dan pelestarian permainan tradisional pada anak yang sudah tidak dikenal dan nyaris punah. Maka dari itu, pengenalan kembali permainan tradisional pada yang nyaris punah bukan hanya sebatas pelestarian budaya, melain juga dapat menumbuhkan kesehatan mental pada anak masa kini yang telah terkontaminasi teknologi.
Dosen Universitas Siliwangi telah mengadakan pengenalan kembali permainan tradisional, seperti Gatrik, egrang/jajangkungan, boyboyan, dan bakiak. Kegiatan ini bermanfaat bagi masyarakat adanya lembaga pendidikan tinggi untuk mengedukasi masyarakat terkai pentingnya menumbuhkan kesehatan mental anak juga membutuhkan nuansa lain dalam lingkungan permainan anak. Hal tak kalah penting juga adanya pendampingan orang tua dan lingkungan setempat untuk tetap menciptakan lingkungan anak-anak yang ramah, perlu fasilitas anak untuk bermain bebas. (K Adi Saputra)
Pemerhati Kesehatan, Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi