TASIKMALAYA tahun 1970 merupakan pusat pemerintahan Kabupaten yang meliputi beberapa Kewedanaan yang dipimpin oleh seorang Wedana. Adapun beberapa kewedanaan dimaksud adalah Kewedanaan Ciawi, Kewedanaan Karangnunggal, Kewedanaan Taraju, Kewedanaan Singaparna, Kewedanaan Manonjaya, Kewedanaan Cikatomas dan Kewedanaan Indihiang.
Setiap Kewedanaan membawahi beberapa kecamatan yang dipimpin oleh seorang Camat. Seperti halnya pemerintahan daerah lain di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Tasikmalaya memilki beberapa seni yang dipertunjukan sebagai media hiburan. Baik hiburan tradisional maupun hiburan modern yang diselenggarakan di tempat tertentu sesuai situasi zaman yang melingkupinya pada waktu itu.
Ragam Hiburan di Kabupaten Tasikmalaya
HIBURAN TRADISIONAL
Hiburan tradisional adalah seni pertunjukan yang telah melekat dalam kebiasaan masyarakat disimpan dalam ingatan dipertontonkan pada khlayak pada acara tertentu. Seni tradisional tidak mempertontonkan aksi para pemain atau pelaku atau menuturkan satu cerita, namun menyampaikan pesan religi dan moral kapada khlayak. Acap kali seni pertunjukan ini menyelipkan kritikan terhadap pemerintah pusat, daerah atau pada pejabat diberagam strata.
Adapun seni pertunjukkan yang dimaksud adalah Calung, Reog, Lais, Karinding dan Wayang Golek, yang biasanya digelar pada hari besar nasional seperti peringatan Hari Kemerdekaan di bulan Agustus, atau di acara hajatan pernikahan atau Sunatan di keluarga berada. Ada pula pertunjukan Wayang Golek keyhususnya untuk acara ruwatan. Tahun 1970 di Kewedanaan Ciawi ada seorang dalang Wayang Kulit yakni Raden Hj Tingting, beliau akan berkenan melakukan pagelaran namun mengkhususkan untuk ruwatan atau selamatan pendirian bangunan atau peringatan hari jadi pemerintahan.HjHjHH
Penulis meyakini almarhumah Hj Tingting adalah satu-satunya dalang perempuan yang ada di Kabupaten Tasikmalaya
SARANA HIBURAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA
Pertama Pasar Malam. Pasar Malam menjadi sarana hiburan di daerah Kewedaan Kabupaten Tasikmalaya yang biasa diselanggarkan di Kota Kecamatan yang berdekatan dengan Kewedanan atau bergilir dari satu Kecamatan ke Kecamatan lainnya.
Namun penyelenggaraan pasar malam ini berpulang pada situasi dan kondisi masing-masing camatan terutama tersedianya sarana dan pra sarana penerangan. Ketika itu, ibu kota Kecamatan pada tahun 1970-an sudah ada teraliri listrik PLN.
Walaupun ada penerangan yang berasal dari diesel yang hanya menyala pada malam hari hingga subuh. Pasar malam biasanya berlangsung selama sepekan, diisi dengan penjualan beragam barang dagangan kebutuhan keluarga dan ada pula penjualan alat pertanian sederhana. Selain dari itu ada pertunjukan hiburan untuk anak-anak seperti ombak banyu, korsel, ronggeng monyet dan aktraksi motor /Tong Stan. Sedangkan malamj hari ada pertunjukan Qasidah, Orkes Melayu dan ibing pencak silat .
Kedua, Studio Radio Daerah. Keberadaan Studio Radio di Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya memposisikan sebagai media pemberitaan kegiatan pusat dan daerah, tetapi menjadi sarana hiburan bagi masyarakat di kota dan di pedesaan. Di Kabupaten Tasikmalaya ada Radio Daerah milik pemerintah dan swasta. Studio Radio Daerah Kabupaten Tasikmalaya awalnya berada di lingkungan Pendopo Kabupaten. kemudian pindah ke Dadaha. Dua Studio Radio Swasta yang berada di pusat Kabupaten yaitu Radio Martha dan Galuh Surya Kencana. Kedua studio radio ini memiliki penggemar tersendiri, Radio Martha merupakan radio yang menjadi favoriet kaum muda, karena memperdengarkan lagu -lagu popular nasional dan internasional atau lagu Barat lewat pilihan pendengar.
Sedangkan Studio Galuh Surya Kencana mengkhususkan lagu dangdut dan menyiarkan sandiwara berseri yang menjadi favorit masyarakat baik perkotaan maupun daerah.
Dari tujuh Kewedanaan di Kabupaten Tasikmalaya hanya di Kewedanaan Singaparna dan Kewedanaan Ciawi yang memiliki Studio Swasta. Studio Radio Galunggung di Singaparna dan Studio Radio Buana Djaya di Ciawi. Kedua studio radio ini dalam penyiarannya hampir sama dengan radio di pusat Kota Kabupaten, yakni menyiarkan berita, menyajikan hiburan musik dan lagu.
Namun Radion daerah ini setiap satu bulan sekali menyiarkan Wayang Golek. Radio daerah inipun dijadikan pula sebagai media promosi bagi pemilik usaha. Di Studio Radio Galunggung Singaparna, dua pedagang selalu disebut dalam siaran. Adapun kedua pedagang itu adalah Bubur Kacang Durahim dan Sate Udin Maksudin. Sedangkan di Ciawi dua pemilik usaha yang selalu disebut yaitu Pangkas Rambut Oman Saputra dan Bengkel Las Ondon, serta dua Salon yakni Ade Salon dan Kemas Salon dan Percetakan Areoba.
Dari Studio daerah pula biasanya dalam sepekan sekali ada siaran Pedesaan yang secara khusus memberikan informasi berkenaan dengan pertanian maupun perikanan. Acara ini sangat berdampak positif bagi penambahan pengetahuan dan pemahaman cara bertani dan berternak untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil yang lebih baik.
Ketiga Group Musik. Tahun 1970 adalah tahun kebangkitan musik Indonesia yang sebelumnya mengalami penekanan dimasa Orde Lama. Terkait kebangkitan musik Indonesia ditandai dengan berdirinya sejumlah Band dengan beragam aliran di Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Adapun group Band terebut adalah Godblees, Gian Step, The Rollies, Bimbo dan AKA. Dan ketika itu ada satu group musik yang mengusung irama Melayu yakni Orkes Melayu Soneta, pimpinan Rhoma Irama yang asli kelahiran Tasikmalaya, namun untuk mengejar karier bermusik, beliau banyak berkiprah di Ibu Kota. Munculnya Group musik dengan beragam aliran telah menginspirasi kaum muda Tasikmalaya untuk mengikuti jejak kaum muda di kota besar. Wujud dari hal tersebut, di Tasikmalaya berdirilah Orkes Melayu Sinar Remaja, group ini menjadi ajang pertama Itjeu Trisnawati mengasah kemampuan vokalnya sebelum beranjak ke Ibu Kota. Kemudian lahir pula sebuah group band Spinx yang dipimpin oleh Muldan dan sempat melahirkan satu album Cinta Pertama.
Keempat, Artis dan Aktor. Pada era tahun 70-an dari Tasikmalaya muncul artis penyanyi di tingkat nasional yaitu Dedy Dhamhudi (alm) yang popular lewat lagu Gubahanku; Tuteng Mohan (alm) bintang film Ganasnya Nafsu dan Anjang AR (alm) aktor laga dalam film Pendekar Sumur Tujuh.
Kelima, Tempat Hiburan Modern. empat hiburan yang dianggap modern yang ada di Kabupaten Tasikmalaya pada waktu itu adalah bioskop atau dikenal pula dengan sebutan Gedung Film. Keberadaan bioskop di Tasikmalaya pada waktu itu ada di tiga tempat, pertama di pusat ibu kota Kabupaten ada beberapa bioskop yaitu Bioskop Parahiyangan, Bioskop Kujang yang posisinya berdampingan disebelah utara Mesjid Agung. Bioskop Parahiyangan, yang merintis pemutaran flm terbaru tengah malam dikenal dengan Mid Night Show, yang selalu mendapat respon yang bagus dari penggemar film action.
Sedangkan Bioskop Kudjang adalah bioskop yang special memutar film action Hongkong / Mandarin. Bioskop Hegarmanah terletak di Jalan Yudanegara adalah bioskop yang spesial memutar flm Indonesia, namun acap kali memutar pula film Western/ film Cowboy.
Di Jalan Gunung Sabeulah ada Bioskop Nusantara, yang special memuta film India dan selalu mendapat kunjungan penonton yang membludak yang berasal dari daerah. Di Jalan Dokter Sukardjo ada satu bioskop yang terkenal murah meriah yakni bioskop Garuda, bioskop terakhir yang dibangun di Tasikmalaya adalah Tasik Teater, merupakan bioskop yang refresentatif diwaktu itu menjadi pilihan kawula muda Tasikmalaya.
Selain di pusat kota Kabupaten, bioskop atau gedung film ada pula di Kewedaan Singaparna yaitu Bioskop Remadja, di Kewedanan Ciawi Bioskop Karya dan Bioskop Melati di Rajapolah. Adapun film yang diputar berasal dari bioskop Garuda, Parahiyangan dan Nusantara. Satu yang khas di Bioskop Karya Ciawi adalah pemutaran film India dihari Idul Fitri pada siang, sore dan malam hari yang senantiasa mendapat sambutan luar biasa dari masayakarat Ciawi .
Keenam, Tasik Festival. Tasik Festival atau dikenal dengan Tasik Fair, merupakan kalender tahunan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, diselenggarakan pada bulan Agustus yang diselenggarakan di sepanjang jalan HZ Mustopa, Cihideung dan area perkantoran Kabupaten. Sangat mungkin penyelenggaraan ini mengadopsi dari penyelenggaraan Jakarta Fair, dengan tatanan yang menyesuaikan dengan kondisi daerah.
Penyelenggaraan Tasik Festival ini menjadi dua wahana bagi kepentingan masyarakat, yakni wahana informasi terkait kemajuan pembangunan dan wahana hiburan. Tasik Fesatival dijadikan wahana informasi, karena yang menjadi peserta nya merupakan wakil dari tiap kewedanaan dengan menampilkan keunggulan dan kueragaman kekhasan yang ditampilkan di masing-masing stan.
Selain stan perwakilan dari tiap kewedanan ada pula stan yang berasal dari beberapa departemen yang berasal dari provinsi. Tasik Festival juga menjadi wahana hiburan bagi masyarakat dari berbagai daerah baik kaum tua maupun muda.
Selama berlangsungnya Tasik Festival, ada pula beberapa panggung hiburan baik tradisional maupun modern. Selain kedua hal tersebut, di Tasik Festival pun menjadi ajang promosi dari beberapa perusaahaan terkenal, seperti perusahaan jamu, batu batre, kendaraan bermotor serta teknologi yang berkaitan dengan pertanian dan transportasi, yang tentunya kehadiran para pengusaha ini telah menjadi pendorong bagi kemajuan masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya. Disisi lain Tasik Festival telah menjadi sumber pendapatan daerah.
TASIKMALAYA MASA KINI
Tahun 1970-an sudah berlalu setengah abad yang lalu, peta pemerintah Tasikmalaya tidak lagi seperti masa lalu, gerakan reformasi tidak hanya mengubah peta politik tapi telah mengubah peta wilayah. Kabupaten Tasikmalaya kini terbagi menjadi kota dan kabupaten dengan segala konsekwensinya bagi pemerintah dan masyarakat.
Satu persatu apa yang pernah menjadi kebanggaan dan dibanggakan dimasa lalu baik di pusat kota maupun daerah tinggal kenangan semata. Hamparan masa lalu Tasikmakaya sejatinya tidak hanya disimpan dalam lembaran ingatan semata. Tak ada salahnya lembaran masa lalu kita tuangkan dalam satu catatan. Kendatipun hanya sebuah catatan kecil namun bisa menjadi bukti dari perjalanan pemerintah dan masyarakat Tasikmalaya dimasa lalu dengan segala dinamika dan romantikanya. (Drs Iyus Jayusman MPd)
Penulis: Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Unsil Tasikmalaya