Pelayanan Sosial Dasar dan Kemiskinan

Sosial130 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Pemegang KIS yang sakit harus datang ke klinik keluarga. Jika ternyata sakitnya tidak bisa ditangani dokter umum, maka dokter akan memberikan rujukan kepada dokter spesialis yang sesuai dengan kebutuhan pengobatan. Demikian juga Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT). Masyarakat yang memerlukan layanan, datang ke SLRT. Petugas di SLRT akan membantu memberikan solusi atau merujuk pada Dinas/Lembaga yang terkait, misalnya Dinas Pendidikan atau Kesehatan. Itulah kenapa SLRT ada perwakilan dari dinas-dinas terkait agar dapat langsung memberikan rujukan sesuai kebutuhan masyarakat tersebut. As simple as that.

Standar Pelayanan Minimal Pemerintah

Menyadari bahwa kemiskinan masih menjadi musuh bersama, pemerintah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 341). Diharapkan dengan turunnya peraturan ini, semua level pemerintah bahu membahu mengentaskan kemiskinan.

Pemerintah juga telah mengesahkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2021 tentang Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Penyelenggaraan pelayanan dasar merupakan bagian dari pelaksanaan urusan wajib pemerintah daerah.

Dalam penerapannya, SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari pemerintah daerah sesuai dengan indikator-indikator yang ditetapkan oleh pemerintah. SPM diposisikan untuk menjawab hal-hal penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam penyediaan pelayanan dasar yang menjadi mandatnya. Pemberian layanan ini akan bermuara pada penciptaan kesejahteraan rakyat sebagaimana dijamin konstitusi.

SPM yang sudah diatur dan harus dilaksanakan sampai saat ini adalah urusan pemerintahan wajib pelayanan dasar melingkupi pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat; serta, sosial. Peraturan turunan mengatur tata cara, indikator, dan cara pelaporan yang harus dilakukan pemerintah daerah kepada kementerian masing-masing.

Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT)

Salah satu aturan dalam Urusan Wajib Pelayanan Sosial adalah pembentukan Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) yang dimandatkan oleh Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2018 tentang Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu dan Pusat Kesejahteraan Sosial untuk Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang dijabarkan secara teknis dalam Peraturan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Nomor 161 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu dan Pusat Kesejahteraan Sosial untuk Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu. Kedua aturan ini berupaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu. Penanganan masalah kemiskinan harus dilakukan secara sinergis, dapat diakses, dan layanan yang integral yang dapat dipermudah dengan sistem layanan dan rujukan terpadu. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mengamanatkan bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan masyarakat selain harus terarah dan berkelanjutan, juga harus terpadu.

Kota/kabupaten di Priangan timur telah membentuk SLRT, baik secara langsung di keseluruhan level dari kota sampai ke desa, maupun sebagian-sebagian, disesuaikan dengan potensi sumber daya dan sumber dana yang ada. Penambahan SLRT di desa maupun kelurahan karena keberadaan SLRT dinilai mampu menangani permasalahan pelayanan sosial yang diperlukan masyarakat secara efektif.

Namun demikian, Kota Tasikmalaya masih belum membentuk dan mengoperasiolkan SLRT sebagaimana petunjuk teknis yang telah tersedia (lihat grafis 1).

SLRT
Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT).

Kita bisa mudah mengidentifikasi dengan mengunjungi Dinas Sosial masing-masing. Sangat sedikit masyarakat yang melakukan pengaduan dan memerlukan pelayanan yang berada di sana. Karena masalah-masalah tersebut diselesaikan dan dirujuk oleh SLRT.

SLRT sendiri mulai digagas pada tahun 2011 melalui Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera (Pandu Gempita). Kemudian dilaksanakan uji coba pengembangan Pandu Gempita di 5 (lima) kabupaten/kota pada 2013. Pada 2014 dilakukan rapid research tentang potensi pelaksanaan sistem layanan tersebut yang ditindaklanjuti dengan uji coba di 5 (lima) kabupaten.

Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Sosial memberikan bantuan untuk daerah yang berinisiatif membentuk SLRT dengan menunjukkan komitmen pemerintah daerah. Pada masa awal ini, Pemerintah pusat memberikan bantuan pelatihan, biaya operasional selama 3 (tiga) tahun, dan gadget untuk penunjang kelancaran operasional SLRT. Pemerintah daerah banyak yang mengajukan diri mendirikan SLRT. Sayangnya tidak demikian dengan Pemerintah Kota Tasikmalaya.

Penduduk Miskin

Keberadaan SLRT membantu masyarakat dalam mengakses bantuan yang diberikan pemerintah, baik itu pemerintah pusat, provinsi, maupun kota/kabupaten (lihat grafis 2).

Jumlah Penduduk Miskin dan Miskin Ekstrem di Priangan Timur
Jumlah Penduduk Miskin dan Miskin Ekstrem di Priangan Timur.

Jumlah penduduk miskin ini sangat dinamis, karena perubahan status ekonomi juga dinamis. Namun jumlah penduduk miskin yang bertambah ini menunjukkan layanan yang harus diselenggarakan bertambah. Apalagi jenis bantuan sosial terus berubah, selain Program Keluarga Harapan, Indonesia Sehat, Indonesia Pintar, Bantuan Pangan Non Tunai, ada bantuan terdampak covid, bantuan listrik dan BBM selama pandemi, demikian juga penerima bantuan mengalami perluasan kepada lansia dan disabilitas. Penerima bantuan diharuskan terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) merupakan data induk yang berisi data pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial, penerima bantuan dan pemberdayaan sosial, serta potensi dan sumber kesejahteraan sosial. DTKS dijadikan data acuan dalam program penanganan fakir miskin dan penyelengaraan kesejahteraan sosial. Data ini yang masih menjadi masalah dalam pendistribusian bantuan sosial. Sementara kita masih berkutat pada masalah inti pelayanan untuk masyarakat miskin pada data yang tidak valid dan intervensi yang tidak sesuai kebutuhan, adanya layanan rujukan terpadu yang dinilai efektif dan efisien ini bukankah peluang negara hadir untuk mensejahterakan rakyatnya?

Jangan menilai banyaknya masyarakat yang meminta layanan di suatu dinas sebagai sebuah keberhasilan. Bukankah kemacetan terjadi karena ada sesuatu yang mengganggu kelancaran lalu lintas? (Mia Wastuti SSos MSc MEng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *