RADAR TASIKMALAYA – Menjelang perhelatan Pilkada Kota Tasikmalaya 2024, para kiai atau ulama dan pimpinan pondok pesantren sudah tiba waktunya mengembalikan muruah Kota Tasik pemilik identitas Kota Santri sebagai pusat peradaban politik yang islami dan bermartabat.
Pesantren memiliki dua misi utama, edukasi dan sosial. Pesantren merupakan institusi tertua di negeri ini dan menjadi salah satu aset utama umat Islam yang melestarikan ajaran Islam Rahmatan Lil ‘Alamin.
Peran pesantren sebagai penjaga moralitas umat selayaknya terdepan dalam mengawal proses Pilkada Kota Tasikmalaya 2024.
Pesantren harus mampu mengendalikan irama politik dari kecenderungan ugal-ugalan dan keluar dari norma religiusitas yang menjadi karakteristik masyarakat Kota Tasikmalaya. Hal ini tergambar secara empirik membuncah-nya praktek money politik (politik uang) netralitas penyelenggara pemilu dan aparatur sipil negara pada pilpres dan pileg Februari 2024 lalu.
Segenap pimpinan pondok pesantren dalam hal ini para kiai, ulama, ajengan dan juga kaum santri selayaknya sedini mungkin merumuskan tentang bagaimana cara memilih pemimpin yang manfaat dan maslahat serta menyiapkan alat ukur terkait figur pemimpin yang membawa berkah bagi kehidupan Kota Tasikmalaya yang Islami.
Pesantren juga hendaknya menjelaskan dampak buruk money politic bagi kelangsungan kepemimpinan Kota Tasikmalaya ke depan dan menyosialisasikan kriteria figur pemimpin yang membawa berkah dan rahmat bagi masyarakat Kota Tasikmalaya. Bahkan tak kalah pentingnya ikut serta mengawasi para penyelenggara pemilu untuk bekerja secara profesional, jujur dan amanah.
Jika pesantren mampu menyajikan sikap independensi mengenai politik dan demokrasi, maka pesantren tidak akan menjadi objek bagi para politisi untuk mengeruk simpati dan dukungan. Pesantren juga tidak lagi menjadi ajang panjat sosial bagi para pejabat lewat embel-embel memberikan bantuan tetapi mengikat pesantren dengan kontrak politik.
Pesantren harus segera berbenah agar menjadi wadah kepemimpinan komunitas yang merdeka secara sosial-politik dan tidak berada secara ketat di bawah kekuasaan siapa pun, bahkan pesantren harus mengetengahkan kemampuan mengontrol kekuasaan di tangan siapa pun.
Pesantren merupakan kompas moralitas masyarakat dikarenakan kyai atau ulama menjadi basis rujukan umat dalam menjalankan alur kehidupan agama dan sosial berlandaskan nilai-nilai religiusitas. (H Dindin At-Tasiki)
H Dindin At-Tasiki adalah Direktur Peduli Citra Pesantren (PCP) Foundation Jabar.