Peluru, Sniper dan Konspirasi Politik di Amerika

Politik252 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – 13 Juli 2024 Donald Trump mantan presiden Amerika yang ke-45 yang terpilih pada tahun 2016 sedang melakukan rapat umum politik di Pennsylvania di hadapan pendukung dan pemilih Partai Republik.

Kegiatan Donald Trump tersebut berkaitan dengan rencananya yang akan maju kembali dari Partai Republik pada Pemilu Amerika yang akan dilaksanakan November tahun ini. Dikutip dari laporan CNBC Indonesia ketika Donald Trump tengah berpidato tentang persoalan imigran dan kritik terhadap kebijakan perubahan iklim pemerintah Joe Biden.

Tiba tiba tepat pukul 18. 08 waktu setempat terdengar suara tembakan sebanyak empat kali. Trump kemudian tersadar bahwa suara tembakan tersebut berasal dari senjata yang diarahkan kepadanya. Secret Service, Paspampresnya Amerika segera mengerubungi Trump dan menyadari bahwa Trump tertembak di telinganya. Peristiwa ini kemudian berimbas pada pengunduran diri Direktur Secret Service, Kimberly Cheatle. Pelaku segera dibekuk, bahkan ditembak mati. Pelakunya seorang bocah berusia 20 tahun bernama Thomas Matthew Crooks.

Spekulasi berkembang terhadap peristiwa tersebut dan memunculkan berbagai asumsi, dari mulai asumsi bahwa penembakan tersebut hanya intrik yang dilakukan oleh tim Trump untuk menaikkan popularitas Trump. Asumsi ini berkembang atas melesetnya sang penembak menembuskan pelurunya pada kepala Trump.

Kedua tertembak matinya Thomas Matthew Crooks sang penembak sehingga investigasi akan terputus, seolah kesengajaan untuk menutup jejak dan kemungkinan terbongkarnya motif dari operasi ini. Asumsi kedua bahwa penembakan ini didalangi oleh Joe Biden Presiden Amerika dari Partai Demokrat yang menjadi rival kuat Donald Trump pada Pemilu Amerika yang akan datang. Biden dipastikan akan kembali bertarung sebagai Incumbent dan berbagai polling di Amerika Pemilu 2024 adalah head to head antara Trump dan Biden.

Spekulasi ini tidak memiliki bukti yang kuat hanya bersandar pada pandangan seorang ahli teori konspirasi Alex Jones yang memandang ada aparat negara terlibat, artinya ini upaya negara atau “deep state” dalam operasi pembunuhan Trump. Indikasi ini karena faktanya agen dinas rahasia langsung menembak mati Thomas Matthew Crooks setelah aksinya gagal dan tidak mengupayakan ditangkapnya sang penembak untuk diminta keterangan.

Spekulasi yang ketiga bahwa ini dilakukan oleh organisasi yang memang membenci Donald Trump yang diduga sebagai organisasi yang didominasi oleh imigran di mana Trump dikenal sebagai politisi yang keras terhadap para imigran.

Aksi penembakan menjelang Pemilu di Amerika bukanlah hal yang baru. Peristiwa lebih dramatis dialami oleh Jhon F Kennedy presiden Amerika yang ke 35. Jumat 26 November Presiden Kennedy sedang melakukan safari politik yang menyambangi 9 negara bagian dalam waktu satu minggu dalam rangka mengkonsolidasi pendukung untuk menghadapi Pemilu tahun depan. Dalam iring-iringan mobil di Dallas Texas Kennedy ditembus 2 peluru yang mengenai punggung dan kepalanya tepat di sebelah istrinya di dalam mobil atap terbuka Limosin. Penggunaan mobil atap terbuka pun terlihat aneh, di mana prosedur pengamanan ketat memungkinkan akses terbuka terhadap presiden, seolah memberi ruang pada si penembak. Sampai hari ini penembakan presiden Amerika ke-35 itu masih belum terungkap.

Penuh teka teki, spekulasi dan misteri. Lee Harvey Oswald Penembak Kennedy memang ditangkap hidup-hidup tetapi dalam proses penahanannya dia ditembak oleh Jack Ruby yang terang-terangan mengaku sebagai bentuk balas dendam. Plot penembakan pelaku utama Lee Harvey Oswald inilah yang membentuk jaring penutup sehingga kasusnya sampai hari ini masih menjadi misteri. Tidak lama setelah kematian sang penembak, kasusnya ditutup dan menyimpulkan bahwa Lee Harvey Oswald adalah pelaku tunggal.

Spekulasi segera bermunculan, Patrick Nolan dalam bukunya CIA Rogues and The Killing of The Kennedys memaparkan analisa dari perombakan besar besaran organisasi CIA oleh Presiden Kennedy pasca kegagalan operasi Teluk Babi, penggulingan Fidel Castro di Kuba dalam perlawanan terhadap kekuatan komunis dan dipotongnya anggaran CIA sebesar 20 persen. Motif inilah yang menurut Nolan menggerakkan oknum oknum dalam tubuh CIA untuk “mengeleminasi” Kennedy. Kennedy adalah politisi dari Partai Demokrat yang berpandangan morally conservatism dalam praktiknya Kennedy dianggap melakukan pendekatan yang soft terhadap negara negara komunis pada era perang dingin masa itu.

Pendekatan yang terlalu lunak inilah membuat beberapa pejabat termasuk di dalam CIA tidak suka karena berimplikasi terhadap operasi operasi CIA di negara negara Komunis. Beberapa pejabat tinggi juga berang ketika Kennedy mengundang Presiden Soekarno dan terjadilah pertemuan pada 24 April 1961 di Washington antara Kennedy dan Soekarno. Soekarno pada waktu itu sudah dianggap pro komunis oleh Amerika dan pada saat CIA melakukan operasinya di Indonesia. Pertemuan ini menjadi bukti kuat bahwa Kennedy memang terlalu lunak dalam menghadapi kekuatan komunis.

Spekulasi yang lain juga bermunculan, misalnya Kennedy dibunuh organisasi mafia, dibunuh oleh simpatisan Uni Soviet, dan dibunuh oleh Lyndon B Jhonson wakilnya yang akan menjadi kompetitor Kennedy pada pemilu tahun depan. Tetapi semua asumsi itu tidak memiliki bukti kuat, yang paling banyak terkonfirmasi adalah analisa keterlibatan CIA.

Amerika adalah poros demokrasi Dunia, pemimpin aliansi kekuatan blok barat Demokrasi-Kapitalis tetapi sejarah bahkan peristiwa di tahun ini menggambarkan intrik politik menjelang Pemilu dan intrik kekuasaan di Amerika ternyata lebih “brutal”. Doktrin bahwa sistem demokrasi adalah sistem yang membentuk kekuasaan berdasarkan kehendak rakyat, rasionalitas, pilihan yang dibangun atas dasar hak politik yang diklaim tanpa kekerasan dan paling konstitusional ternyata Amerika tidak memberikan contoh itu. Pilihan dan hak politik Kennedy yang dianggap mengancam kepentingan segelintir orang di Amerika membuat dua peluru bersarang dalam tubuhnya. Mandat mayoritas pemilih yang mendaulat Kennedy menjadi presiden harus “dieleminasi” oleh dua peluru dari segelintir orang yang kepentingannya terganggu. Kejutan apalagi dari negara super power ini selanjutnya. (Rino Sundawa Putra SIP MSI)

Penulis adalah dosen FISIP Universitas Siliwangi (Unsil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *