Meneladani Kearifan Kampung Naga

Uncategorized744 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Mahasiswa PMM INBOUND Universitas Siliwangi berasal dari berbagai penjuru di Indonesia, melakukan Modul Nusantara yang pertama di kampung Naga bersama Dosen dan LO Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka merupakan sebuah Program mobilitas mahasiswa selama satu semester untuk mendapatkan pengalaman belajar di perguruan tinggi di Indonesia sekaligus memperkuat persatuan dalam keberagaman.

Program ini terselenggara berkat Kemendikbudristek. Selain mendapatkan pengalaman, Pertukaran Mahasiswa Merdeka juga memberikan kesempatan kepada para peserta untuk mengunjungi berbagai daerah di Indonesia. Salah satu kegiatan dari PMM merupakan Modul Nusantara yang bertujuan untuk memaksimalkan ruang jumpa mahasiswa, menambah pemahaman, mengendapkan makna toleransi dan mendapatkan pembelajaran.

Salah satu pembelajaran pada Pertukaran Mahasiswa Merdeka ialah Pembelajaran Modul Nusantara seperti kegiatan kebhinekaan.  Bertepatan tanggal 22 Februari 2024, Mahasiswa PMM INBOUND Universitas Siliwangi telah melakukan kunjungan Modul Nusantara  ke kampung Adat Naga yang berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.

Di kampung Naga, para mahasiswa PMM melakukan diskusi bersama narasumber Ade Suherlin yang merupakan salah satu tokoh adat di Kampung Naga. Selama melakukan perjalanan Modul Nusantara di Kampung Naga, tidak terasa sudah banyak sekali wawasan pengetahuan yang didapatkan ihwal histori Kampung Naga yang merupakan kampung adat tradisional. Kampung yang tidak jauh dari keramaian ini mempunyai landasan yaitu adat milik keturunan dan budaya milik bangsa.

Secara Geografis Kampung Naga berada di Desa Neglasari, Kecamatan Selawu, Kabupaten Tasikmalaya. Kampung Naga hanya 1,5 hektar luasnya, bisa menampung 111 bangunan yang dihuni oleh 102 kepala keluarga. Yang membedakan antara warga Kampung Naga dengan orang yang ada di tempat tinggal lainnya adalah bertahan untuk tidak menggunakan listrik sebagai alat bantu penerangan dan kegiatan lainnya, meski berkali-kali ditawari untuk difasilitasi oleh negara.

Masyarakat Kampung Naga sendiri sudah banyak kehilangan jejak, karena pada tahun 1956 kampung ini pernah dibakar oleh gerombolan DI/TII. Generasi terdahulu menolak bergabung dengan DI/TII, sehingga Kampung Naga dibumihanguskan. Generasi yang terdahulu tidak dapat menyelamatkan benda-benda peninggalan, seperti pusaka dan dokumen yang ada di kampung Naga. Oleh karena itu, masyarakat kampung Naga yang sekarang tidak mengetahui asal usul yang pasti Kampung Naga didirikan.

Warga Kampung Naga melakukan aktivitas bermata pencaharian bertani di ladang,  yang hasilnya diutamakan untuk konsumsi warga sekitar. Ketika bertepatan dengan hari besar Islam, warga Kampung Naga mengadakan upacara adat yang diadakan setahun 6 kali yaitu Muharam, Maulid, Jumadil akhir, Sya’ban, Idul Fitri dan Idul Adha. Upacara adat dimulai dengan ziarah ke makam leluhur Kampung Naga yang dilaksanakan oleh kaum laki laki, dan kaum perempuan tugasnya adalah menyediakan makanan seperti tumpeng.

Berpegang teguh pada pelestarian budaya leluhurnya, yakni budaya itu harus jadi tuntunan bukan tontonan, budaya itu adalah gaya hidup bukan hidup gaya,  eksistensi  kampung Naga masih bertahan meski gempuran kemajuan dunia informasi dan teknologi semakin berkembang. Sekaitan dengan ini, masyarakat Kampung Naga meyakini bahwa alam semesta ini menyimpan Rahman dan Rahim pencipta. Alam tidak akan pernah memberikan bencana kepada manusia, selagi manusia dapat berlaku adil dan hormat terhadap alam. Dan ini terbukti bagi masyarakat Kampung Naga, tidak pernah mengalami kerisi pangan juga tidak pernah didera bencana banjir atau longsor meskipun letaknya berada di bawah lembah dan berdekatan dengan sungai.

Rumah di Kampung Naga terbuat dari kayu dan memasak menggunakan tungku akan tetapi kebutuhan sehari hari warganya terpenuhi dan Lingkungan akan tetap lestari yang disebut dengan kearifan lokal. selanjutnya dengan landasan budaya tidak akan membedakan antara etnis, agama ataupun akidah, karena dari kacamata budaya beda itu bukan perdebatan dan pertentangan. Warga Kampung Naga merupakan masyarakat yang baik dan ramah, mereka sangat menjaga ketentraman sesama masyarakat serta para tamu seperti kami yang berkunjung di Kampung Naga. (Nauroini Rusyid Panggabean)

Penulis adalah Mahasiswi Pertukaran Mahasiswa Merdeka INBOUND Universitas Siliwangi, Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang berasal dari Kampus Universitas Sumatera Utara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar