Pasca Idul Fitri dan Spirit Badar

Sosial110 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Pasca Idul Fitri. Tampaknya semangat Badar pada bulan suci Ramadan ini masih relevan untuk terus dihembuskan pada masa kini.

Idul Fitri adalah hari bahagia  yang menyapa segenap umat Islam di berbagai penjuru dunia untuk mengumandangkan takbir dan tahmid. Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar dan Maha Agung dan segala puji bagi Allah. Idul Fitri merupakan momen untuk mengumandangkan kebesaran Allah SWT, Sang Maha Rahman dan Rahim.

Di sisi lain, Idul Fitri juga mengumandangkan takbir sosial. Hablum minnanas. Untuk berbagi dengan sesama, berempati, bersinergi, dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat  berlandaskan religi dan kemasyarakatan.

Perayaan Hari Raya Idul Fitri  yang pertama kali dilaksanakan pada tahun ke-2 H, sampai sekarang Idul Fitri 1445 H, Insya Allah akan terus berlangsung sampai akhir zaman. Idul Fitri akan terus berkesinambungan dilaksanakan oleh umat Islam di berbagai belahan Dunia.

Paling tidak, ada empat hal penting mengapa semangat Badar masih relevan untuk terus dikembangkan.

Pertama, spirit Badar pasca Idul Fitri merupakan komitmen diri sebagai hamba Allah untuk terus berupaya kembali ke fitrah. Berhamba secara sungguh-sungguh kepada Sang Kholik guna melaksanakan semua yang diperintahkan-Nya dan menjauhi semua yang dilarang-Nya.  Kembali ke fitrah memiliki makna kembali ke kemurnian, kesucian, kembali ke asal, visi misi lahirnya ke dunia, dan tentang bekal apa setelah meninggal dunia.

Kedua, spirit Badar pasca Idul Fitri memiliki makna untuk terus meningkatkan semangat fiisabilillah, yaitu  berkhidmat di jalan Allah dan menguatkan perilaku mujahid  atau berjuang di jalan Allah.  Dalam konteks saat ini, semangat Badar memiliki untuk siap “berperang” melawan kebodohan dan keterbelakangan. Berperilaku mujahid dengan berupaya keras mempertahankan tauhid, kebenaran dan konsisten melawan kebatilan dan berjuang di jalan Allah.

Ketiga, spirit Badar  pasca Idul Fitri merefleksikan esensi betapa kolaborasi dan kerja sama harmonis sebagai dream team tangguh dalam memenangkan suatu pertempuran melawan kebatilan, kekufuran, dan ketidakadilan.

Spirit Badar adalah energi diri yang luar biasa untuk berkomitmen melawan kebatilan. Dalam perspektif global, spirit Idul Fitri yang bercirikan peduli terhadap sesama, merupakan fondasi tumbuhnya kewargaan global yang dilandasi oleh kepedulian sesama, saling hormat menghormati, dalam merawat warga dunia yang damai, sejahtera lahir batin.

Keempat, spirit Badar adalah refleksi berserah diri kepada Sang Kholik disertai dengan bekerja keras dan belajar keras. Dalam konteks kekinian, pasca Idul Fitri diperlukan pribadi yang beriman, bertakwa dan berbudi luhur dengan bercirikan pribadi yang mandiri, kreatif dan bernalar kritis untuk kemaslahatan bangsa.

Spirit badar  kekinian merupakan komitmen untuk maju bersama dan memberi kemaslahatan bersama. Spirit Badar adalah komitmen diri menjadi pembelajar sejati. A long live learner yang memberi maslahat untuk umat.  Rahmatan lil Alamin. Islam memberi rahmat untuk Alam semesta.

Dalam konteks di atas, esensi dalam memaknai pesan Idul Fitri, bukan  sebatas pada pengungkapan rasa gembira karena berkesempatan berkumpul dengan keluarga, dan bisa saling memaafkan dengan handai taulan dan sesama. Spirit Idul Fitri juga mengekspresikan  apa yang disebut dengan takaaful ijtimaa’i. Atau ibadah sosial, yaitu memelihara rasa peduli terhadap nasib orang lain. Maknanya pasca Idul fitri adalah bagaimana umat Islam, secara individu ataupun kelompok bergotong royong dan sabilulungan untuk terus mengedepankan  kebersamaan, untuk saling membantu dan peduli dengan sesama. Itulah makna sustainable Fitri, yaitu merawat kefitrian secara berkesinambungan sampai dengan datang bulan suci Ramadan dan Idul Fitri waktu mendatang.

Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, kullu ‘amin wa antum bikhair. Semoga Allah menerima saum kita dan semoga kita senantiasa dalam kebaikan. (Imas Masdiah)

Penulis merupakan Dosen Unsil, Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pembelajaran (LPMPP) Unsil

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *