RADAR TASIKMALAYA – Ideologi merupakan kumpulan ide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, dan menawarkan ringkasan order masyarakat tertentu. Dalam politik, ideologi biasanya berkenaan dengan pengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnya dilaksanakan.
Politik merupakan salah satu elemen penting untuk melakukan konsolidasi demokrasi yang sehat dan substantif. Kualitas dari pemikiran politik seseorang akan berpengaruh dalam menentukan keterwakilan dan akuntabilitas sebuah bangsa. Politik memiliki peran sentral untuk menyalurkan aspirasi masyarakat untuk mencapai kesejahteraan hidup berbangsa dan bernegara. Agar hal itu dapat terjadi, dibutuhkan strategi yang matang dan taktik yang baik dalam pelaksanaannya.
Dengan kata lain, strategi serta taktik juga memainkan peran sebagai penghubung yang strategis antara pemerintah dengan warga negara. Selain itu peran fundamental lainnya yang dijalankan politik adalah karena secara formal hanya politik yang disatukan dalam wadah partailah yang diakui untuk memiliki wakil rakyat di parlemen.
Semakin tahun, banyak terjadinya kekacauan yang terus-menerus merusak bumi beserta isinya, bahkan mampu memunculkan pertumpahan darah. Saya berkeyakinan bahwa semua itu mampu diperbaiki dengan munculnya pemimpin yang memiliki unsur dengan ciri-ciri berfikir, berakal, dan bertanggung jawab.
Agama mengajarkan kepada manusia agar selalu bisa menjaga alam atau berusaha terus-menerus memelihara bumi dan seluruh isinya. Sejatinya, manusia diciptakan dan dihadirkan di muka bumi atas perintah sebagai pemimpin.
Melihat fenomena masa kini yang sangat bertolak belakang dari pemaparan di atas, ini membuktikan bahwa peran manusia kian menyempit, berbagai nilai-nilai luhur semakin memudar dan terkungkung oleh berbagai kepentingan yang kian hari menjauhkan manusia dari fitrahnya sebagai pemimpin sejati. Setelah diselidiki, salah satu faktor dari kemunduran kualitas sumber daya manusia dan pemimpin di Indonesia disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kualitas pendidikan dan grafik sumber daya manusia yang mengenyam bangku sekolah di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang ada di Asia Tenggara. Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia disebabkan oleh rendahnya kualitas guru, minimnya siswa yang berprestasi, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyaknya sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari kata layak pakai. Ini dibuktikan dengan banyaknya ruang kelas yang rusak di Indonesia pada tahun ajaran 2021- 2022. Tercatat ada 39,3% ruang kelas rusak dan 60,60% ruang kelas rusak ringan ditingkat Sekolah Dasar (SD) 26,70% ruang kelas rusak dan 53,30% ruang kelas rusak ringan ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) 54,97% ruang kelas rusak dan 45,03% ruang kelas rusak ringan ditingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Selain itu, rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia disebabkan oleh tiga alasan. Pertama, minimnya kesadaran rakyat Indonesia akan pentingnya pendidikan sehingga banyak yang memilih untuk bekerja daripada bersekolah. Kedua, biaya sekolah yang mahal dan kekurangan biaya untuk bersekolah juga menjadi alasan kuat yang menyebabkan banyak penduduk di Indonesia tidak bersekolah atau tidak menamatkan pendidikannya hingga akhir. Ketiga, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan.
Menurut tingkat pendidikannya, penduduk Indonesia yang tidak sekolah mencapai angka 66,07 juta jiwa atau setara dengan 23,8% dari total penduduk 277,32 juta jiwa per-31 Desember 2022. Angka yang sangat fantastis jika kita melihat usia negara Republik Indonesia yang akan menginjak angka 78 tahun.
Jumlah penduduk Indonesia yang bersekolah sebanyak 211,25 juta jiwa. Tidak semua dari mereka bernasib mujur, ada diantaranya hanya dapat mengenyam pendidikan dibangku Sekolah Dasar saja. Berikut adalah rincian data rakyat Indonesia yang mengenyam pendidikan dari mulai Sekolah Dasar (SD) hingga Strata 3 (S3). Penduduk Indonesia yang tamat Pendidikan Dasar (SD) sebanyak 64,3 juta jiwa atau setara dengan 23,2%,40,21 juta jiwa atau 14,5% yang tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang sederajat,58,57 juta jiwa atau 21,1% yang hanya lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat,1,12 juta jiwa atau 0,4% yang lulus Diploma 1 (D1) dan 2 (D2),3,56 juta jiwa atau 1,3% yang menamatkan Diploma 3 (D3), 12,44 juta jiwa atau 4,5% yang lulus Strata 1 (S1),dan 63.315 jiwa atau 0,02% yang menamatkan studi hingga Strata 3 (S3).
Tidak berhenti sampai disitu, dari 211,25 juta jiwa penduduk Indonesia yang bersekolah, ternyata tidak semuanya terdidik. Terdidik dalam artian disini ialah mereka yang dapat menempatkan diri dengan baik. Hal ini semakin diperparah dengan pengaruh negatif dari dampak kemajuan teknologi. Sudah saatnya Indonesia tidak berfokus pada peningkatan kualitas keilmuan saja namun, harus memperhatikan kualitas nilai dari sumber daya manusianya.
Fakta-fakta di atas sangat bertolak belakang dengan cita-cita Republik Indonesia. Pada Pembukan Undang-Undang Dasar Negara menjanjikan perlindungan bagi segenap warga negara Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam perdamaian dunia.
Efek dari belum tercerdaskannya kehidupan bangsa sangat terlihat jelas dalam universal brotherhood, equality, social justice, dan economical justice yang sukar diwujudkan. Padahal, empat komponen tersebut merupakan cita-cita bagi setiap warga negara. Hingga detik ini, pemerintah Indonesia belum bisa mewujudkan cita-cita negara Indonesia secara maksimal. Oleh karena itu, dibutuhkan presiden dari kalangan yang paham pola Pendidikan yang baik untuk mewujudkan kebutuhan dasar setiap warga negara. (Rifki Andrehansyah)
Penulis adalah Alumni Pendidikan Jasmani FKIP Universitas Siliwangi Angkatan 2015