RADAR TASIKMALAYA – Terdapat sebuah taktik yang bertujuan untuk mengurangi dampak ekonomi akibat kepadatan penduduk khususnya di pulau Jawa. Indonesia saat ini sedang menyelesaikan masalah tersebut dengan memindahkan Ibu Kota Negara baru di luar Jawa yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Karena minimnya risiko bencana alam kawasan ini juga dinilai cukup strategis di antara kota-kota berkembang yaitu kota Balikpapan dan Samarinda. Dalam rencana pemindahan Ibu Kota ini diharapkan dapat mengembangkan berbagai bidang di wilayah Kalimantan Timur.
Dampak dari pemekaran yang akan terjadi di lokasi Ibu Kota Negara baru adalah dengan mempertimbangkan asumsi yang berbeda dan mengidentifikasi area yang paling menarik dan berdampak bagi pertumuhan di sekitarnya guna dimanfaatkan bagi perekonomian nasional. Hingga saat ini Jakarta mendominasi siklus bisnis di Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa dengan pemindahan Ibu Kota perekonomian akan menjadi lebih merata dan tidak hanya terkonsentrasi di pulau Jawa.
Pemindahan Ibu Kota Negara juga berpengaruh terhadap inflasi namun karena proyek ini dilakukan secara bertahap dampaknya tidak akan terlalu besar. Adapun dampak yang diharapkan terhadap pertumbuhan ekonomi itu tergantung pada tahap perencanaan. Jika perencanaan dilakukan dengan benar efek pertumbuhan ekonomi diharapkan meningkat dalam 5 tahun. Dalam sebuah studi yang dilakukan pemindahan Ibu Kota meningkatkan perekonomian sebesar 0,1-0,2 persen yang disebabkan adanya hal yang mendorong investasi baru.
Pemerintah mengatakan alasan utama keluarnya IKN dari Jawa adalah keadilan ekonomi. Kegiatan pemerintah dan bisnis yang berbasis di Jawa khususnya DKI Jakarta telah menghambat pengembangan pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa. Direktur Bappenas Bambang Brodjonegoro menambahkan disparitas wilayah secara umum telah menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan rencana serah terima IKN, pemerintah berharap dapat mempercepat pemerataan ekonomi sekaligus mengurangi kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa. (Reni Ria Armayani Hasibuan, 2019)
Di sisi lain ada beberapa risiko dalam memindahkan IKN ke luar Jawa. Risiko tersebut terutama terkait dengan kesiapan daerah tujuan dari segi infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung tata kelola. Dari segi pendanaan meskipun pemerintah telah menyatakan bahwa hanya sekitar 19,2 persen yang berasal dari total kebutuhan anggaran sebesar Rp 446 triliun yang mana ditanggung oleh APBN, namun ada risiko peningkatan beban anggaran negara jika terjadi kegagalan dalam pembangunan oleh sektor swasta. (Reni Ria Armayani Hasibuan, 2019)
Dari segi ruang Jakarta sudah kelebihan penduduk karena pusat pemerintahan perdagangan industri pariwisata dan perencanaan tata guna lahan yang semrawut, kacau dan terdapat konflik dalam tata guna lahan berlimpah. Pembangunan fisik terus berjalan tanpa arah yang jelas. Rencana Luar Angkasa Bersama (RUTR) disiapkan dengan sangat hati-hati oleh Ali (1966-1977) sehingga dapat dengan mudah diubah sehingga menyebabkan banyak misi kota dilanggar. Banyak situs yang dulunya waduk kini telah hilang dan berubah menjadi perumahan. Program proyek Waktu Bersih (prokasih) terhenti total. Tiga belas kali wilayah yang membelah kota ini masih menjadi tumpukan sampah.
Pencapaian pemerataan ekonomi di Indonesia tidaklah mudah. Wilayah yang luas yang terdiri dari banyak pulau dan suku yang berbeda menjadikan tantangan tersendiri untuk mencapai pemerataan ekonomi semakin kompleks dan kompleks. (Alkadri, Muchdi, 2001) Tipikal negara kepulauan berdampak pada pola pengembangan wilayah yang diterapkan di Indonesia menjadi berbeda dengan negara lainnya. Pengembangan wilayah yang dilakukan lebih tepat dengan pendekatan negara kepulauan bukan pengembangan negara yang hanya terdiri dari satu daratan. (Adisasmita, 2018)
Disparitas regional adalah fenomena umum di semua negara terlepas dari ukuran dan tingkat perkembangannya. Disparitas pembangunan merupakan masalah tidak meratanya pembangunan antar daerah. Di banyak negara distribusi ekonomi yang tidak merata telah menimbulkan masalah politik. Di sebagian besar negara baik dalam sistem ekonomi pasar maupun dalam ekonomi terencana keijakan pembangunan ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah oleh karena itu dalam upaya meningkatkan perekonomian perlu dikembangkan keseimbangan antarwilayah. (Taufiq, 2020)
Disparitas tingkat pembangunan antarwilayah di Indonesia antarnegara berkembang sangat tinggi. Indeks ketimpangan terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini dapat berdampak negatif dan cenderung mendorong kecemburuan sosial di antara daerah tertinggal terhadap daerah maju yang pada gilirannya dapat berimplikasi politik jika tidak segera diatasi. (Sjafrizal, 2012)
Pembangunan antarpulau tercermin dalam investasi yang dilakukan di wilayah tersebut. Distribusi investasi di luar Jawa meningkat untuk mencapai Rp 75,3 triliun atau dapat dikatakan setara dengan kurang lebih 45,4 persen yang berasal dari total investasi yang apabila dibandingkan dengan Triwulan I pada 2016 yang hanya sekitar 44,9 persen, yang mana realisasi berbagai investasi yang terjadi di Pulau Jawa sebesar Rp 90,5 triliun atau 54,6 persen. (BKPM, 2017) Nilai investasi di suatu daerah akan meningkatkan perekonomian daerah dan juga mendorong perluasan tenaga kerja, mengembangkan infrastruktur dan menjadi mesin pembangunan daerah. BKPM (2017) juga mencatat bahwa realisasi investasi (Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN+Penanaman Model Asing/PMA) berdasarkan lokasi proyek (5 besar) adalah: Jawa Barat (Rp 29,3 Triliun, 17,7 persen), DKI Jakarta (Rp 24,2 Triliun, 14,6 persen), Jawa Timur (Rp 12,6 Triliun, 7,6 persen), Banten (Rp 12,4 Triliun, 7,4 persen) dan Jawa Tengah (Rp 11,9 Triliun, 7,2 persen). Dari uraian terseut semakin terlihat adanya disparitas yang cukup signifikan antara investasi di Jawa dan luar Jawa. (BKPM, 2017)
Pusat pertumbuhan nasional adalah kawasan yang memiliki fungsi khusus untuk meningkatkan perekonomian suatu negara di mana seluruh negara memiliki pusat perdagangan jasa bisnis dan industri. Kutub partumbuhan inilah yang menjadi mesin perekonomian suatu negara dengan memungkinkan wilayah sekitarnya (yang cenderung hanya mempengaruhi wilayah perbatasan darat) secara ekonomi. Setiap negara memiliki pusat pertumbuhan ekonomi nasionalnya sendiri. Kekhasan Indonesia adalah meskipun terdiri dari pulau-pulau besar (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua) pusat pertumbuhan negara hanya terletak di Jakarta (Jawa). Hal ini terlihat dari produksi ekspor (gross economy output) dan investasi yang sebagian besar terkonsentrasi di pulau Jawa (dibahas terlebih dahulu). Implikasi dari kondisi ini adalah ketergantungan tidak hanya pada wilayah sekitarnya tetapi juga pada wilayah pulau-pulau terluar.
Idealnya kutub pertumbuhan di seluruh tanah air juga akan berada di beberapa bagian pulau-pulau besar lainnya sehingga tidak ada ketergantungan yang tidak semestinya terhadap pulau Jawa. Menyadari bahwa setiap pulau besar memiliki pusat pertumbuhannya sendiri merupakan tugas tersendiri bagi pemerintah mengingat keterbatasan biaya dan sumber daya manusia yang tersedia. Ini perlu dimulai bukan karena alasan akan takut gagal tetapi sebagai investasi jangka panjang dalam pemerataan ekonomi dan konektivitas terhadap pemerataan ekonomi.
Pemindahan Ibu Kota memungkinkan adanya kutub baru pertumbuhan nasional dengan harapan destinasi berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi lokomotif ekonomi baru selain Jakarta. Dengan melihat kasus pemindahan Ibu Kota yang dilakukan oleh berbagai negara di dunia memberikan gambaran yang jelas tentang pentingnya pemindahan Ibu Kota berdasarkan berbagai pertimbangan. (Taufiq, 2020)
Alasan pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah nasional sangat relevan bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan akan berdampak positif pada destinasi tujuan. Perhatian ekonomi akan terfokus disertai dengan investasi dan munculnya pertumbuhan baru dalam tingkat nasional. Di sisi lain daerah tujuan harus siap dengan eksternalitas yang ada, baik positif maupun negatif. Kota ini akan berkembang sebagai kota metropolitan yang pluralistik.
Pemerataan ekonomi berarti pemindahan Ibu Kota akan berdampak pada tren penurunan urbanisasi menuju pulau Jawa akan menurun, yang kemudian akan terjadi perubahan arus urbanisasi akan terkonsentrasi di Ibu Kota baru. Fokus pencarian kerja akan bergeser ke paradigma baru perubahan arah gerakan urbanisasi. Hal ini didasarkan pada pembangunan infrastruktur relokasi kementerian, lembaga pemerintah, kesempatan kerja, dan pertumbuhan pusat-pusat bisnis.
Pemindahan Ibu Kota akan menciptakan kutub-kutub pertumbuhan baru karena kawasan di sekitar Ibu Kota akan menjadi sumber pendapatan tersendiri tidak hanya bagi penduduk setempat tetapi juga bagi masyarakat nasional dan internasional. Karena secara sistematis akan membangun struktur prasarana atau infrastruktur yang mendukung pembangunan daerah seperti Istana Kepresidenan, kementerian, perkantoran, hotel, pemukiman, sarana prasarana jalan, lalu lintas, bandara internasional, pusat industry, jasa, pusat niaga, dll. Penyerapan tenaga kerja akan meledak, sehingga para tenaga kerja akan datang dari berbagai pelosok tanah air hingga pada akhirnya membentuk suatu sistem jaringan yang bergerak dengan dinamika ekonomi yang baru.
Pemindahan Ibu Kota diharapkan dapat mencapai pemerataan ekonomi serta menempatkan tujuan yang seluas-luasnya untuk memenuhi nilai-nilai keterkaitan antarpulau baik internal maupun eksternal di luar negeri. Pemerataan ekonomi yang dimaksud yakni berarti adanya pemerataan sehingga akan terbuka peluang bagi daerah kepulauan lain untuk mengembangkan perekonomiannya lebih jauh. Adapun wacana pemindahan Ibu Kota ke Palangkaraya berdampak secara geoekonomi terhadap perkembangan ekonomi daerah sekitarnya khususnya pulau Kalimantan dan Sulawesi. Proyek-proyek nasional secara otomatis akan dikembangkan di kedua wilayah ini untuk mencapai posisi yang lebih maju untuk industrialisasi bisnis dan perdagangan. (Taufiq, 2020) (Fika Nurislamia)