Narasi dan Kekuasaan, Bagaimana Konstruktivisme Memengaruhi Peran Perempuan di Politik

Politik56 Dilihat

RADAR TASIKMALAYA – Dalam perkembangan politik kontemporer, panggung kekuasaan di berbagai negara semakin beragam dan dinamis. Salah satu isu yang terus menjadi perhatian adalah peran perempuan dalam politik, yang kerap memunculkan perdebatan hangat.

Perdebatan ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, tetapi juga di negara maju hingga negara yang masih menghadapi tantangan kemiskinan. Meskipun dalam beberapa dekade terakhir telah terlihat kemajuan signifikan, perempuan masih menghadapi berbagai hambatan, baik secara sosial, budaya, maupun politik, yang membatasi keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan.

Hambatan-hambatan ini umumnya bersumber dari konstruksi sosial dan narasi yang telah mengakar kuat tentang peran gender, sehingga memengaruhi pandangan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan.

Dalam studi Hubungan Internasional, konstruktivisme menjadi pendekatan yang relevan untuk menganalisis bagaimana norma dan nilai yang dibentuk secara sosial dapat menciptakan peluang maupun kendala bagi perempuan dalam politik. Melalui pendekatan ini, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana konstruksi sosial memengaruhi posisi perempuan dalam politik, baik di tingkat nasional maupun global.

Lebih lanjut lagi, bagaimana narasi dan norma seperti yang dikatakan oleh konstruktivisme dalam ilmu hubungan internasional, bisa memainkan peran utama dalam menciptakan realitas keadaan sosial, terlebih pada peran perempuan dalam panggung politik? Pada dasarnya narasi dan norma merupakan dua elemen yang berbeda tetapi saling mempunyai keterkaitan satu sama lain, jauh sebelum masa kini. Konstruktivisme hadir pasca berakhirnya perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, konstruktivis hadir sebagai teori pembanding antara teori realis dengan liberalis yang sering kali melihat keadaan internasional di pengaruhi langsung oleh aktor seperti negara dan organisasi bukan individu.

Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengaitkan peran perempuan pada panggung politik dengan teori konstruktivis. Menurut Onuf 1989, menyatakan bahwa kejadian yang terjadi di suatu negara ataupun internasional merupakan hasil representasi sendiri seorang pemimpin maupun kekuatan narasi dan norma warga negaranya. Yang menciptakan keadaan sosialnya pada kancah global maupun internasional bukan lagi organisasi ataupun negara, melainkan individulah yang membentuk keadaan sosialnya sendiri (E-international Relations).

Oleh karena itu, peran perempuan dalam politik tidak hanya dipengaruhi oleh kebijakan formal, tetapi juga oleh konstruksi sosial yang mengatur bagaimana perempuan dipandang dan diterima dalam arena kekuasaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana konstruktivisme dapat digunakan untuk memahami tantangan dan peluang yang dihadapi perempuan dalam politik, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Bisakah Konstruktivisme mengalahkan panggung politik yang skeptis?

Konstruktivisme adalah teori yang muncul setelah berakhirnya Perang Dingin, seperti yang telah disinggung sebelumnya. Teori ini berkembang sebagai respons terhadap pandangan skeptis dari teori realisme dan liberalisme yang cenderung memandang realitas sosial hanya melalui kerangka kekuatan material seperti negara maupun organisasi internasional.

Menurut Alexander Wendt, konstruktivisme menegaskan bahwa dunia dan pengetahuan tentangnya dibentuk melalui proses konstruksi sosial. Artinya, pemahaman manusia tentang realitas tidak hanya bergantung pada fakta material, tetapi juga pada narasi, nilai, dan norma yang diciptakan oleh interaksi sosial. Dalam penelitian, pendekatan ini dikenal dengan konsep ontologi (hakikat realitas) dan epistemologi (hakikat pengetahuan).

Secara sederhana, konstruktivisme dapat dijelaskan melalui contoh bagaimana persepsi narasi membentuk makna suatu fenomena. Misalnya, ketika narasi “Taiwan memiliki kapal selam bertenaga nuklir yang beroperasi di Laut China Selatan” muncul, China cenderung menganggapnya sebagai ancaman karena Taiwan dinarasikan beraliansi dengan Amerika Serikat, rival utama China.

Namun, jika narasi serupa menyebutkan Rusia dengan kapal selam bertenaga nuklir yang beroperasi di wilayah yang sama, respons China cenderung berbeda karena hubungan antara China dan Rusia lebih bersifat kooperatif. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi ancaman tidak hanya didasarkan “pada realitas material” (kapal selam bertenaga nuklir), tetapi juga “pada realitas ideasional” (hubungan antarnegara).

Konstruktivisme memberikan wawasan mendalam mengenai pengaruh narasi dan norma sosial dalam membentuk persepsi terhadap kepemimpinan perempuan di panggung politik. Di beberapa negara, seperti Arab Saudi, reformasi politik yang memberikan perempuan hak untuk berpartisipasi telah diinisiasi.

Namun, norma patriarki yang mengakar kuat dan pandangan tradisional tentang peran domestik perempuan tetap menjadi hambatan besar. Meskipun perubahan material, seperti pemberian hak pilih, telah dilakukan, tantangan utama terletak pada narasi yang menganggap perempuan kurang kompeten dibandingkan laki-laki dalam memimpin.

Sebaliknya, di Selandia Baru, konstruksi sosial yang progresif telah menciptakan ruang bagi perempuan untuk memimpin secara efektif. Contohnya, Jacinda Ardern berhasil membangun citra sebagai pemimpin yang empati dan responsif, terutama dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Narasi positif semacam ini menunjukkan bagaimana norma sosial yang mendukung kesetaraan gender dapat menciptakan peluang besar bagi perempuan di politik. Namun, tekanan yang muncul dari tanggung jawab politik, termasuk pelecehan daring dan kelelahan, seringkali menjadi alasan pemimpin perempuan seperti Ardern dan Sanna Marin memilih meninggalkan arena politik.

Secara global, laporan IPU (2024) mencatat peningkatan representasi perempuan di parlemen hingga 26,9% pada tahun 2023, meski tingkat pertumbuhan tahunannya melambat. Beberapa kawasan menunjukkan kemajuan signifikan, seperti Amerika yang mencatat representasi perempuan tertinggi sebesar 42,5% di parlemen yang baru terpilih, dan Afrika Sub-Sahara yang mengalami peningkatan sebesar 3,9 poin persentase berkat penerapan kuota.

Rwanda tetap menjadi pemimpin global dengan 61,3% kursi parlemen diduduki oleh perempuan, diikuti oleh Kuba dan Nikaragua. Namun, isu gender masih menjadi perdebatan sengit dalam berbagai pemilu, terutama terkait hak reproduksi perempuan, seperti yang terjadi di Polandia dan Argentina.

Perempuan terus memimpin gerakan perubahan, namun menghadapi tantangan besar akibat norma sosial yang membatasi dan tekanan politik yang berat, menunjukkan perlunya tindakan kolektif untuk menciptakan ruang politik yang lebih inklusif dan aman (Inter Parlimentary Union 2024).

Partisipasi perempuan dalam politik di Indonesia masih tergolong minim. Dilansir dari DW, keterwakilan perempuan di parlemen cukup rendah sebelum diterapkannya kuota 30 persen kandidat gender. Pada tahun 1999, kurang dari satu dari sepuluh anggota parlemen adalah perempuan. Dua dekade kemudian, angka ini meningkat menjadi satu dari lima anggota parlemen (DW 2024). Meski begitu, Indonesia masih berada di urutan ke-110 dari 193 negara dengan proporsi perempuan di parlemen sebesar 21%, sedikit lebih tinggi dari Bangladesh yang memiliki proporsi 20,9% (KataData 2022).

Perkembangan partisipasi perempuan dalam politik juga terlihat pada era Presiden Megawati. Selama masa pemerintahannya, Indonesia tidak hanya mencatat peningkatan partisipasi perempuan di ranah politik, tetapi juga implementasi berbagai kebijakan strategis. Salah satunya adalah pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) yang bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia (Kompas 2022).

Selain itu, Megawati menandatangani dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pada 18 Oktober 2002. Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Perppu Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 menunjukkan langkah konkret pemerintah dalam menghadapi ancaman terorisme (Hukum Online 2018).

Di era Presiden Joko Widodo, kontribusi perempuan dalam pemerintahan terlihat dari peran strategis yang diemban oleh Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan dan Retno Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri. Retno Marsudi menjadi sosok penting dalam “diplomasi kesehatan” selama pandemi Covid-19.

Upayanya dalam diplomasi vaksin, baik melalui jalur bilateral maupun multilateral, berhasil membawa 67 juta dosis vaksin ke Indonesia. Retno juga menegaskan pentingnya diplomasi kesehatan untuk membangun ketahanan kesehatan nasional, regional, hingga global (Lemhanas RI 2021).

Sementara itu, Sri Mulyani memainkan peran signifikan dalam mendorong hilirisasi sumber daya alam, khususnya nikel. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas Indonesia sekaligus memperkuat sektor industri dalam negeri. Langkah-langkah yang diambil oleh kedua perempuan ini menjadi bukti nyata kontribusi perempuan dalam mendukung pembangunan negara di berbagai bidang.

Kesimpulan

Peran perempuan dalam politik Indonesia masih dihadapkan pada hambatan signifikan akibat norma sosial patriarki yang telah mengakar kuat. Meski telah ada upaya melalui kebijakan seperti kuota 30% kandidat perempuan, keterwakilan perempuan di parlemen masih tergolong rendah dibandingkan negara lain.

Pendekatan konstruktivisme dapat menjadi solusi untuk mengubah narasi yang membatasi peran perempuan di arena politik. Dengan menekankan pentingnya nilai dan norma yang mendukung kesetaraan gender, konstruktivisme dapat mendorong transformasi sosial melalui pendidikan, kampanye publik, dan partisipasi aktif perempuan dalam menciptakan narasi yang inklusif. Reformasi ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan media untuk membentuk persepsi yang lebih positif terhadap kepemimpinan perempuan, sehingga menciptakan ruang politik yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Indonesia. (Septiyana Razak Priyatna)

Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Universitas Singaperbangsa Karawang

Penulis merupakan pemenang 10 besar lomba esai antar mahasiswa tingkat nasional tahun 2025 yang diselenggarakan UPA Perpustakaan Universitas Siliwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *