Inovasi Teknologi Digital di Sektor Pertanian Suatu Keniscayaan

Teknologi74 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Perkembangan manusia akan membuat manusia menjadi semakin banyak belajar dan berinovasi dalam perkembangan dirinya. Banyak hal yang dapat terjadi dalam kehidupan manusia. Termasuk dalam era pandemi seperti saat ini, manusia menjadi lebih lebih kreatif dalam berkomunikasi. Salah satu upaya manusia untuk dapat tetap menjalankan aktivitas komunikasi walaupun di ruang digital dan komunikasi tetap berjalan dengan efektif.

Digitalisasi telah menjadi pengaruh yang sangat luas pada budaya karena munculnya internet sebagai bentuk komunikasi massal, dan meluasnya penggunaan komputer pribadi dan perangkat lain seperti smartphone. Teknologi digital ada di mana-mana di seluruh dunia sehingga studi tentang budaya digital berpotensi mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari, dan tidak terbatas pada internet atau teknologi komunikasi modern. Meskipun akan menjadi artifisial untuk membedakan era, tetapi kondisi komunikasi melalui ruang digital memiliki kekhasan yang tersendiri, yang jelas dan berbeda satu sama lain. Budaya yang dibentuk oleh digitalisasi berbeda dari pendahulunya, yaitu apa yang disebut budaya cetak dan budaya siaran, dalam sejumlah cara berbeda. Misalnya, teknologi digital telah memungkinkan bentuk budaya yang lebih berjejaring, kolaboratif, dan partisipatif. Menurut Miller, karakteristik spesifik budaya digital dapat dijelaskan dengan jenis proses teknis yang terlibat, jenis bentuk budaya yang muncul, dan jenis pengalaman budaya digital. Sisi negatif dari perkembangan dunia digital, adalah penyalahgunaan perkembangan teknologi. Banyak pengguna yang memanfaatkan perkembangan teknologi untuk melakukan hal yang jahat seperti pencurian, perampokan, penipuan dan untuk aksi pendukung teroris.

Perkembangan dunia digital sudah mencapai semua aspek dari segi bisnis, ekonomi, hiburan, transportasi bahkan dalam proses kegiatan pelayanan publik. Internet saat ini sudah menjadi kebutuhan primer bagi semua orang, tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Sebagai salah satu negara yang terletak di wilayah Asia Pasifik, Indonesia merupakan negara dengan populasi muda di antara negara-negara di dunia. Berdasarkan peringkat yang ada, rata-rata penduduk di Indonesia berusia 29,7 tahun. Angka ini di bawah rata-rata dunia yang berusia 30,9 tahun. Populasi yang sangat muda tentu memberikan peluang bagi Bangsa Indonesia untuk terus lebih berkembang di dunia teknologi digital karena mayoritas penggunanya adalah anak-anak muda atau yang lebih sering disebut generasi milenial.

Ketika media komunikasi beranjak cepat menuju digital, maka praktik budaya kita pun mau tak mau mengalami perubahan. Sesungguhnya, media massa dan budaya tidak terpisahkan. Satu sama lain saling mempengaruhi. Budaya digital  akan memberi wawasan kritis tentang tantangan dan peluang sosial, politik, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh teknologi digital itu sendiri. Sebuah budaya memberi masyarakatnya gagasan tentang cara mendekati keputusan hidup, mulai dari bangun hingga tidur. Sekaligus, memberi ide tentang semua pelajaran hidup yang dapat diterima. Melalui media, termasuk media digital, gagasan masyarakat tentang kehidupan disampaikan kepada masyarakat luas. Secara umum, media massa menyajikan ide-ide budaya dalam tiga cara ya berkaitan satu sama lain. Pertama, media membantu kita untuk mengidentifikasi dan mendiskusikan kode perilaku yang dapat diterima dalam masyarakat. Kedua, media mempelajari apa dan siapa yang diperhitungkan di dunia kita, serta mengapa mereka begitu penting. Ketiga, media menentukan apa yang dipikirkan orang lain tentang kita, dan apa dipikirkan orang-orang “seperti kita” memikirkan orang lain (Turow, 2018).

Bentuk budaya terdiri dari praktik, produk, dan perspektif. Praktik berarti pola interaksi sosial, atau perilaku. Praktik melibatkan penggunaan produk. Praktik mewakili pengetahuan tentang “apa yang harus dilakukan kapan dan dimana,” serta bagaimana berinteraksi dalam budaya tertentu. Sementara, produk adalah kreasi berwujud atau tidak berwujud dari budaya tertentu. Produk mencerminkan perspektif budaya.

Indonesia telah terkenal sejak dulu sebagai negara agraris, yakni negara yang kekuatan ekonominya ditopang oleh sektor pertanian, berangkat dari hal tersebut maka digitalisasi (IOT , Smart Farming dsb) sektor pertanian di Indonesia adalah suatu keniscayaan yang tidak terbantahkan, mengingat negara-negara lain yang sama mengandalkan sektor pertanian menjadi penopang perekonomian  di negaranya telah memanfaatkan teknologi digital di dalam kegiatan di sektor pertanian. Jika kita tidak melangkah ke arah digitalisasi di sektor pertanian tentu kita akan tertinggal oleh negara-negara lain baik dari segi kualitas maupun kuantitas produk dan mungkin kita akan kalah bersaing di pasar global.

Saat ini sasaran Pembangunan Pertanian ditekankan dengan  aspek keberlanjutan, untuk kebutuhan keberlanjutan tentu saja harus disentuh dengan aspek teknologi tanpa melupakan aspek sosial, budaya dan lingkungan. Peran komunikasi digital di sektor pertanian sangat membantu percepatan penyampaian informasi terbarukan dari sumber kepada petani sebagai pengguna, selain itu digitalisasi dapat membantu petani untuk dapat mempromosikan produk yang mereka hasilkan dalam pasar yang lebih luas lagi.

Kemampuan produksi budaya dalam ruang digital membutuhkan dua keterampilan sekaligus, yakni keterampilan menghasilkan produk  itu sendiri, kemudian memproduksinya dalam bentuk tampilan digital. Media sosial memiliki kemampuan untuk menayangkan produksi dalam bentuk audio visual seperti terlihat di berbagai saluran Youtube, Facebook, Twitter, Instagram TV dan lain-lain. Harus diakui, ini tidak mudah, karena pada saat ini belum semua daerah di Indonesia memiliki media digital yang baik. Setelah mempelajari digitalisasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, kita diharapkan bisa memperdalam gagasan kebudayaan Indonesia yang ditampilkan di ruang digital.

Hambatan lainnya dalam pemanfaatan teknologi digital di bidang pertanian adalah, rata-rata usia petani di Indonesia saat ini (SUTA, 2018), berkisar antara 45–65 tahun (69,72%), dan rendahnya mayoritas  tingkat Pendidikan petani. yang relatif rendah (hanya 1,66 persen yang memiliki jenjang Pendidikan tinggi).Tantangan lainnya di sektor pertanian di era 5.0 adalah berkurangnya SDM milenial pertanian terutama pada susbsistem onfarm. Dengan adanya program petani milenial oleh pemerintah, salah satunya di harapkan agar generasi muda (milenial) kembali berminat untuk bekerja atau mengembangkan diri di sektor (terutama pada subsistem on-farm) sehingga digitalisasi di sektor pertanian dapat diaplikasikan secara baik dan benar. Semoga! (Dr. Dedi Djuliansah, Ir., MP)

Dr. Dedi Djuliansah, Ir., MP adalah Ketua Senat Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *