RADAR TASIKMALAYA – Permukiman kumuh (slum area) merupakan area permukiman legal permanen dengan kondisi yang kurang layak untuk dihuni, dan umumnya kawasan kumuh tersebut muncul pada kota-kota besar yang sedang berkembang pesat. Permukiman kumuh menunjukkan keadaan permukiman padat yang tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan prasarana dan utilitas yang memadai, terutama jalanan, dan saluran pembuangan air limbah/sanitasi. Keberadaan slum area merupakan dampak dari kemiskinan dan serta kurangnya lapangan pekerjaan di daerah asal.
Perumahan kumuh didefinisikan sebagai lingkungan perumahan berpenghuni sangat padat, yaitu melebihi 500 orang/ha, dengan kondisi sosial ekonomi sangat rendah. Rumah-rumahnya berukuran kecil di bawah standar, serta saling berhimpitan. Prasarana lingkungan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, terhitung minim. Permukiman kumuh didefinisikan sebagai permukiman yang berstatus tidak layak untuk tempat tinggal manusia. Permukiman kumuh juga diartikan sebagai permukiman dengan unit-unit rumah berukuran kecil-kecil, kondisi lingkungannya yang buruk dan fasilitas umum yang minim. Permukiman kumuh adalah bentuk hunian tidak teratur, tidak tersedia fasilitas umum (sarana dan prasarana permukiman yang baik), dan bentuk fisik bangunan yang tidak layak huni.
Karakteristik Permukiman Kumuh
Karakteristik umum dari permukiman kumuh di antaranya a) umumnya penduduknya padat, b) terdapat di pinggir-pinggir jalan atau lorong-lorong yang kotor, c) anggota masyarakat mayoritas berpenghasilan rendah, dan d) permukiman tempat tinggalnya memiliki kondisi yang minim.
Indikator-indikator mengenai karakteristik kawasan kumuh meliputi a) kurangnya pelayanan dasar, seperti ; fasilitas sanitasi, sumber air bersih, sistem pengumpulan atau pengolahan sampah, jaringan listrik, dan drainase. b) rumah tidak layak huni, yang dicirikan dengan material nonpermanen, atap bukan genting, lantai tidak keras, dinding terbuat dengan bahan bambu, dan ukuran hunian ada yang 7,2 m², ada pula yang 9 m². c) permukiman dengan tingkat kepadatan tinggi, yaitu sebesar > 100 bangunan/ha dengan kepadatan penduduk > 200 jiwa/km². d) kondisi hidup yang tidak sehat dan lokasi yang berisiko. e) ketiadaan jaminan hak bermukim, dan f) kemiskinan dan ekslusi sosial.
Adapun ciri-ciri nonfisik permukiman kumuh ditandai dengan hal-hal sebagai berikut, a) jenis pekerjaan penghuninya yang sebagian besar bekerja disektor informal, b) tingkat penghasilan yang rendah, c) jumlah anggota keluarga relatif banyak, dan d) lamanya tinggal di permukiman serta pendidikan penghuninya yang rendah.
Selain itu, ciri-ciri permukiman kumuh adalah sebagai berikut, a) fasilitas umum kurang memadai, b) kondisi rumah dan penggunaan ruang-ruangannya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin, c) adanya kesemerawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya, d) merupakan suatu komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai (i) berada di tanah milik negara, (ii) bagian dari sebuah RT atau RW, (iii) terwujud sebagai sebuah RT atau RW bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar, e) mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beragam, begitu juga asal mulanya, dan f) sebagian besar penghuninya bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencarian tambahan.
Permukiman kumuh lainnya dapat dicirikan sebagai berikut, a) kondisi bangunan umumnya tidak beraturan, kondisi jalan sempit, sampah-sampah berserakan dimana-mana, dengan udara pengap dan berbau. b) fasilitas umum yang mencakup air bersih , pembuangan sampah, air limbah, aliran listrik, pelayanan kesehatan, pendidikan, olahraga, dan kesenian pada umumnya kurang dan tidak memadai. c) kondisi fisik hunian atau rumah pada umumnya tidak terawat dengan baik. Rumah-rumah biasanya dibangun dengan tambahan kamar-kamar yang terbuat dari tripleks atau gedeg untuk disewakan atau dikontrakan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan dibagi 3 besar bahwa karakteristik permukiman kumuh tersebut dapat dibedakan melalui tiga aspek utama, yaitu karakteristik hunian, karakteristik penghuni dan karakteristik sarana dan prasarana.
Faktor-faktor Terbentuknya Permukiman Kumuh
Terbentuknya permukiman kumuh tersebut berasosiasi dengan area of proverty, degradation and crime atau disebabkan karena adanya deterorisasi lingkungan permukiman. Dengan kata lain penyebab munculnya permukiman kumuh tersebut disebabkan oleh penurunan kualitas lingkungan permukiman. Penyebab adanya kawasan permukiman kumuh, disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:
- Faktor ekonomi dan krisis ekonomi, hal ini berkaitan dengan keterbatasan pengetahuan , keterampilan, modal maupun adanya persaingan yang sangat ketat di antara sesama pendatang.
- Faktor bencana, hal ini juga dapat menjadi pendorong perluasan kawasan kumuh seperti; banjir, gempa, gunung meletus, longsor, maupun bencana akibat perang atau pertikaian antarsuku.
- Faktor manajemen kawasan, hal ini berkaitan dengan lokasi yang merupakan kawasan ilegal. Namun demikian, kawasan yang legal pun dapat menjadi kawasan permukiman kumuh apabila kepadatan penghuni makin bertambah secara pesat, tidak teratur dan infrastruktur yang tidak memenuhi persyaratan.
- Faktor penarik ekonomi, kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti; pasar, terminal atau stasiun, pertokoan, dan perkantoran.
Selanjutnya penyebab perkembangan permukiman kumuh, dapat disebabkan oleh 3 faktor di antaranya:
- Faktor ekonomi, hal ini berkaitan dengan kondisi ekonomi seseorang dengan skala prioritas kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan perumahan.
- Faktor geografi, dalam hal ini meliputi letak dan ketersediaan lahan di perkotaan khususnya untuk perumahan yang semakin sulit untuk didapat dengan harga yang sangat mahal.
- Faktor psikologis, yaitu berkaitan dengan kebutuhan psikis seperti rasa aman dan nyaman. Walaupun keadaan rumah yang tidak permanen sekalipun, serta keadaan lingkungan yang jauh dari syarat kesehatan, mereka tetap tinggal di permukiman tersebut karena adanya rasa aman dan saling melindungi.
Analisis Tingkat Kekumuhan
Penilaian tingkat kekumuhan suatu kawasan perumahan dan permukiman berdasarkan Permen PUPR tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan dan Permukiman Kumuh (lampiran 2). Pada dasarnya penilaian tingkat kekumuhan ini dapat diketahui melalui 7 Aspek di antaranya yaitu; (1) Kondisi bangunan gedung, (2) Kondisi jalan lingkungan, (3) Kondisi penyediaan air minum, (4) Kondisi drainase lingkungan, (5) Kondisi pengelolaan air limbah, (6) Kondisi pengelolaan persampahan dan (7) Kondisi proteksi kebakaran. (Dr Siti Fadjarajani Dra MT)
Penulis adalah Dosen Program Studi Pendidikan Geografi Unsil, Kepala LPMPP Unsil