RADAR TASIKMALAYA – Debat nasab Ba’alwi akhirnya terjadi antara Kiai Imaduddin Utsman Al-Bantani (pembatal nasab Ba’alwi/habib) dan Gus Rumail (pembela nasab Ba’alwi/habib). Debat itu terjadi melalui siaran langsung di Chanel Youtube Padasuka TV (10/03/2024) selama dua jam dari mulai pukul 19.30 sampai 21.30 WIB. Debat itu dipandu oleh pemilik Chanel Padasuka TV, Yusuf Mars, dan dikomentari pada sesi terakhir oleh Mantan Menristek era Presiden Abdurrahman Wahid, DR. A.S. Hikam.
Dalam diskusi itu, nampak Kiai Imad menggunakan peci putih dan baju putih. sementara Gus Rumail tampak segar dengan rambut warna coklatnya.
Dalam diskusi itu, Kiai Imad nampak santai terkadang diselingi oleh tawa. Bahkan dapat dikatakan, sepanjang debat itu, Kiai Imad, tidak lepas senyum. Kiai Imad sempat menggoda Gus Rumail tentang penampilan rambut coklatnya.
Nampaknya, Kiai Imad sangat percaya diri dan menguasai materi dan seluk belum obyek perdebatan. Kesan lain ditampilkan Gus Rumil, tidak seperti tampilannya di chanel youtubnye, kali ini, ia nampak agak kaku walau kadang ia juga tersenyum oleh godaan Kiai Imad.
Gangguan sinyal internet kadang membuat debat itu terkendala, namun secara umum debat itu berjalan lancar dan inti perdebatan dapat difahami penonton. Debat yg ditonton puluhan ribu penonton dan ribuan komentar di kolom komentar chanel Padasuka TV itu, menunjukan bahwa netizen memiliki perhatian pada diskursus nasab habib ini. mayoritas komentator itu memang menjagokan Kiai Imad dan menganggapnya unggul. namun ada juga yang mendukung Gus Rumail.
Kiai Imad mengawali debat itu dengan mengajukan pertanyaan penting tentang tidak adanya keterangan kitab yang menyebut Ahmad bin Isa hijrah ke Yaman.
“Berarti tidak ada kitab yang muktabarah yang sudah dicetak ataupun masih manuskrip yang bisa kita akses yang menyebutkan Ahmad bin Isa hijrah ke Yaman, tidak ada ya, sepakat itu ya?”, tanya Kiai Imad. kemudian, Gus Rumail menjawab “Ya, kita mulai dari situ dulu”, sambil menganggukan kepala tanda setuju dengan Kiai Imad.
Para netizen berkomentar di kolom komentar, sebenarnya Gus Rumail sudah kalah dari awal, yaitu ketika mengamini pernyataan dan pertanyaan Kiai Imad, bahwa tidak ada kitab yang menyatakan Ahmad bin Isa hijrah ke Yaman.
Menurut netizen, para habib Ba’alwi yang berada di Yaman itu, mengaku tersambung dengan Ahmad bin Isa (berasal dari Basrah), karena beralasan Ahmad bin Isa itu hijrah ke Yaman pada tahun 317 3hijriah. jika berita hijrah itu tidak ada dalam kitab sejarah berarti pengakuan mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Ahmad bin Isa itu batal.
Agaknya, Gus Rumail tidak mempersiapkan diri untuk debat secara tiktok demikian, mungkin, ia mengira debat ini akan berlangsung secara panel seperti biasanya, sampai ia terbawa irama Kiai Imad yang tanpa ia sadari telah membawanya kepada esensi inti diskursus nasab Ba’alwi yaitu tentang hijrahnya Ahmad bin Isa ke Yaman. ketika hijrah itu tidak terverifikasi kitab sejarah pada zamannya, atau yang paling mendektinya, maka pengakuan mereka sebagai keturunan Ahmad bin Isa menjadi kurang masuk akal.
Tidak hanya sampai di sana, Kiai Imad juga membawa Gus Rumail masuk ke dalam jebakan berikutya yaitu tentang gelar “Al-Muhajir” (yang berhijrah) untuk Ahmad bin Isa.
“Yang kedua, kita harus sepakat bahwa tidak ada gelar untuk Ahmad bin Isa sebagai gelar “Al-muhajir” sampai Zein bin Semit di abad ke-12 menyebutkannya, Gus Rumail sepakat? tanya kiai Imad.
“Kalau itu di Al-Jauharusyafaf ada penyebutan “Al-muhajir” untuk Ahmad bin Isa saya memprediksi kitab itu ditulis tahun 820″, Bantah Gus Rumail. Kiai Imad bertanya lagi “Sebelum Al-Jauharusyafaf tidak ada ya kitab yang menyebut Ahmad bin Isa bergelar “Al-muhajir”? kemudian Gus Rumail mengamini “Tidak ada”.
Netizen kembali berkomentar tentang pertanyaan kedua Kiai Imad ini, walaupun narasi pertama tentang Zen bin Smit di abad ke 12 di bantah Gus Rumail dengan kitab Al-Jauharusyafaf, tetapi Gus Rumail terjebak ketika mengamini bahwa sebelum Al-Jauharusyafaf tidak ada yang menyebutkan Ahmad bin Isa bergelar “Al-Muhajir”, karena kitab Al-Jauharusyafaf itu kitab abad ke-9 hijriah, artinya masih di dalam kisaran waktu yang selama ini digugat Kiai Imad bahwa para habib ini mengaku sebagai keturunan Nabi baru di abad ke-9 hijriah.
Dari dua point debat ini saja para netizen pro Kiai Imad sudah menghakimi melalui komentar mereka bahwa debat ini sudah selesai dengan kemenangan Kiai Imad. Berbeda dengan pro Ba’alwi yang juga meramaikan kolom komentar dengan serangan kepada Kiai Imad.
Objek lain yang menarik dari debat dua jam itu adalah tentang bahwa Ahmad bin Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah atau Abdullah. Menurut Gus Rumail, itu sudah disebut sebelum abad ke-9 oleh kitab Al-Suluk di abad ke-8. Menurut Kiai Imad, silsilah di kitab Al-Suluk itu, adalah silsilah Syarif Abul Jadid, bukan silsilah untuk keluarga Ba’alwi, Keluraga Ba’alwi hanya mencangkok saja. hal itu dibuktikan, menurut Kiai Imad, dengan tidak adanya keterangan bahwa Syarif Abul Jadid itu adakah Kakak atau adik dari Alwi yang merupakan leluhur keluarg Ba’alwi.
Gus Rumail mengklaim ada manuskrip kitab Al-Arbain karya Syarif Abul Jadid yang menyebut itu di tahun 600-an. Pernyataan itu dikejar oleh Kiai Imad bahwa penyebutan tahun dalam sebuah kitab tidak otomatis berarti kitab itu ditulis di tahun itu. Dan penyebutan nama sebuah pengarang dalam sebuah manuskrip, belum tentu itu karangan orang itu, bisa jadi manuskrip itu palsu yang seakan ditulis oleh ulama di masa lalu dengan tahun di masa lalu, tetapi sebenarnya itu baru diciptakan hari ini. Kiai Imad mendesak tahun berapa manuskrip itu ditulis. untuk pertanyaan itu Gus Rumail tidak menjawab dan mengalihkan pertanyaan Kiai Imad kepada hal lain, yaitu bahwa ia ingin menampilkan sebuah gambar, ternyata gambar itu bukan gambar manuskrip yang dimaksud tetapi gambar lain. Kiai Imad tersenyum dan tidak mengejar Gus Rumail tentang masalah itu lagi. dari situ para komemtator mengatakan sebenarnya Gus Rumail tidak mempunyai manuskrip itu, atau ia mempunyai, tetapi tahun penulisannya memang tahun masa sekarang, bukan ditulis di abad ke 7 Hijriah.
Hal lain yang menarik dari diskusi ini adalah ketika diskusi sampai kepada tema kitab Syajarah Mubarokah. Kitab ini ditulis oleh Imam Fakhrurazi di abad ke-6 Hijriah yang menyatakan anak Ahmad bin Isa hanya tiga yaitu Muhammad, Ali dan Husain. Tidak ada Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Ubaid atau Abdullah atau Ubaidillah sebagaimana klaim keluarga habib ba’alwi.
Gus Rumail menggugat kitab ini dengan beberapa narasi: pertama kitab ini tidak ihatah (meyeluruh), menurutnya, bisa jadi yang disebutkan hanya tiga tetapi bukan berarti anaknya hanya tiga, bisa jadi hanya tidak disebutkan. Untuk gugatan Gus Rumail ini, Kiai Imad menjelaskan bahwa berita di kitab Syajarah Mubarokah tersebut menggunakan ‘jumlah ismiyah” yang bermakna “hasr” (terbatas), artinya anak Ahmad bin Isa memang hanya tiga. Gus Rumail membantah lagi, bahwa ‘jumlah ismiyah” itu tidak baku, buktinya ada kalimat dengan jumlah ismiyah tetapi maknanya tidak ‘hasr’. Kiai Imad mendesak Gus Rumail untuk memberikan contoh. Kemudian Gus Rumail mengambil sampel bahwa dalam kitab Al-Syajarah al-Mubarokah seseorang disebutkan mempunyai anak satu dengan “jumlah ismiyah”, tetapi dalam kitab “Al-Muntaqilatutolibiyah” disebut anaknya ada tiga. untuk narasi itu, Kiai Imad tersenyum, lalu ia mengatakan “Mas Rumail harus mengetahui tahun, muntaqilatutilibiyah itu tahun berapa?…”. menurut Kiai Imad, ketika Al-Muntaqiltutolibiyah di abad lima itu mengatakan seseorang mempunyai anak tiga, lalu Al-Syajarah al Mubarokah di abad ke-5 mengtakan keturunananya dari satu anak, itu tidak berarti ada kontradiksi, menurut kiai Imad, anaknya memang tiga di abad ke lima itu, tetapi ketika di abad ke enam, ternyata sisa keturunannya hanya dari satu anak. bisa jadi yag dua orang tidak berketurunan lagi sampai abad ke enam.
Materi lain dalam debat itu adalah tentang tes DNA, menurut Kiai Imad, bahwa keluarga Ba’alwi ini haplogroupnya adalah G, sedangkan jika mengaku keturunn Nabi jalur laki-laki maka wajib haplogroupnya harus J1. hal itu, menurut Kiai Imad berdasarkan keterangan dari dua orang peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN): DR. Sugeng Sugiharto dan DR. Ari Keim.
Gua Rumail menyanggah bahwa pendapat itu hanya pendapat dua orang doktor itu saja, yang lainnya tidak begitu. Kiai Imad menantang Gus Rumail untuk mendatangkan ahli dari pihak Ba’alwi yang berani membantah kesimpulan itu. menurut Kiai Imad, tidak akan ada seorang ahli biologi yang akan berani bersaksi berbeda dengan dua doktor dari BRIN itu, karena itu berarti ia mempertaruhkan keilmuan, gelar, dan jabatannya, jika ia berdusta.
kesimpulannya, debat itu, walau isinya berat, tetapi keduanya terbukti orang yang terpelajar dan memahami etika berdebat ilmiyah. uraian, pertanyaan dan bantahan disampaikan dengan santun dan bermartabat. (*)