Smart Packaging: Menata Ulang Ekonomi dan Ekologi di Era Modern

Ekonomi72 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Bayangkan jika setiap hari kita dapat mengurangi secara signifikan jumlah makanan yang dibuang. Di balik setiap potong roti basi atau buah busuk terdapat biaya ekonomi dan ekologi yang besar. Namun, ada harapan baru yang dapat mengubah cara kita mengelola makanan, namanya keren “Smart packaging, kemasan pintar”.

Kemasan pintar, merupakan teknologi inovatif yang mengintegrasikan sensor dan komunikasi untuk meningkatkan fungsi kemasan konvensional. Seperti yang dijelaskan dalam artikel dari sebuah jurnal, Aspects of sustainability and design engineering for the production of interconnected smart food packaging yang ditulis oleh Aguayo-González et.al (2019), kemasan pintar mampu mendeteksi perubahan lingkungan seperti suhu atau kelembaban yang mempengaruhi kualitas makanan.

Dengan teknologi ini, konsumen dan produsen dapat memantau kesegaran makanan secara real-time untuk mencegah limbah. Hal serupa juga dikemukakan dalam jurnal lain karya Charter et al. (2002) dengan artikelnya Marketing and sustainability menegaskan bahwa kemasan pintar tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan tapi juga ekonomi karena mampu mengurangi biaya akibat limbah makanan.

Saat ini, sepertiga dari makanan yang dihasilkan untuk dimakan manusia berujung di tempat sampah. Ini bukan hanya masalah moral; sampah makanan juga memengaruhi lingkungan secara langsung. Bila makanan membusuk, ia akan menghasilkan metana, salah satu gas rumah kaca yang lebih kuat dari karbondioksida.

Belum lagi, sumber daya seperti air, energi dan lahan yang dipakai untuk menghasilkan makanan jadi sia-sia. Akan tetapi, kemasan cerdas menawarkan solusi yang memungkinkan kita menjaga kesegaran makanan lebih lama, meningkatkan efisiensi pendistribusian dan pada akhirnya mengurangi sampah.

Mengungkap Masalah Limbah Makanan

Tahukah Anda bahwa limbah makanan menyumbang sekitar 10% dari emisi gas rumah kaca global? Ini setara dengan emisi tahunan yang dihasilkan oleh seluruh Uni Eropa. Penyebabnya sering kali sederhana: kurangnya informasi tentang kondisi makanan. Kita sering membuang makanan hanya karena tanggal kedaluwarsanya sudah lewat, meskipun sebenarnya masih layak konsumsi.

Kemasan pintar hadir untuk menjawab tantangan ini. Dengan teknologi seperti sensor dan indikator visual, kemasan ini memberikan informasi waktu nyata tentang kesegaran makanan. Misalnya menurut Aguayo-González , beberapa jenis kemasan dapat mendeteksi emisi etilen, gas yang mempercepat pematangan buah. Dengan begitu, konsumen dapat mengetahui apakah sebuah produk masih segar atau sudah mendekati akhir masa konsumsinya.

Secara ekonomis, tampaknya data juga mendukung fakta bahwa limbah makanan sama sekali tidak menguntungkan. Berry dkk., 1985 mencatat bahwa sekitar $ 218 miliar terbuang di Amerika Serikat setiap tahun dalam bentuk limbah makanan. Dengan demikian, penelitian tersebut mencakup biaya produksi, distribusi sepertiga dari makanan ini dan manajemen sampah sebulan. Menerapkan kemasan yang cerdas dapat mengurangi biaya ini secara signifikan.

Masalah limbah makanan adalah salah satu topik penting di banyak negara termasuk Indonesia. Menurut Bappenas, Indonesia menghasilkan sekitar 23 juta ton limbah makanan tiap tahun. Data ini mencerminkan masalah tidak hanya pemborosan sumber daya, tetapi juga tekanan besar terhadap lingkungan.

Beberapa tahun terakhir, itu telah menjadi subyek berbagai inisiatif lokal. Misalnya, beberapa startup agritech di Indonesia, seperti Tanibox dan EdenFarm, mencoba untuk memecahkan masalah limbah makanan dengan membawa solusi kemasan pintar sehingga memperpanjang masa simpan produk pertanian.

Manfaat Nyata Kemasan Pintar

Smart packaging tidak hanya teknologi tinggi; itu menawarkan manfaat yang dapat dirasakan oleh semua orang, dari produsen hingga konsumen. Satu keunggulannya adalah bahwa itu dapat memperpanjang umur simpan makanan. Sensor yang terintegrasi dalam kemasan dapat memantau suhu dan kelembaban, dua faktor yang paling mempengaruhi kualitas dan kesegaran makanan.

Sebagai contoh, di Amerika Serikat, limbah makanan disebut dirugikan ekonomi $218 miliar per tahun. Dengan kemasan pintar, para produsen dan pengecer juga lebih mudah mengelola persediaan mereka. Mereka dapat selalu sadar makanan mana yang perlu mereka jual, sehingga mengurangkan risiko barang basi di rak toko mereka. Di satu sisi, konsumen dapat merasakan manfaat karena mereka dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang kapan makanan yang mereka beli harus dimakan.

Di Indonesia, beberapa supermarket besar mulai mengadopsi teknologi serupa untuk mengurangi pemborosan makanan. Misalnya, beberapa jaringan ritel mulai menggunakan kemasan yang telah dilengkapi dengan indikator kesegaran pada produk terutama daging dan ikan.

Upaya ini membantu mengurangi pemborosan dan memberikan nilai tambah bagi para konsumen yang kini telah lebih peduli akan isu lingkungan. Selain itu, jika dilihat dari kacamata ekonomi lingkungan, kemasan pintar juga mendukung prinsip ekonomi sirkular. Teknologi ini menggunakan bahan yang higienis, dapat didaur ulang, atau terurai secara hayati. Cordero dkk., (2011) dalam artikelnya The sustainability of communicative packaging concepts in the food supply chain. A case study: part 1. Life cycle assessment, menyebutkan bahwa teknologi ini dapat signifikan mengurangi limbah makanan juga limbah plastik sehingga jejak karbon industri makanan turun, selain membuka peluang inovasi baru di sektor daur ulang.

Keamanan Pangan yang Lebih Aman dan Berkelanjutan

Selain memperpanjang masa simpan makanan, kemasan cerdas juga berperan meningkatkan keamanan pangan. Beberapa inovasi memungkinkan deteksi kontaminasi bakteri atau zat kimia berbahaya di dalam makanan. Hal ini sangat penting untuk produk seperti daging dan ikan yang rentan terhadap pembusukan dan dapat menyebabkan keracunan jika tidak disimpan dengan benar.

Kemasan pintar juga dapat mendukung upaya menuju ekonomi sirkular. Banyak penemuan dalam bidang ini menggunakan bahan yang dapat didaur ulang atau terurai secara organik, sehingga tidak hanya mengurangi limbah makanan melainkan juga sampah plastik. Karenanya, dampak positifnya terhadap lingkungan menjadi semakin besar (Cordero dkk., 2011).

Menuju Masa Depan yang Lebih Hijau dan Berkelanjutan

Perubahan besar dimulai dari ide-ide kecil yang diterapkan secara konsisten. Salah satu ide brilian yang telah mulai diterapkan beberapa perusahaan besar tentu saja penggunaan kemasan pintar. Walmart misalnya telah melakukan ini dalam upaya mencapai tujuan nol limbah pada tahun 2030. Inspirasi dari langkah mereka menunjukkan bahwa keberlanjutan bukan lagi semata tren, melainkan kebutuhan mendesak yang harus diwujudkan secara konkret.

Di tingkat global, berbagai negara maju di Eropa menjadi pelopor dalam implementasi teknologi kemasan pintar. Inisiatif seperti Green Deal Eropa mendorong penggunaannya untuk mencapai target pengurangan setengah dari limbah makanan pada 2030. Contohnya adalah Denmark dan Belanda yang telah menetapkan kebijakan prioritas pada inovasi pengemasan ramah lingkungan di seluruh mata rantai pasok.

Namun, kesuksesan penuh implementasi kemasan pintar tidak hanya bergantung pada teknologinya, edukasi masyarakat juga berperan penting. Masyarakat perlu memahami cara membaca indikator pada kemasan dan memanfaatkannya untuk mengurangi limbah pangan mereka.

Bayangkan masa depan di mana sampah makanan menjadi sangat minimal, setiap produk yang dibeli bisa dimanfaatkan sepenuhnya, dan lingkungan terlindungi dari dampak buruk limbah. Dengan terobosan seperti kemasan pintar, masa depan hijau itu bukan lagi mimpi yang mustahil.

Waktunya Bertindak

Kemasan cerdas bukan sekadar solusi teknis belaka, melainkan merupakan perubahan paradigma dalam melihat makanan dan keberlanjutan. Teknologi ini mengajak kita untuk merefleksikan bahwa setiap langkah, sekecil apa pun, dapat memberi dampak besar. Kini saatnya kita bersama-sama mendukung inovasi ini, tak hanya sebagai konsumen tetapi juga pelaku industri.

Dengan mengadopsi kemasan pintar, kita tidak saja dapat mengurangi limbah namun juga membuka lebar jalan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Masa depan di mana makanan yang kita konsumsi bukan lagi beban bagi planet kita, melainkan sumber daya yang dikelola dengan bijak untuk kemaslahatan semua makhluk. Dari sampah ke lestari, perjalanan ini dimulai saat ini juga. (Unang Atmaja)

Dosen Prodi Agribisnis Universitas Siliwangi, Pengampu MK Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *