RADAR TASIKMALAYA – Dalam rapat dengar pendapat dengan anggota DPR RI, Prof. Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah pada era Presiden Prabowo, sempat ditanya mengenai kemungkinan perubahan kurikulum yang kini dikenal sebagai Kurikulum Merdeka.
Isu tersebut berkembang di media sosial dengan menyebutkan adanya perubahan menuju kurikulum yang disebut ”Deep Learning”.
Wacana ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah pergantian menteri akan kembali disertai perubahan kurikulum. Padahal, Kurikulum Merdeka, yang diatur dalam Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024, baru saja mulai diterapkan secara nasional pada tahun 2024.
Sebagai Kepala SDN 3 Sumelap Kota Tasikmalaya, saya merasa tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai perbedaan dan persamaan antara Kurikulum Merdeka dengan konsep Deep Learning yang tengah beredar, terutama dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini.
Sejak masa kemerdekaan, Indonesia sudah mengalami berbagai perubahan kurikulum, dimulai dengan istilah leer plan (rencana pelajaran) yang lebih populer dibandingkan curriculum dalam bahasa Inggris.
Dari ”Rentjana Pelajaran 1947” hingga kurikulum yang kita kenal sekarang, yaitu Kurikulum Merdeka yang diterapkan mulai tahun 2022-2024, setiap perubahan kurikulum berusaha menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pendidikan.
Melalui analisis ini, saya ingin menunjukkan bahwa meskipun kurikulum mengalami perubahan dalam hal strategi dan penilaian, pada dasarnya tidak banyak perbedaan mendasar antara Kurikulum Merdeka dan konsep Deep Learning. Keduanya berfokus pada pengembangan keterampilan abad ke-21 dan menekankan pentingnya pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Persamaan
Kurikulum Merdeka dan Deep Learning sebenarnya memiliki banyak kesamaan, meskipun berasal dari konteks yang berbeda. Kedua pendekatan ini berpusat pada peserta didik, menjadikan mereka sebagai pusat pembelajaran.
Dalam Kurikulum Merdeka, siswa diberikan kebebasan untuk mengembangkan minat dan bakatnya, sedangkan dalam Deep Learning, pembelajaran didesain untuk menumbuhkan pemahaman yang lebih mendalam, melibatkan siswa secara aktif dan memberikan pengalaman belajar yang lebih intensif. Keduanya juga menggunakan metode berbasis proyek yang melibatkan siswa dalam kegiatan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Proyek-proyek ini tidak hanya mengajarkan pengetahuan tetapi juga mengasah keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi (4C), yang sangat penting bagi kesiapan siswa menghadapi tantangan di dunia digital dan globalisasi.
Selain itu, baik Kurikulum Merdeka maupun Deep Learning bertujuan untuk mengembangkan kompetensi abad ke-21 pada peserta didik. Keduanya memfokuskan pada pengembangan soft skills yang dibutuhkan dalam dunia kerja modern dan berperan penting dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045, yakni Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur.
Perbedaan
Namun, meskipun ada banyak kesamaan, Kurikulum Merdeka dan Deep Learning juga memiliki perbedaan yang signifikan, baik dari segi prinsip, struktur pembelajaran, hingga cara penilaian.
Kurikulum Merdeka dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dengan mengacu pada prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara, dan berfokus pada fleksibilitas serta kontekstualisasi dalam pembelajaran. Kurikulum ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih pelajaran sesuai minat mereka dan mengerjakan proyek-proyek tematik yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan, seperti kebhinekaan dan gotong royong.
Sementara itu, kurikulum Deep Learning lebih mengutamakan pemahaman mendalam terhadap materi pelajaran melalui proses pembelajaran yang lambat tetapi intensif. Pendekatan ini tidak selalu berbasis proyek, tetapi lebih pada eksplorasi materi untuk memastikan siswa benar-benar menguasai konsep secara menyeluruh. Dalam hal ini, penilaian dalam Deep Learning lebih berfokus pada pemahaman konseptual yang mendalam, dengan evaluasi kualitatif dan reflektif, serta analisis tingkat tinggi.
Dari segi asesmen, Kurikulum Merdeka menggunakan pendekatan formatif dan sumatif, dengan penilaian yang lebih fleksibel dan berfokus pada proses pengembangan siswa. Sebaliknya, dalam Deep Learning, asesmen cenderung lebih mengarah pada pemahaman konsep secara mendalam dan sering kali melibatkan evaluasi berbasis aplikasi dari teori yang telah dipelajari siswa.
Kurikulum Merdeka tidak mewajibkan penggunaan teknologi secara spesifik, meskipun teknologi dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran. Di sisi lain, Deep Learning seringkali melibatkan teknologi canggih seperti analitik pembelajaran, platform digital, atau perangkat lunak simulasi untuk memperdalam pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Dalam hal ini, penggunaan teknologi yang adaptif dan berbasis AI menjadi hal yang penting untuk mendukung proses belajar siswa.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, baik Kurikulum Merdeka maupun Deep Learning bertujuan untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermakna dan relevan bagi peserta didik. Namun, Kurikulum Merdeka lebih menekankan pada pengembangan nilai-nilai kebangsaan dan kompetensi siswa dalam konteks nasional, sedangkan Deep Learning lebih mengarah pada pemahaman konseptual yang mendalam dan berbasis eksplorasi.
Keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni menghasilkan siswa yang berkarakter, mandiri, inovatif, serta siap menghadapi tantangan global. Oleh karena itu, kedua kurikulum ini memiliki potensi yang besar untuk memajukan pendidikan Indonesia, asalkan diadaptasi dengan bijak sesuai dengan kebutuhan dan konteks pendidikan kita. (Entis Sutisna)
Entis Sutisna, S.Pd., M.Si. adalah Kepala SDN 3 Sumelap di Kelurahan Tamansari Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya.