Bordir: Di Antara Kreativitas dan Minat Pasar

Ekonomi73 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Kreativitas adalah kemampuan mencipta atau mengolah segala hal baru, baik yang mutlak baru atau gagasan yang diperoleh dengan cara mengelaborasi hal-hal yang sudah ada menjadi sesuatu yang baru. Kreativitas adalah ruh yang memastikan seni bisa menjelma dan hidup. Tanpa kreativitas seni mustahil ada.

Lalu, apa arti seni? Secara umum, pengertian seni adalah suatu ekspresi perasaan manusia yang memiliki unsur keindahan di dalamnya dan diungkapkan melalui suatu media yang sifatnya nyata, baik itu dalam bentuk nada, rupa, gerak, dan diksi, serta dapat dirasakan oleh panca indera. (M. Prawiro)

Sebagian orang berpendapat seni adalah hasil daya cipta manusia yang mengandung keindahan serta bisa memengaruhi jiwa orang lain. Hakikatnya, seni merupakan hasil olah spiritual manusia yang termanifestasikan dalam bentuk karya yang mampu mempengaruhi perasaan.

Menurut Aristoteles, seni adalah suatu bentuk ungkapan dan penampilan yang tidak pernah menyimpang dari kenyataan, dan seni itu meniru alam. Sedang menurut Plato, seni adalah hasil tiruan alam dan segala isinya (ars imitator naturam). Sedang Herbert Read memastikan, seni adalah ekspresi dari penuangan hasil pengamatan dan pengalaman yang dikaitkan dengan perasaan, aktivitas fisik dan psikologis ke dalam bentuk karya.

Jika seni relatif rumit secara definisi, sejauh manakah seni yang terlibat dalam kerajinan bordir? Bisakah dipersamakan dengan bobot nilai pada seni yang lain, semisal sastra, teater, tari dan musik? Jika kemudian mencoba melakukan komparasi antara seni bordir dengan seni yang lain, adilkah?

Sehebat apapun seni bordir memiliki nilai estetik dari simbol (bunga, burung, dsb), yang diciptakan kreatornya, ia tidak bebas begitu saja menuruti hasrat kreasinya, semisal keliaran fantasi anak kecil yang bebas, sebab akan dikendalikan oleh pertimbangan pasar. Jadi kebebasan imajinasi yang dikembangkan harus terkendali atau dikendalikan oleh kepentingan laba. Apa lagi jika produk bordir yang diproses berdasar pesanan pasar atau maklun

Agak lain ceritanya produk yang dilakukan oleh pengusaha yang murni seller. Pun akan tetap memperhatikan selera pasar, atau suatu model yang lagi booming dan laku di pasar. Intinya, tukang maklun dan seller murni tidak bisa lepas dari tekanan pasar dalam mendasain gambar bordir.

Ide atau gagasan seni pada awal penciptaan bentuk dan simbol yang diterapkan pada bordir, tidak jauh berbeda dengan lika-liku proses perjalanan seni yang lain. Semisal karya sastra (kata) atau musik (nada). Pada hakikatnya bordir sendiri merupakan seni lukis (garis). Jika pada sastra (prosa dan puisi) ledakan gagasan atau ide yang muncul pada kreatornya, berupa kata atau frase. Sedang pada bordir karena dasarnya lukisan maka simbol sangat dipengaruhi oleh garis serta referensi simbol atau gambar sebelumnya.

Gagasan dimaksud tidak muncul serta merta, akan tetapi pada umumnya merupakan hasil dari akumulasi pengalaman yang bertumpu pada referensi, dari pengalaman empirik; perekaman penglihatan, pendengaran juga rentetan kontemplasi yang berulang lewat perdebatan batin yang bisa saja amat panjang. Bahwa gagasan itu tidak muncul begitu saja tanpa melewati perjalanan masa lalu. Semacam bertradisi, membuntuti konsep atau idiom yang tercipta sebelumnya. Semacam bentuk pengulangan yang terus berlaku. Tetapi selalu ada pengembangan, atau berkembang tanpa sadar oleh perpaduan dengan kebudayan lain semacam eksplorasi yang berpijak pada kecerdasan intelektual dan spiritual kreatornya.

Meski kreativitas memiliki karakter yang relatif bebas searah naluri kreator, namun tidak menjadi absolut terlepas dari benang-benang tradisi. Sastra misalkan, yang jauh lebih pekat intensitas estetisnya, masih tetap relevan dengan jejak masa lalunya (tradisi). Pepatah orang pintar mengatakan, hidup adalah peniruan yang terus berulang. Ini berlaku di segala ruang dan dimensi kehidupan, baik yang konkret maupun yang absurd.

Bordir berada di wilayah persimpangan, antara seni yang ringan dengan pragmatis kapitalistis. Kalau pada seni sastra menurut catatan Saini KM, mungkin katagori seni bordir bisa dimasukan ke dalam kich, atau jenis tulisan pop, atau seni yang beroriantasi pada bisnis. Kich atau sastra pop sendiri dalam kesimpulan Saini KM merupakan subsistem dari ekonomi.

Kemungkinan kreativitas masih sangat diperlukan, meski orientasi pasar lebih dominan. Dua dimensi ini, seni dan bisnis akan terus beriringan, saling melengkapi untuk memenuhi, terutama kehendak pasar, yang muaranya terakumulasi pada nilai laba.

Berbeda dengan kesenian lain yang mutlak diakui eksistensinya sebagai seni absolute, semisal sastra, teater, atau lukisan yang meletakan jargon seni untuk seni. Pada wilayah ini kesenian seperti punya ruang sempit untuk bebas bergerak di tengah masyarakat luas. Hanya orang khusus yang tertarik menikmatinya. Hanya orang-orang terpilih. Semacam panggilan jiwa, yang secara spiritual maupun intelektualnya di atas rata-rata.

Kreativitas dalam bordir tetap dibutuhkan, terutama pada awal proses penciptaan motif atau model ornamen dan gambar serta desain dari pakaian. Akan tetapi kretivitas tidak bisa bergerak leluasa, selalu mempertimbangkan pada serumit apa nanti berpengaruh pada pengrajin bordir, pada volume benang bordir, dan akhirnya sangat memperhitungkan nilai jual dan daya beli pasar. Minat pasar atau permintaan pasar sangat ditentukan oleh beberapa hal. Yang paling menentukan adalah desain ornamen (art) desain pakaian (mukena, ghamis, kebaya, dsb) serta kualitas bahan baku atau tekstil.

Sejak awal perkembangan bordir, yang pelopori oleh Ratna Ningsih atau lebih populer dengan nama resmi Hj Umayah, dari segi simbol dan idiom bordir tidak jauh bergesar. Masih tetap di sekitar jenis bunga-bungaan (mawar, melati, tulip, dsb) serta burung (merak) atau serangga kupu-kupu, laba-laba, dengan metode yang sederhana. Seiring waktu, walau secara idiom tidak bergeser, namun telah terjadi pengembangan karakter serta komposisi warna yang terus berinovasi sejalan dengan perkembangan budaya yang berpengaruh terhadap selera masyarakat (pasar). Perubahan karakter antara lain, dari idiom-idiom verbal bergeser ke idiom abstrak. Tapi tidak selamanya permanen dalam bentuk absurd, selalu akan bergantian berputar sejalan minat pasar.

Di samping pergeseran idiom gambar, komposisi warna dan up date bahan baku, tidak kalah penting, alih teknologi juga sangat memengaruhi penawaran dan permintaan pasar. Perkembangan teknologi media pendukung (mesin kejek, mesin listrik, dan mesin komputer) sangat berpengaruh terhadap volume produksi yang berpengaruh pula terhadap percepatan pemenuhan permintaan pasar. Di samping itu berpengaruh terhadap kelanggengan selera, artinya pasar menjadi cepat jenuh, baik desain gambar maupun bahan baku. Tak heran suatu desain hanya bertahan satu tahun, bahakan bulanan. Sedang pergeseran bahan baku ada yang lebih cepat. Satu tahun bisa berganti tiga kali.

Hingga detik ini minat pasar terhadap bordir masih cukup bagus, khususnya bordir Kawalu, walau terjadi penurunan permintaan, ini terindikasi dengan berkurangnya produksi. Apalagi saat ini, masyarakat tengah berhadapan dengan pasar yang terganggu oleh pandemi. Di samping itu, model pemasaran telah terjadi pergeseran. Dari pemasaran manual begeser ke pemasaran online yang mayoritas dikusai anak-anak muda yang akrab dengan teknologi. (Yusran Nurlan)

Yusran Nurlan adalah sastrawan, jurnalis dan esais.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *