Revitalisasi Kota Tua Tasikmalaya Menuju Tourism 5.0: Menghidupkan Kembali Ruang Sejarah untuk Masa Depan Berkelanjutan

Pemerintahan20 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Di tengah derasnya arus modernisasi dan laju pembangunan yang mengubah wajah banyak kota di Indonesia, Tasikmalaya menyimpan kisah panjang yang belum sepenuhnya dibangunkan: kisah tentang ruang-ruang sejarah yang dulu menjadi denyut nadi peradaban Priangan Timur.

Di antara jalan-jalan tua yang membelah jantung kota, masih berdiri bangunan kolonial, masjid tua, pasar tradisional dan jalur gang pembelah pemukiman yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang peradaban. Kawasan sekitar Alun-Alun, Tugu Yudanegara, Pasar Wetan dan jalan-jalan lama seperti Jalan Otto Iskandardinata hingga jalan KH Zaenal Mustofa bukan sekadar ruang fisik, melainkan bagian dari narasi panjang yang membentuk identitas Tasikmalaya sebagai kota budaya dan kota perjuangan, semuanya kini seperti menunggu untuk dibaca ulang dan dihidupkan kembali dengan cara yang lebih bijak dan berkelanjutan.

Di balik pesonanya, warisan sejarah kota tua ini tengah berjuang melawan lupa. Banyak bangunan bersejarah perlahan pudar di antara gedung-gedung baru, fasad kolonial ditutupi papan reklame modern dan cerita-cerita lama mulai tenggelam di bawah riuh kehidupan urban.

Padahal di era Tourism 5.0, di mana teknologi berpadu dengan nilai kemanusiaan, kota seperti Tasikmalaya justru memiliki peluang besar untuk menampilkan wajah sejarahnya dalam kemasan baru yang inspiratif, cerdas dan berkelanjutan.

Era Tourism 5.0 telah membuka babak baru bagi pengembangan pariwisata perkotaan, dimana wisata yang bukan sekadar datang dan melihat, tetapi merasakan dan berinteraksi dengan ruang. Era yang menempatkan manusia, teknologi dan keberlanjutan dalam satu kesatuan ekosistem.

Melalui pendekatan ini, kawasan kota tua dapat dihidupkan kembali tanpa kehilangan jati dirinya. Bayangkan bila suatu hari pengunjung dapat berjalan menyusuri Alun-Alun sembari mendengarkan narasi digital tentang sejarah pemerintahan kolonial dan lahirnya perjuangan rakyat Priangan Timur.

Melalui aplikasi pemandu berbasis augmented reality, wisatawan dapat melihat wajah masa lalu kota dalam bentuk visual interaktif, mengenali tokoh lokal seperti Rd Yudanegara, KH Zaenal Mustofa dan lainnya yang menjadi simbol keberanian, hingga menelusuri titik-titik sejarah dengan panduan virtual yang memadukan data arsip, peta dan kisah lisan warga.

Konsep ini bukan sekadar gagasan futuristik. Di banyak negara, heritage smart city menjadi kekuatan utama dalam membangun pariwisata yang berkelanjutan. Teknologi justru membantu masyarakat lokal menghidupkan memori kolektifnya. Di Tasikmalaya, inisiatif semacam ini bisa dimulai melalui kolaborasi antara pemerintah kota, akademisi, komunitas sejarah dan pelaku industri kreatif.

Kegiatan seperti ini bukan sekadar mempercantik bangunan tua, melainkan menghidupkan kembali “jiwa kota” dengan cara yang adaptif. Sejalan dengan Lima Program Unggulan Kementerian Pariwisata 2025 yang bertujuan menjadikan pariwisata Indonesia lebih berkualitas, berkelanjutan dan berdaya saing melalui transformasi digital (Tourism 5.0), Gerakan Wisata Bersih, pengembangan Pariwisata Naik Kelas (gastronomi, bahari, wellness), penyelenggaraan Event IP Indonesia, serta pengembangan Desa Wisata Berbasis Komunitas.

Apabila kita perhatikan lebih lanjut, Tasikmalaya memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan lima program unggulan ini.

Dapat kita ketahui, teknologi menjadi alat untuk menghadirkan kembali masa lalu ke tengah kehidupan modern, sehingga generasi muda dapat memahami akar sejarahnya bukan hanya melalui buku, tetapi lewat pengalaman langsung yang menyentuh rasa dan logika. Di sinilah Tourism 5.0 berperan sebagai jembatan antara inovasi dan tradisi dengan membangun kota yang cerdas tanpa melupakan nilai kemanusiaan dan kearifan lokal.

Revitalisasi kota tua juga tak dapat dipisahkan dari semangat Gerakan Wisata Bersih. Wajah sejarah akan kehilangan pesonanya jika lingkungan sekitarnya tak terawat. Gerakan ini mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kebersihan dan keindahan kota melalui kesadaran kolektif.

Ruang publik seperti Taman Kota Dadaha dan area pejalan kaki di pusat kota dapat menjadi laboratorium ekologi urban sebagai tempat warga belajar memilah sampah, menanam pohon endemik dan menghidupkan kembali suasana kota yang hijau, teduh dan ramah bagi pejalan kaki. Kota yang bersih dan nyaman adalah pondasi utama pariwisata berkelanjutan.

Selain menghidupkan sejarah dan lingkungan, Tasikmalaya juga memiliki potensi besar untuk mengembangkan Pariwisata Naik Kelas melalui kekayaan kuliner dan budaya urban-nya. Dari nasi tutug oncom, soto Tasik, Baso, hingga kopi Gunung Galunggung, setiap hidangan tradisional menyimpan nilai budaya dan kearifan lokal yang bisa diangkat menjadi daya tarik gastronomi.

Dengan sentuhan kreatif dan digital, kuliner khas kota ini dapat menjadi bagian dari heritage food trail, yakni perjalanan rasa yang menghubungkan wisatawan dengan sejarah, tempat dan masyarakat yang melestarikannya.

Di sisi lain, Tasikmalaya yang dikenal ruang kreatifnya dan semangat Penguatan Event Bertaraf Global dapat diwujudkan melalui penyelenggaraan Tasik Heritage & Wellness Festival, sebuah perayaan tahunan yang memadukan seni pertunjukan, fesyen batik dan payung geulis, pameran foto sejarah, hingga kegiatan yoga dan terapi herbal di ruang publik kota.

Event ini dapat menjadi ruang diplomasi budaya sekaligus menggerakkan ekonomi kreatif lokal. Bayangkan bagaimana Alun-Alun berubah menjadi panggung sejarah hidup di malam hari, dengan pertunjukan cahaya yang menampilkan perjalanan kota dari masa kolonial hingga modernitas, disertai pasar rakyat yang menghadirkan produk UMKM kreatif.

Kehidupan Kota Tasikmalaya juga terjalin erat dengan kabupaten di sekitarnya. Maka revitalisasi kota tua harus diiringi dengan penguatan konektivitas menuju desa wisata. Jalur wisata tematik yang menghubungkan kota dan desa akan menciptakan pengalaman wisata yang utuh, di mana wisatawan dapat menikmati jejak sejarah di kota pada pagi hari, beraktifitas di Desa Wisata, berkunjung ke sentra anyaman bambu dan batik sore hari, lalu beristirahat di kaki Gunung Galunggung menikmati udara segar dan sumber air panas alami. Hubungan ini tidak hanya membangun integrasi wisata, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal dan memperpanjang masa tinggal wisatawan di wilayah Tasikmalaya.

Lebih dari sekadar strategi ekonomi, revitalisasi kota tua merupakan sebuah gerakan moral untuk menyelamatkan warisan identitas. Ia adalah upaya menulis kembali kisah kota dengan tinta masa depan dengan menghubungkan masa lalu yang kaya dengan visi pembangunan yang cerdas dan manusiawi. Di tengah cepatnya perubahan zaman, menjaga ruang sejarah bukanlah tindakan nostalgia, melainkan investasi nilai dan jati diri. Kota tanpa ingatan adalah kota tanpa arah, dan Tasikmalaya terlalu berharga untuk kehilangan identitasnya.

Masa depan pariwisata tidak lagi hanya tentang membangun destinasi baru, melainkan tentang merawat warisan lama dengan cara yang baru. Di tangan masyarakat yang sadar, pemerintah yang visioner dan generasi muda yang kreatif, kota tua Tasikmalaya dapat bertransformasi menjadi simbol harmoni antara tradisi dan inovasi. Sebuah kota yang tidak hanya hidup dari masa lalunya, tetapi juga menghidupkan masa depan dengan semangat keberlanjutan. (Laela Susanto)

Penulis merupakan Dosen Universitas Mayasari Bakti Tasikmalaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *