RADAR TASIKMALAYA – Laut China Selatan sudah lama dikenal sebagai salah satu Kawasan paling strategis di dunia. Dari permukaan, wilayah ini memang hanya terlihat sebagai lautan luas dengan gugusan pulau dan juga karang kecil. Namun siapa sangka? Dibalik itu, Laut China Selatan memilki nilai ekonomi, militer, dan geopolitik yang sangat tinggi. Sangat tidak heran jika kawaan ini kemudian diperebutkan oleh banyak negara, mulai dari Tiongkok, Amerika Serikat, Malaysia, dan masih banyak lagi.
Untuk memahami mengapa perebutan ini berlangsung sengit dan tidak kunjung selesai sehingga menjadi konflik berkepanjangan, teori Sea Power dari Alfred Thayler Mahan akan memberikan penjelasan yang cukup relevan. Teori ini, sebagaimana juga dijelaskan dalam artikel oleh Iqbal Ramadhan tentang dinamika geopolitik Tiongkok, menempatkan kekuatan laut sebagai unsur penting dalam menentukan posisi strategis sebuah negara di dunia. (Ramadhan, 2020)
Lebih dari sepertiga perdagangan global melintasi Laut China Selatan sebagai jalur perdagangan mereka. Jalur energi dari Timur Tengah menuju negara-negara Asia Timur pun Sebagian besar melewati Kawasan ini. Yang mana artinya, setiap gangguan terhadap stabilitas di laut ini dapat berdampak langsung pada stabilitas perekonomian Kawasan Asia, bahkan dunia.
Di luar konteks jalur perdagangan, Laut China Selatan juga menyimpan potensi sumber daya energi seperti minyak dan gas, serta sumber daya perikanan yang cukup besar. Kombinasi nilai ekonomidan posisi strategis menjadikan wilayah ini sangat penting bagi negara-negara pesisir maupun negara besar yang bergantung pada arus perdagangan internasional.
Teori Sea Power yang dikemukakan oleh Mahan menekankan bahwa negara ang mampu menguasai laut, entah itu melalui armada, pangkalan militer, maupun control jalur perdagangan, akan memiliki keunggulan dalam konteks ekonomi dan politik. Mahan menyebutkan tiga hal penting yaitu:
Pertama, jalur perdagangan laut adalah sumber kekuatan ekonomi. Kedua, pangkalan laut dan titik strategis akan menentukan kemampuan sebuah negara dalam mengamankan kepentingannya. Ketiga, kekuatan armada menjadi alat unuk mempertahankan dan emperluas pengaruh.
Jika tiga prinsip ini diterapkan pada Laut China Selatan, terlihat jelas bahwa perebutan wilayah bukan hanya tentang batas territorial semata, tetapi terkait control terhadap arterin perdagangan global.
Amerika Serikat melihat Kawasan ini sebagai bagian penting dari strategi maritim globalnya. Amerika kemudian mendorong prinsip freedom of navigation dengan tujuan untuk memastikan tidak ada negara Tunggal yang mendominasi jalur laut internasional. Kehadiran kapal perang AS di Kawasan ini dapat dilihat sebagai implementasi langsung dari pandangan Mahan bahwa laut harus tetap terbuka bagi perdagangan internasional yang bebas.
Sementara itu, negara-negara ASEAN memiliki kepentingan yang lebih langsung. Sebagian wilayahnya Laut China Seelatan bersinggungan dengan zona ekonomi eksklusif mereka. Meski demikian, posisi politik ASEAN tidak melulu solid karena hubungan ekonomi setiap negara dengan Tiongkok berbeda-beda. Faktor inilah yang kemudian menyebabkan Upaya penyelesaian konflik sering terhambat.
Jika dilihat melalui teori Mahan, perebutan Laut China Selatan mencerminkan persaingan klasik antarnegara dalam menguasai jalur laut strategis. Tiongkok berusaha memperkuat posisi maritimnya untuk mendukung ambisi ekonomi dan geopolitiknya. Amerika Serikat mempertahankan kehadirannya untuk menjaga keterbukaan jalur perdagangan sekaligus membendung dominasi Tiongkok. Negara-negara ASEAN berusaha mempertahankan klaim teritorial sambil menjaga stabilitas regional.
Konflik ini berlangsung bukan hanya karena tumpang tindih klaim wilayah, tetapi karena kawasan ini adalah titik krusial dalam jaringan perdagangan dunia. Selama perdagangan global masih bergantung pada rute ini, Laut China Selatan akan tetap menjadi arena persaingan strategis.
Perebutan Laut China Selatan tidak bisa dilepaskan dari posisi Kawasan ini sebagai jalur perdagangan vital, sumber energi, dan wilayah strategis secara militer. Melalui teori Sea Power Mahan, terlihat bahwa negara-negara yang terlibat tidak sekedar memperjuangkan batas laut, tetapi memperjuangkan kepentingan ekonomi dan geopolitik jangka Panjang.
Tiongkok memperkuat jejak maritimnya, Amerika Serikat mempertahankan pengaruhnya, dan negara-negara ASEAN berupaya menjaga wilayah mereka. Di mana situasi ini menunjukan bahwa selama laut tetap menjadi jalur distribusi utama dunia, perebutan pengaruh didalamnya akan selalu menjadi bagian dari dinaika politik global. (Siti Zahra Nur’aeni Latifah)
Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Siliwangi





