Pariwisata sebagai Jembatan Tasikmalaya Raya

Ekonomi, Pemerintahan119 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Tasikmalaya Raya diksi yang jarang terdengar di masyarakat. Tasikmalaya Raya menggambarkan keselarasan untuk kedua wilayah yang tadinya merupakan satu kesatuan. Tasikmalaya Raya perlu diamplifikasi untuk tujuan kesejahteraan masyarakatnya. Tidak hanya sebagai diksi saja, Tasikmalaya Raya membutuhkan objek bersama sebagai jembatannya.

Kabupaten Tasikmalaya memiliki kekayaan alam melimpah dan beragam potensi wisata alam. Berdasarkan data Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tasikmalaya (2022), terdapat lebih dari 50 destinasi wisata berbasis alam yang tersebar di berbagai kecamatan, di antaranya wisata gunung, pantai, air terjun, dan wisata hutan.

Selain kekayaan potensi wisata alam, di Kabupaten Tasikmalaya terdapat 92 desa yang telah ditetapkan sebagai desa wisata, tersebar di berbagai kecamatan.

Desa-desa wisata tersebut memiliki potensi dengan kekhasannya masing-masing. Misalnya, terdapat desa wisata berbasis alam, desa wisata berbasis aktivitas, desa wisata berbasis kebudayaan maupun desa wisata yang berbasis pada kombinasi ketiganya.

Bagaimana dengan Kota Tasikmalaya?

Kota Tasikmalaya, sebagai pusat urbanisasi di Priangan Timur, memiliki beragam potensi wisata perkotaan yang menjadi magnet bagi pengunjung lokal dan regional. Wisata perkotaan (urban tourism) adalah jenis pariwisata yang berlangsung di kawasan perkotaan, di mana wisatawan melakukan kunjungan dengan memanfaatkan infrastruktur, layanan, budaya, dan atraksi khas kota. Wisata ini dapat berupa rekreasi, bisnis, budaya, atau kunjungan singkat ke tempat-tempat yang bersifat simbolik dan modern (Law, 1993; Page & Hall, 2003).

Wisata perkotaan tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga meningkatkan identitas kota (city branding) dan memacu revitalisasi kawasan kota lama. Kotler et al. (1993) menyebut wisata sebagai salah satu strategi “place marketing” untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik kota terhadap penduduk, investor, maupun wisatawan.

Menurut Richards & Palmer (2010), kota yang sukses sebagai destinasi wisata adalah kota yang mampu membangun “creative cities”, yaitu kota yang menggabungkan budaya lokal, seni, arsitektur, dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan pengalaman wisata yang otentik dan dinamis.

Kota Tasikmalaya dengan karakteristik khasnya memiliki daya tarik yang tersebar di berbagai kelurahan.

Maka, konsep serupa dengan Desa Wisata dapat diimplementasikan di kelurahan-kelurahan yang ada di Kota Tasikmalaya yang kemudian dapat disebut sebagai Kelurahan Wisata.

Selain itu, wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Tasikmalaya memiliki kecenderungan untuk berkunjung ke Kota Tasikmalaya untuk berwisata belanja maupun untuk bermalam di kawasan perkotaan dengan fasilitas perhotelan yang ada.

Sehingga penting dilakukannya penyelarasan arah pariwisata dari Kabupaten dan Kota Tasikmalaya sehingga menghasilkan konsep utuh Pariwisata Tasikmalaya Raya.

Mengukur dampak terhadap masyarakat merupakan hal terpenting dari penyelarasan ini. Berbagai bentuk upaya yang dilakukan oleh stakeholders, misalnya yang dilakukan oleh Program Studi Bisnis Pariwisata, Universitas Mayasari Bakti yaitu Sekolah Pengelola Desa Wisata (SDW),

SDW sebagai salah satu program sebagai ruang belajar teoritis implementatif bagi pengelola desa wisata dalam penyelenggaraan aktivitas desa wisata sehingga mencapai pengarusutamaan ekonomi wisata yang bermanfaat bagi kesejahteraan desa.

Desa wisata yang mengikuti program tersebut yaitu Desa Taraju, Desa Tanjungsari, Desa Salawu, Desa Neglasari, Desa Sundakerta, Desa Karangjaya, Desa Parung, Desa Parung, Desa Pakalongan, Desa Sukawangun dan Desa Kalapagenep.

Kegiatan ini melibatkan lintas keilmuan dengan disajikan oleh pemateri baik akademisi maupun praktisi. Upaya yang dilakukan berkaitan dengan peningkatan kapasitas SDM, menurut UNWTO (2022), peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu pilar utama dalam pengembangan destinasi wisata yang berkelanjutan dan kompetitif. Tanpa SDM yang kompeten, pengelolaan destinasi, pelayanan wisata, dan pengembangan produk akan berjalan tidak optimal, bahkan berisiko menurunkan citra destinasi.

Cooper et al. (2008) dalam Tourism: Principles and Practice menegaskan bahwa keberhasilan pariwisata di negara berkembang sangat dipengaruhi oleh kemampuan tenaga kerja lokal untuk mengelola potensi secara profesional.

Kapasitas SDM mencakup berbagai aspek, mulai dari keterampilan teknis (seperti pemanduan wisata, pelayanan perhotelan, manajemen atraksi), kompetensi komunikasi antarbudaya, hingga pengetahuan digital untuk pemasaran dan promosi pariwisata.

Hal ini selaras dengan mata latih yang disampaikan di program SWD di antaranya (1) Proses Bisnis Desa Wisata; (2) Manajemen SDM dan Soft Skill; (3) Perencanaan dan Tata Kelola Desa Wisata; (4) Komunikasi, Pemasaran dan Digitalisasi Marketing; dan (5) Kebijakan, kelembagaan, kemitraan, kerja sama dan kolaborasi.

Dari pengelaman penyelenggaraan program SDW (batch 1) ini diyakini mampu diimplementasikan di wilayah Kota Tasikmalaya.

Melalui adanya implementasi program yang sama di dua wilayah (Tasikmalaya Raya) ini dapat secara efektif mencapai tujuan kemajuan Pariwisata di Tasikmalaya Raya, menjawab tantangan kebijakan gubernur terkait study tour untuk pelajar yang haruskan pada wilayahnya, memberikan dampak pada kemajuan serta kesejahteraan masyarakat. (Muhammad Indra Gunawan MSi)

Penulis merupakan Kepala Pusat Pengembangan Bisnis dan Inovasi, Universitas Mayasari Bakti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *