RADAR TASIKMALAYA – Sebagai upaya untuk mewujudkan penghormatan kepada guru, setiap tanggal 25 November diperingati sebaai Hari guru Nasional yang dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 78 Tahun 1994 tentang Hari Guru Nasional dan mulai ditetapkan sejak tanggal 24 November 1994 sebagai tidak lanjut dari hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Diakui pemerintah, bahwa guru memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya dalam rangka pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Oleh karena itu, sebagai upaya mewujudkan penghormatan kepada guru, Pemerintah menetapkan Hari Guru Nasional.
Pengabdian guru bukan sejak dikeluarkannya Perpres tahun 1994 saat Orde Baru, tetapi pegabdian guru sudah ada sejak peradaban manusia ada. Salah satu tokoh pendidikan Indonesia pada jaman awal kemerdekaan Mohammad Syafei lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan Barat) pernah menjadi Menteri Pengajaran dalam Kabinet Syahril II, 12 Maret 1946 -2 Oktober 1946 serta menjadi anggota DPA, mengacu pada pandangan Jan Ligthar dan John Dewey, menurut Mohammad Syafei bahwa pendidikan terarah pada tujuan yang tidak berakhir, pendidikan merupakan sesuatu yang terus berlangsung, suatu rekonstruksi pengalaman yang terus bertambah, sementara peranan guru adalah sebagai manajer belajar yang mengupayakan bagaimana menciptakan situasi agar siswa menjadi aktif berbuat, guru juga berperan sebagai fasilisator belajar yang memperlancar aktivitas anak dalam belajar. Guru dituntut untuk memahami anak sebagai makhluk yang selalu bergerak dan memahami psikologi belajar, serta psikologi perkembangan.
Tokoh lain sebagai Bapak Pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara, memiliki pemikiran bahwa pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi kontribusi kepada masyarakatnya. Menjadi manusia merdeka berarti : (a) tidak hidup terperintah; (b) berdiri tegak karena kekuatan sendiri; dan (c) cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Singkatnya, pendidikan menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak dapat disetir.
Ki Hadjar memandang pengajar atau Guru sebagai mitra siswa (peserta didik) untuk menemukan pengetahuan, bukan sekedar kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid melainkan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Pengajar ikut aktif bersama siswa dalam membentuk pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan memberikan penilaian-penilaian terhadap berbagai hal. Mengajar dalam konteks ini adalah membantu siswa untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri.
Saat ini sudah memasuki abad ke 21 yang sering dikenal dengan era globalisasi, era digtal, era disurpsi, revolusi industri 4.0 sampai pada era society 5.0 yang di prakarsai negara jepang. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, semua ilmu mudah dicari dari berbagai sumber, dipelajari sendiri, dianalisis sendiri sehingga seolah-olah anak pada era sekarang dapat belajar sendiri tanpa bimbingan Guru. Hal tersebut tentu tidak dapat dibenarkan, bagaimanapun kehadiran sosok seorang Guru akan terus dibutuhkan kehadirannya.
Di era digital ada perubahan paradigma guru dalam membimbing siswanya, Peran guru di era global abad 21 sangat penting dalam membantu perkembangan peserta didik guna mewujudkan tujuan hidupnya ke arah yang lebih baik. Kehadiraan serang guru dapat membantu mengembangkan minat, bakat, kemampuan, dan potensi yang dimiliki peserta didik secara optimal. Guru diharapkan memperhatikan peserta didik secara optimal. dengan memperhatikan peserta didik secara kelompok dan peserta didik secara individual.
Alif Mudiono dalam proseidingnya mengunngkapkan masalah yang dihadapi guru di Indonesia adalah (1) masalah kualitas guru. (2) masalah jumlah guru yang masih kurang. (3) masalah distribusi guru. (4) masalah kesejahteraan guru. Selanjutnya dijelaskan Dalam menghadapi pendidikan di era global para ahli mengatakan bahwa pada abad 21 ini merupakan salah satu bentuk upaya dalam menntranspotasi segala bentuk pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Dalam hal ini, Naisbit (1995) menyebutkan 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yakni (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, (10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.
Dikaitkan dengan pembagian generasi di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan populasi Indonesia dalam enam generasi, yaitu Post Generasi Z (Post Gen Z), Generasi Z (Gen Z), Milenial, Generasi X (Gen X), Baby Boomer, dan Pre-Boomer. Guru saat ini ada yang masuk kelompok Milenial atau generasi Y, lahir pada 1981-1996 (saat ini berusia 24-39 tahun), ada juga yang amsuk generasi X yang lahir pada 1965-1980 (sekarang berusia 40-55 tahun). Guru di Indonesia saat ini ada yang masuk generasi X dan generasi Alfa (24 – 60) tahun.
Generasi X tumbuh pada masa perubahan sosial dan perkembangan teknologi. Gen X dianggap sebagai “penghubung” antara generasi yang lebih tua yang lebih tradisional dan generasi yang lebih muda yang terbiasa dengan teknologi digital.Adapun karakteristik dari generasi ini adalah: Lebih individualitas, pragmatis, sinis, Lebih toleran terhadap berbagai gaya hidup dan perbedaan kultur, Senang mengambil resiko dan mampu bertanggungjawab, Banyak akal atau cerdas (resourceful), Logis (logical), dan Pemecah masalah yang baik.
Generasi Y atau Milenial lahir bersamaan dengan munculnya teknologi informasi dan komunikasi yang membuat mereka mengenal gawai, mengakses komputer dan memiliki sosial media. Hal tersebut membentuk karakter yang kreatif dan inovatif dalam pemanfaatan teknologi. karakter dari milenial: memiliki tingkat pendidikan yang baik, cerdas teknologi, Berani, inovatif, kreatif, dan modern, Lebih terbuka terhadap perubahan, Jadwal kerja yang fleksibel, Pengembangan karir sebagai faktor yang penting, Punya ekspektasi yang tinggi, Menuntut dapat jawaban yang instan, Berpikiran terbuka, Memiliki keterampilan yang beragam, Mampu mengerjakan pekerjaan yang banyak dalam waktu yang bersamaan, Tidak sabar, Partisipatif, Tidak menganut paham hirarki atau level kekuasaan, yang berarti semua orang memiliki level yang setara sehingga mereka bersikap sama baik kepada atasan maupun rekan kerja.
Peserta didik yang dihadapi guru saat ini masuk pada generasi Z yang lahir pada tahun pada 1997-2012 dan generasi Alfa yang lahir setlah tahun 2012. Karakteristik siswa generasi X: Suka berkolaborasi dalam melakukan pekerjaan, Fleksibel, Menyukai tantangan dan dimotivasi oleh pencapaian, Suka mencari cara yang baru dalam menyelesaikan masalah, Tech savvy (mahir teknologi), Suka mengumbar privasi, Mandiri, Toleran, Suka berkomunikasi secara maya, Memiliki ambisi.
Sementara generasi alfa Generasi ini tumbuh di tengah perkembangan teknologi yang terus berlanjut, termasuk kehadiran kecerdasan buatan, realitas virtual, dan Internet of Things, mereka sudah terbiasa dengan perangkat teknologi sejak usia dini dan seringkali menjadi pengguna yang mahir dalam menggunakan teknologi dengan karakteristik: Adaptif, Bermain dengan permainan yang berbasis aplikasi, Lebih banyak waktu yang dihabiskan di depan layer, Pembelajaran berfokus pada mempelajari skill, Gaya bekerja yang kolaboratif,
Generasi alpha lebih mengutamakan pendidikan sehingga akan menginvestasikan waktunya lebih lama untuk menempuh Pendidikan, Tidak membutuhkan struktur otoritas yang sama, hirarki, atau pendekatan kekuasaan tradisional karena generasi ini lebih kolaboratif, Generasi yang paling digitally savvy (paling mahir dunia digital), Keterampilan interpersonal menjadi hal yang lebih penting dibandingkan generasi sebelumnya.
Melihat perbedaan karakter guru dan siswa tersebut, menurut Chief Executive Officer TheHubEdu, Tiffany Reiss (2014) bahwa guru memiliki peran penting dalam melakukan kontekstualisasi informasi serta bimbingan terhadap siswa dalam penggunaan praktis diskusi daring (online). Pendiri Alibaba, Jack Ma menyatakan bahwa fungsi guru pada era digital ini berbeda dibandingkan guru masa lalu. Pada saat guru yang termasuk generasi X Jaman kuliah dahulu, mencari referensi harus ke toko buku, perpustakaan, belum mengenal teknologi terbarukan, sementara di era digital guruguru generasi alfa sudah ada Big data/ mahadata menyajian Informasi “apa pun”, di eBook, e-Journal, di laman SlideShare, SlidePlayer, academia.edu, juga posting blog, “berserakan” di berbagai halaman internet atau situs web dan blog.
Kini, guru tidak mungkin mampu bersaing dengan mesin dalam hal melaksanakan pekerjaan hapalan, hitungan, hingga pencarian sumber informasi. Mesin jauh lebih cerdas, berpengetahuan, dan efektif dibandingkan kita karena tidak pernah lelah melaksanakan tugasnya. Karena itu, fungsi guru “bergeser” lebih mengajarkan nilai-nilai, etika, budaya, kebijaksanaan, pengalaman, karena nilai-nilai itulah yang tidak dapat diajarkan oleh Google atau mesin pencari.
Harapan & tantangan bagi guru di era digital dari sisi hard skill pekerjaan bergeser dari manual ke creatif job, kesuksesan ditentukan kemampuan kolaborasi human dianbtu robot. sementara tantangan pengembangan tujuh tantangan hidup di abad ke 21 yang dikemukakan Tony Wagner: 1) chritical thinking & problem solving, 2) collaboration across network, 3) agiliti & adaptability, 4) initiative & entreprenership, 5) accesing & analysing information, 6) effective communication, 7) curiosity & imagination.
Anugrah Dwi (2023) menjelaskan bahwa Peran guru dalam era digital menjadi sangat penting mengingat perubahan dan perkembangan teknologi yang pesat. Guru memiliki peran kunci dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi dunia yang semakin terhubung secara digutal. Adapun peran guru di era digital:
1. Pemimpin Pembelajaran: Guru berperan sebagai pemimpin dalam memperkenalkan, menerapkan, dan memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran. Mereka harus menguasai keterampilan dan pengetahuan teknologi yang diperlukan serta dapat menjadi contoh bagi siswa dalam penggunaan teknologi.
2. Merancang Pembelajaran yang Relevan: Guru perlu menggunakan teknologi untuk merancang pengalaman pembelajaran yang relevan dengan dunia digital. Mereka dapat mengintegrasikan sumber daya online, multimedia, dan alat-alat pembelajaran digital ke dalam kurikulum untuk membuat pembelajaran lebih menarik dan berinteraksi.
3. Mendorong Kolaborasi dan Partisipasi: Dengan bantuan teknologi, guru dapat mendorong kolaborasi antara siswa, baik dalam ruang kelas maupun secara daring. Guru dapat menggunakan platform kolaboratif dan alat komunikasi digital untuk mengadakan proyek bersama, diskusi, dan aktivitas kelompok yang memungkinkan siswa berinteraksi dan belajar secara kolaboratif.
4. Menyesuaikan Pembelajaran: Guru dapat menggunakan teknologi untuk mempersonalisasi pengalaman pembelajaran. Dengan alat pembelajaran adaptif dan platform pembelajaran daring, guru dapat melacak perkembangan siswa secara individual dan menyediakan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan tingkat kemampuan masing-masing siswa.
5. Membimbing Literasi Digital: Guru memiliki peran penting dalam mengembangkan literasi digital siswa. Mereka harus mengajarkan siswa tentang etika digital, perlindungan privasi, pengelolaan informasi, dan keterampilan penilaian terhadap konten digital. Guru juga perlu memberikan pemahaman tentang pentingnya keamanan online dan cara berperilaku yang aman di dunia digital.
6. Evaluasi dan Umpan Balik: Guru dapat menggunakan alat-alat teknologi untuk melakukan evaluasi dan memberikan umpan balik kepada siswa secara efisien. Dengan menggunakan platform pembelajaran daring, guru dapat memberikan tugas, kuis, dan ujian secara online, serta memberikan umpan balik yang tepat waktu dan bermanfaat kepada siswa.
7. Pengembangan Profesional: Dalam era digital, guru juga harus terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam hal teknologi dan pendidikan digital. Mereka harus terbuka untuk pembelajaran baru dan berpartisipasi dalam pelatihan dan program pengembangan profesional yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.
Semoga dengan uraian di atas menjadi renungan terutama bagi guru generasi X yang harus terus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dalam mendampingi siswa di sekolah. Selamat Hari guru, Tetap menjadi ujung tombak dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai panggilan jiwa. (Gumilar Mulya)
Penulis adalah Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum/Dosen Pendidikan Jasmani-FKIP Unsil