Cerita Rakyat dan Bahan Ajar Sastra

Pendidikan92 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Orientasi Pendidikan saat ini mengalami perubahan dengan pembelajaran berbasis teknologi dan informasi. Dalam konteks ini pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi secara berkelanjutan serta menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga proses pembelajaran tetap bisa berjalan dengan kondusif.

Mengoptimalkan proses pembelajaran dibutuhkan kerja sama dari guru, peserta didik, orang tua dan pemerintah. Tantangan guru pada pembelajaran dengan menerapkan sastra daerah menjadi peluang tumbuhnya inovasi pembelajaran. Inovasi ini sebagai bentuk pembaruan baik berupa ide, gagasan, cara, metode, bahan ajar, dan pembentukan karakter peserta didik. Selain itu, guru dituntut untuk menggali dan mengembangkan kreativitas dalam menciptakan suasana proses belajar mengajar yang menyenangkan.

Inovasi tumbuh dari kreativitas, dalam hal ini guru pastinya mampu berpikir alternatif gagasan baru yang mampu membuat minat belajar peserta didik meningkat. Rusli (2017:52) mengungkapkan kreatif adalah sifat yang selalu mencari hal-hal baru sedangkan inovatif adalah sifat yang menerapkan solusi kreatif. Jadi kreatif tapi tidak inovatif adalah hal yang mubadzir.

Sementara Beaty (2018:31) mengungkapkan bahwa bukti terbaru menunjukkan kreativitas melibatkan sebuah interaksi rumit antara berpikir spontan dan terkendali. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa inovasi lahir karena adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan tersebut bisa timbul dari adanya permasalahan yang terjadi.

Permasalahan yang terjadi pada saat ini berkaitan dengan bahan ajar khususnya dalam ranah teks sastra/contoh bahan ajar, banyak bahan ajar sastra yang disampaikan itu-itu saja, contohnya pada cerita rakyat. Cerita rakyat saat ini menjadi sebuah perbincangan di ranah akademisi dengan tujuan untuk melesarikan warisan budaya. Banyak media yang mengapresiasi cerita-cerita klasik sebagai bagian dari upaya untuk menarik diri dari dominasi karya-karya temporer. Banyak cara untuk mempublikasikan cerita rakyat baik melalui media masa, festival budaya, bahkan sebagai alternatif bahan ajar di sekolah. Jenis karya yang berupa cerita lebih banyak menggambarkan kondisi sosial masyarakat pada masanya dan sebagai potret kehidupan manusia. Oleh karena itu, apresiasi masyarakat terhadap karya sastra khususnya cerita rakyat sangat diperlukan.

Kota Tasikmalaya merupakan daerah otonomi tidak terlepas dari sejarah berdirinya kabupaten Tasikmalaya. Kota ini berada di wilayah Provinsi Jawa Barat, Tasikmalaya dahulu adalah sebuah kabupaten, namun seiring dengan perkembangan, maka terbentuklah 2 pemerintahan yaitu Pemerintahan Kabupaten dan Pemerintahan Kota Tasikmalaya. Tentunya banyak sekali cerita rakyat yang tersebar di Tasikmalaya. Namun, banyak peserta didik yang hanya mengetahui cerita rakyat yang berasal di luar Tasikmalaya. Berangkat dari permasalahan tersebut, tim Pengabdian Kepada Masyarakat Jurusan Bahasa Indonesia mengadakan Pelatihan Pemanfaatan Sastra Daerah (Folklor) yang Relevan Sebagai Bahan Ajar Sastra dalam Upaya Pembentukan Karakter Peserta Didik yang bekerja sama dengan MGMP Bahasa Indonesia SMA Kota Tasikmalaya. Kegiatan ini dilaksanakan di SMAN 5 Tasikmalaya dan diikuti oleh Guru Bahasa Indonesia SMA Se-Kota Tasikmalaya.

Budi Riswandi sebagai ketua tim pengabdian kepada masyarakat memberikan pemaparan tentang pemanfaatan Sastra Daerah, melakukan pendampingan analisis nilai karakter yang ada dalam sastra daerah di Tasikmalaya, dan mendampingi guru untuk menemukan sastra daerah Tasikmalaya yang dapat dijadikan bahan ajar di sekolah.

Ketua MGMP Bahasa Indonesia SMA Se-Kota Tasikmalaya, Robi Sobirin menyambut baik kegiatan ini. Beliau berharap kegiatan ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan supaya bisa menghasilkan bahan ajar sastra yang dapat diberikan kepada peserta didik. Salah satu peserta pelatihan mengungkapkan bahwa pelatihan ini membuka pemahaman tentang manfaat sastra daerah untuk pembentukan karakter peserta didik.

Kegiatan pelatihan ini ditutup dengan pengumpulan naskah yang dihasilkan dari diskusi cerita rakyat yang ada di lingkungan sekitar selanjutnya dianalisis kelayakan naskah untuk dijadikan bahan ajar di tingkat SMA. (Shinta Rosiana MPd)

Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Siliwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *