RADAR TASIKMALAYA – Acara kompetisi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hiburan masyarakat melalui tayangan digital. Dari tarik suara, memasak hingga adu jokes. Acara semacam ini telah menghibur pemirsa selama bertahun-tahun. Namun, baru-baru ini muncul sebuah kompetisi yang berbeda dari yang lainnya, sebuah kompetisi yang menarik perhatian anak-anak yang kuat dalam bidang matematis logis dan nalar. Acara tersebut bernama “Clash of Champions” yang diinisiasi oleh salah satu lembaga bimbingan belajar.
Clash of Champions adalah sebuah game show pendidikan yang diselenggarakan oleh Ruangguru dengan konsep yang mirip dengan acara University War dari Korea Selatan. Kompetisi ini melibatkan 40 mahasiswa Indonesia yang memiliki prestasi gemilang dari berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia dan luar negeri untuk berpartisipasi dalam serangkaian tantangan yang menantang dan menguji kapasitas berpikir mereka.
Clash of Champions adalah kompetisi menarik yang membangkitkan semangat berprestasi generasi muda Indonesia. Tak jarang, anak-anak muda saat ini mengganti artis idola mereka menjadi para genius dalam acara tersebut. Melalui tantangan dan perlombaan, acara ini mampu membangun semangat persaingan sehat dan dorongan untuk terus belajar dan mencapai prestasi yang lebih baik. Dalam acara ini, kita melihat peserta yang memiliki kemampuan luar biasa dalam memecahkan teka-teki matematika, merancang strategi yang rumit, dan melihat pola-pola yang tak terlihat oleh kebanyakan orang. Mereka menunjukkan kecerdasan logis-matematis yang luar biasa. Hal ini menjadi sebuah terobosan dalam dunia hiburan televisi. Pada acara ini, para talent muda Indonesia difestivalisasi dan dipromosikan.
Namun, sayangnya Clash of Champions sebagai acara kompetisi, saat ini dianggap baru mengakomodasi kecerdasan matematis-logis dalam setiap sesi tantangannya. Hal ini, yang sempat mendapat sorotan di Media X. Tantangan-tantangan yang berkaitan dengan aspek sosial, sejarah, bahasa, dan budaya belum sepenuhnya diwakili. Hal ini seharusnya menjadi peluang untuk mengembangkan lebih lanjut Clash of Champions dengan memasukkan elemen-elemen yang berkaitan dengan aspek sosial-humaniora. Hal ini akan membuat acara tersebut menjadi lebih inklusif dan menarik bagi peserta dengan beragam bakat dan keunikan yang dimiliki.
Sebenarnya, beberapa jenis kompetisi yang telah ada, sebagian telah memfasilitasi jenis kecerdasan ini, sebut saja Indonesian Idol dan X-Factor yang memfasilitasi talent dengan kecerdasan musikal. Ada juga AGT (Asian Got Talent) yang memfasilitasi kecerdasan kinestetik.
Dalam dunia pendidikan, kita telah memahami bahwa kecerdasan siswa tidak hanya terbatas pada pengetahuan akademik semata. Howard Gardner dalam teorinya tentang kecerdasan majemuk menyebutkan bahwa ada berbagai jenis kecerdasan yang dimiliki oleh individu, seperti kecerdasan verbal-linguistik, logis-matematis, visual-spatial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
Dalam beberapa tahun terakhir, pendidikan telah mengalami perubahan paradigma yang signifikan. Guru tidak hanya fokus pada memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga mengembangkan potensi mereka melalui pendekatan yang berbeda. Pendidikan tidak lagi identik dengan proses belajar yang membosankan dan monoton. Sebaliknya, itu diharapkan dapat memotivasi siswa dan membangun semangat mereka untuk belajar dan berprestasi.
Clash of Champions telah menginspirasi guru-guru untuk menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis gamifikasi. Pendekatan ini menggabungkan elemen permainan dan kompetisi ke dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan pembelajaran aktif peserta didik.
Salah satu manfaat utama dari penggunaan pendekatan pembelajaran berbasis gamifikasi yang terinspirasi dari Clash of Champions adalah pengembangan potensi peserta didik dengan menghadirkan elemen permainan dalam pembelajaran. Peserta didik akan terlibat dalam tantangan, kompetisi, dan pencapaian yang membuat mereka merasa senang dan berprestasi.
Pendekatan ini juga dapat membantu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbagai aspek. Gamifikasi dapat mengembangkan keterampilan kognitif seperti pemecahan masalah, kritis berpikir, dan pemahaman konsep. Melalui tantangan dan pemecahan masalah yang disajikan dalam bentuk permainan, peserta didik akan terlatih dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang mereka pelajari.
Gamifikasi juga dapat memperkuat kebiasaan positif serta keterampilan sosial dan emosional peserta didik. Melalui kolaborasi, komunikasi, dan kerja tim yang ditanamkan dalam permainan, peserta didik akan belajar untuk bekerja sama, menghargai pendapat orang lain, dan mengembangkan jiwa kepemimpinan.
Clash of Champion telah menjadi angin segar dalam dunia hiburan dan pendidikan di tanah air. Sudah seharusnya, program-program hiburan mencerahkan semacam ini mendapat ruang untuk terus berkembang, bukan sekedar mesin penumpuk uang bagi para pengembangnya. (Sri Maryani MPd)
Penulis merupakan Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Siliwangi