Riset yang dilakukan oleh kelompok penelitian Banana Group SITH ITB yang diketuai oleh Ibu Fenny M. Dwivany menunjukkan, komposisi pelapis kitosan yang optimal untuk dimanfaatkan sebagai edible coating, yaitu kitosan 1,15 persen yang dilarutkan dalam larutan asam asetat.
Pada publikasinya yang berjudul Effect of Chitosan and Chitosan-Nanoparticles on Post Harvest Quality of Banana Fruits (2018), ditemukan bahwa pisang yang dilapisi dengan kitosan memiliki umur simpan yang lebih lama tanpa memengaruhi cita rasa dari pisang.
Bahkan saat dilakukan uji panelis, pisang yang dilapisi oleh kitosan memiliki nilai yang lebih tinggi dari segi cita rasa dan warna bila dibandingkan dengan pisang yang tidak dilapis oleh kitosan.
Harga kitosan dan asam asetat sebagai dua bahan baku utama edible coating tergolong terjangkau, terlebih bila dibandingkan dengan manfaatnya, sehingga pembelian kedua bahan baku utama pelapis kitosan ini merupakan good value of money terlebih bagi para pedagang dan orang-orang yang terlibat dengan penjualan pisang.
Penggunannya yang mudah memungkinkan teknologi ini dilakukan oleh siapapun, mulai dari petani lokal hingga perusahaan eksportir skala besar.
Strategi ini juga memberikan kemudahan untuk melakukan standarisasi kualitas pisang serta meluaskan pasar karena dapat diekspor lebih jauh lagi.
Pengaplikasian kitosan untuk menjadi edible coating merupakan win-win solution dengan prospek yang menjanjikan. Dengan strategi ini, kuantitas ekspor pisang dapat ditingkatkan sekaligus mengurangi limbah kulit keras udang agar tidak berakhir hanya menjadi sampah.
Hal tersebut dapat dicapai bila kitosan sudah dikenali secara luas di Indonesia sebagai zat penghambat pematangan, oleh karenanya, butuh banyak peran yang mau terlibat untuk melakukan sosialisasi penggunaan kitosan untuk mencegah pematangan. (Irishtsany Indira Laily Nurdin)