RADAR TASIKMALAYA – Sebagai negara yang mengadopsi Trias Politika, Indonesia tidak terlepas dari arti pentingnya Lembaga yang mengatur bagaimana parlemen berdinamika dan merumuskan secara fundamental hal penting dalam bernegara. Dalam sejarahnya Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) memiliki kewenangan penting dalam merumuskan aturan-aturan dasar bernegara, memilih presiden dan hal-hal penting lainnya. Kewenangan MPR dari sejak berdiri sampai saat ini terdapat perkembangan pengaturan mengenai kewenangannya.
Dasar hukum kelembagaan MPR dapat dijumpai dalam pasal 2 dan 3 UUD 1945. Regulasi lainnya yang mengatur mengenai MPR adalah UU No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, kemudian UU No. 2 tahun 2018 Perubahan Kedua UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, kemudian UU No. 13 tahun 2019 Perubahan Ketiga UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. Dalam konteks perubahan itulah, maka mungkin saja menimbulkan pertanyaan apakah MPR saat ini masih dibutuhkan dalam system ketatanegaraan Indonesia.
Menimbang Perkembagan Kewenangan MPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. MPR mempunyai tugas dan wewenang, yaitu : mengubah dan menetapkan undang-undang dasar; melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna ; memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya setelah presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripuma MPR; melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya; memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan presiden apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari; Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari; menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR.
Transformasi dari Model Perwakilan Satu Mandat ke Dua Mandat
Dalam konsep perwakilan politik, sistem yang menjalankan fungsi legislatif, biasa disebut sebagai badan legislatif. Nama lain yang sering dipakai ialah Assembly yang mengutamakan unsur “berkumpul” (untuk membicarakan masalah-masalah publik). Nama lain lagi adalah Parliement, suatu istilah yang menekankan unsur “bicara” (parler) dan merundingkan. Sebutan lain mengutamakan representasi atau keterwakilan anggota-anggotanya dan dinamakan People’s Representative Body atau Dewan Perwakilan Rakyat. Akan tetapi apa pun perbedaan dalam namanya dapat dipastikan bahwa badan ini merupakan simbol dari rakyat yang berdaulat.
Di Indonesia sendiri pada masa Orde Baru menggunakan perwakilan mandat, yang tergabung dalam MPR. Pada masa Orde Baru, perwakilan yang berasal dari Pemilu hanya dibatasi oleh 3 partai, yaitu Golkar, PPP, dan PDI. Perwakilan yang dimandatkan ialah pasukan ABRI, sehingga pada masa tersebut, keterkaitannya ABRI dengan pemerintah disebut sebagai Dwifungsi. Tak hanya dalam MPR, ABRI pun masuk ke dalam sistem pemerintahan eksekutif, baik itu sebagai Menteri maupun sebagai gubernur. Selepas kejatuhan Presiden Soeharto, Dwifungsi ABRI ini terhenti.
Pada masa Reformasi kini, Anggota MPR terdiri dari perwakilan setiap daerah (DPD) dan perwakilan dari partai politik yang ditunjuk oleh masyarakat dalam pemilihan umum. Selain itu MPR saat itu dianggap sebagai pemegang rakyat secara langsung (sistem satu mandate), karena rakyat memberi mandate kepada MPR dan MPR memberikan mandat kepada presiden dengan cara memilih dan meminta pertanggungjawaban di akhir jabatan. Sedangkan saat ini selain parlemen yang dipilih dan mewakili rakyat secara langsung, presiden juga dipilih langsung oleh rakyat (model dua mandat) sehingga presiden juga memiliki kekuasaan yang seimbang dengan parlemen (check and balances).
Dari perubahan pengaturan tugas dan kewenangan tersebut, terlihat vitalitas kewenangan MPR dalam negara ini, walaupun secara politik saat ini lembaga MPR sebenarnya tidak memiliki kewenangan politis. Kewenangan politis yang dimaksud dalam diskusi ini adalah kekuasaan yang memiki nuansa tarik ulur terhadap berbagai kepentingan dalam mecapai tujuan-tujuan tertentu dalam bernegara. Kewenangan politis di Indonesia lebih banyak dimainkan oleh lembaga lain seperti Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam kata lain MPR dianggap hanya sebagai lembaga “stemple” untuk melegitimasi kepentingan-kepentingan yang bernuara di DPR, DPD dan eksekutif. Padahal secara historis fungsi MPR di Masa Orde Baru selain menetapkan hal-hal yang fundamental dari negara ini, seperti memilih presiden juga memiliki kewenangan politik seperti menggelar sidang istimewa yang yang dapat saja mengganti presiden.
Harapan terhadap MPR
Dari kajian di atas poin utamanya adalah secara kelembagaan, MPR di masa Orde Baru memiliki kelemahan dan kelebihan jika dibandingkan saat ini. Kelemahannya adalah misalnya MPR bukanlah lembaga tertinggi negara yang menjadi mandataris presiden, Dahulu MPR memilih presiden, namun saat ini kewenangan tersebut tercerabut, sehingga secara politis tidak memiliki kekuatan menekan terhadap eksekutif termasuk menilai laporan pertanggungjawaban presiden, selain itu juga, MPR saat ini tidak memiliki kewenangan membuat GBHN yang sebenarnya baik dalam konteks mendesain kontinuitas pembangunan nasional lewat visi misi presiden terpilih, MPR terkesan hanya “tukang stemple” dari keputusan lembaga negara lain seperti DPR dan DPD.
Namun selain kelemahan tersebut terdapat kelebihan kewenangan saat ini, seperti diantaranya, : lebih terciptanya check and balances diantara lembaga negara, karena semua setara tidak ada yang dominan, selaij itu juga saat ini kewenangan MPR lebih jelas dan ajeg tidak seperti di masa Orde lama yang relatif diatur oleh eksekutif, memiliki kantor yang representatif dan menjadi andalan terakhir rakyat ketika suasana genting yang membutuhkan ketetapan seperti TAP MPR dan lainnya. MPR juga memiliki tugas penting dalam merawat NKRI dengan mensosialisasikan 4 pilar kebangsaan dan melakukan kajian-kajian ilmiah dan kritis tentang dasar negara Pancasila dan perkembangan nasionalisme dan kebangsaan. Hal ini penting bahwa sebagai penjaga utama nasionalisme kebangsaan, MPR harus pro aktif menggali, mengkaji dan mengembangkan pemahaman-pemahaman yang produktif dan menafsir ulang ketatanegaraan yang sesuai dengan perkembangan terkini dengan mempedomani 4 pilar kebangsaan. Penting juga dilakukan kerja sama yang sinergis dengan pihak kampus dalam melakukan kajian-kajian unggulan strategi nasional terkait 4 pilar kebangsaan tersebut. (Subhan Agung, S.IP, M.A.)
Subhan Agung, S.IP, M.A. adalah Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.