RADAR TASIKMALAYA – Di dalam suatu organisasi sangat dibutuhkan pengendalian intern. Pengendalian intern atau internal control menurut COSO (2013) yaitu, “A process effected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives relating to operations, reporting, and compliance.”
Dengan kata lain, pengendalian intern adalah suatu proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu organisasi, agar pelaksanaannya sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana untuk mencapai tujuan. Tujuan tersebut tentunya tidak sama pada masing-masing organisasi, hal tersebut tergantung kepada jenis dan karakteristik organisasinya.
Dalam usaha mengawal pencapaian tujuannya, sebuah organisasi harus menerapkan tiga lapis pertahanan (three lines of defense). Institutes of Internal Auditor (IIA) menyebutkan bahwa three Lines of model consists of governing body, management and internal audit (IIA, 2020).
Hal ini juga selaras dengan CRMS (2010) yang menyebutkan bahwa tiga lapis pertahanan terdiri dari pertahanan lapis pertama dilaksanakan oleh unit atau komponen atau fungsi bisnis yang melakukan aktivitas operasional perusahaan sehari-hari, terutama yang merupakan garis depan atau ujung tombak organisasi.
Pertahanan lapis kedua dilaksanakan oleh fungsi-fungsi manajemen risiko dan kepatuhan, terutama fungsi-fungsi manajemen risiko dan kepatuhan yang sudah terstruktur misal: departemen atau unit manajemen risiko dan kepatuhan. Pertahanan lapis ketiga dilaksanakan oleh auditor baik auditor internal /pengawas internal maupun auditor eksternal. Peran auditor internal/pengawas intern jauh lebih intens dalam model 3LD ini karena mereka adalah bagian internal organisasi/perusahaan yang bersifat independen terhadap fungsi-fungsi lainnya.
Pendidikan Tinggi (PT) merupakan sebuah organisasi yang bersifat dinamis yang mempunyai tujuan yang harus dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka three line of defense juga wajib diterapkan, yang di dalamnya tentunya terdapat pengendalian intern.
Salah satu entitas yang berperan sebagai pengendali intern di PT adalah satuan pengawasan intern yang menduduki posisi sebagai organ bersama dengan rektor, senat dan dewan penyantun. Pembentukan SPI di PT ini berdasarkan kepada Permendikbud No.22 Tahun 2017 yang berbunyi, “Satuan Pengawasan Intern yang selanjutnya disingkat SPI adalah satuan pengawasan yang dibentuk untuk membantu terselenggaranya pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja di lingkungan kementerian.”
Adapun cakupan pengawasan intern meliputi seluruh proses kegiatan review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi yang bertujuan untuk mengendalikan kegiatan, mengamankan harta dan aset, terselenggaranya laporan keuangan yang baik, meningkatkan efektivitas dan efisiensi, dan mendeteksi secara dini terjadinya penyimpangan dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendikbud No.22 Tahun 2017)
Selain daripada itu, tugas dan fungsi SPI juga adalah untuk membantu pemimpin unit kerja dalam melakukan pengawasan intern terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing unit kerja di lingkungan kementerian (Permendikbud No.22 Tahun 2017). Dalam konteks PT, yang dimaksud dengan pemimpin unit kerja itu adalah rektor atau direktur yang merupakan pemimpin tertinggi. Di sisi lain, SPI juga merupakan perpanjangan tangan itjen dalam menjaga akuntabilitas di Kementerian.
SPI di PT dibentuk dengan tujuan: (1) Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, pengawasan, pendampingan dan pemeriksaan unit kerja di lingkungan PT (2) Mewujudkan sistem pengawasan dan pemeriksaan untuk meningkatkan kepatuhan dalam mendorong tercapainya good university governance. Dalam realisasinya, untuk mencapai tujuan tersebut, SPI membuat Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) berdasarkan pada prioritas, hasil analisis Manajemen Risiko (MR) dan dilaksanakan sesuai dengan bidang-bidang yang terdapat dalam organisasi SPI misalnya bidang tata laksana, keuangan, hukum, aset dan sebagainya.
Adapun peran SPI ada dua, yaitu yang pertama sebagai peran asurans dan yang kedua berperan sebagai konsultasi. Kegiatan asurans adalah suatu kegiatan yang menghasilkan pendapat atau opini yang independen yang akan menambah kepercayaan atau keyakinan untuk pihak yang memanfaatkannya. Contohnya, Catatan Hasil Review (CHR) yang disusun oleh SPI dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan di PT dapat menjadi sebuah keyakinan untuk rektor bahwa kegiatan pengadaan barang dan jasa tersebut telah dilakukan dengan prosedur yang benar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan peran SPI sebagai konsultasi adalah kegiatan pemberian saran kepada pihak reviewee (entitas yang di-review) atau pun kepada pemimpin.
Kemudian dalam menjalankan tugas dan fungsinya, SPI juga terkadang mendapatkan tantangan. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah SPI secara umum masih dipandang hanya sebagai “Watchdog”. Pandangan ini memang tidak salah dikarenakan tugas SPI adalah sebagai pengawas, namun apabila pandangan ini terus berkembang dan semakin menguat maka lambat laun akan terbentuk sebuah gap antara reviewer (SPI) dan reviewee (entitas yang direview). Ketika gap ini semakin membesar, maka sinergitas dan harmoni dalam sebuah organisasi akan terancam dan apabila dalam suatu organisasi sinergitas dan harmoninya kian tergerus, maka hal ini akan berdampak pada pencapaian tujuan, mengingat SPI juga adalah merupakan bagian internal organisasi.
Untuk membentuk sinergi dan harmoni dalam organisasi ini tentunya tidak mudah dan perlu adanya usaha dari semua entitas, hal ini tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan peran dari pengawas intern/SPI saja. Usaha yang harus dilakukan oleh semua entitas di antaranya adalah dengan (1) Sedikit menggeser paradigma bahwa SPI bukan hanya sebagai “Watchdog” semata tetapi juga advisor yang dalam hal ini tentunya sesuai dengan peran SPI sebagai konsultasi (2) Kesadaran semua entitas untuk patuh kepada aturan organisasi (3) Senantiasa menjalin komunikasi yang baik, aktif dan positif di antara entitas termasuk SPI itu sendiri (4) Mengetahui dan paham tugas dan fungsi dan atau tugas pokok dan fungsi masing-masing entitas (5) Semua entitas harus mengetahui dan paham terhadap tujuan organisasi serta berusaha untuk mencapainya dengan maksimal.
Sebagai kesimpulan, pengendalian intern merupakan bagian dari three lines of depends di dalam organisasi PT. SPI sebagai entitas pengendali intern bertugas untuk mengawasi dan memastikan bahwa aturan sudah dilaksanakan dengan benar dan tidak keluar dari tujuan organisasi. Di dalam praktiknya, SPI harus bisa memberikan keyakinan atau opini yang independen atas tercapainya tujuan organisasi. Di dalam pelaksanaan pengawasannya, SPI harus bisa bersinergi dan berharmonisasi dengan pihak reviewee (entitas yang direview). Dalam hal ini juga tentunya, kerja sama dan transparansi reviewee sangat diperlukan karena itu akan sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil pengawasan. Hasil pengawasan yang andal tentunya akan memberikan kontribusi dan sangat penting dalam usaha pencapaian tujuan organisasi. (Yuyus Saputra MPd CRA CRP CIAP)
Penulis merupakan Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNSIL