RADAR TASIKMALAYA – Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tidak hanya didorong dari aktivitas konsumsi dan investasi, tetapi juga oleh penyaluran kredit yang berkualitas. Kredit yang produktif dan tepat sasaran dapat menjadi motor penggerak bagi sektor-sektor strategis dan menciptakan lapangan kerja. Priangan Timur memiliki potensi ekonomi yang besar, terutama dari sisi sektor Perdagangan, Pertanian, dan Industri Pengolahan yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah.
Wilayah ini memiliki sumber daya alam yang melimpah, infrastruktur yang semakin berkembang, serta pasar yang terus tumbuh. Dengan potensi tersebut, penyaluran kredit yang lebih berkualitas dan inklusif dapat menjadi faktor utama dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi regional. Namun, agar kredit benar-benar berperan sebagai katalisator pemulihan ekonomi di Priangan Timur, diperlukan strategi yang tidak hanya meningkatkan akses, tetapi juga memastikan efektivitas penggunaannya. Tantangannya bukan sekadar meningkatkan volume penyaluran kredit, melainkan juga memastikan bahwa kredit tersebut terserap oleh sektor-sektor yang memiliki dampak ekonomi luas dan berkelanjutan.
Data terakhir mencatatkan penurunan pada penyaluran kredit di wilayah Priangan Timur. Berdasarkan lokasi bank, penyaluran kredit pada 2024 terkontraksi sebesar 3,16% (yoy), menurun dibandingkan 2023 yang tumbuh sebesar 2,45%. Secara sektoral, kinerja ini disebabkan oleh menurunnya kredit pada tiga sektor utama, yakni Perdagangan, Pertanian, dan Industri Pengolahan. Tentu saja, hal ini berpotensi memberikan tekanan terhadap dinamika perekonomian regional, mengingat ketiga sektor tersebut memiliki peran strategis dalam struktur ekonomi Priangan Timur.
Penurunan kredit dalam sektor-sektor utama ini bisa mengindikasikan beberapa hal. Pertama kemungkinan adanya hambatan dalam akses pembiayaan, baik akibat literasi keuangan yang masih terbatas ataupun pengetatan likuiditas di perbankan. Kedua, bisa berupa faktor eksternal seperti ketidakpastian global yang berdampak pada sektor perdagangan dan industri. Dalam konteks pertanian, misalnya, fluktuasi harga komoditas dan tantangan iklim turut berkontribusi terhadap kehati-hatian lembaga keuangan dalam menyalurkan kredit kepada petani dan pelaku usaha agribisnis.
Sebagai respons terhadap dinamika ini, Bank Indonesia (BI) terus memperkuat bauran kebijakan guna menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai langkah strategis. Selain itu, penerbitan Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) turut menyempurnakan tujuan BI, yaitu turut menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam rangka mencapai tujuannya, salah satu tugas BI yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial, antara lain adalah melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). KLM bertujuan untuk meningkatkan intermediasi perbankan dengan pendekatan yang seimbang, berkualitas, dan berkelanjutan. Instrumen KLM merupakan bentuk penyempurnaan dari instrumen makroprudensial BI sebelumnya, yaitu insentif kepada bank yang menyalurkan pendanaan kepada sektor prioritas, inklusif, berwawasan lingkungan, dengan perluasan pada target Ultra Mikro (UMi). KLM memberikan insentif berupa pengurangan kewajiban giro bank di BI dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM), sehingga bank memiliki lebih banyak ruang likuiditas untuk disalurkan sebagai kredit produktif kepada sektor-sektor pilihan.
Kebijakan KLM yang mulai berlaku sejak 1 Oktober 2023 dan diperkuat dalam Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2024 memberikan fokus khusus pada beberapa sektor prioritas, termasuk Perdagangan, Pertanian, Industri Pengolahan, serta sektor-sektor lain seperti Transportasi, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Konstruksi (termasuk Perumahan Rakyat), dan sektor Hijau atau Green Economy. Selain itu, segmen UMKM dan Usaha Mikro (UMi) juga menjadi bagian dari cakupan kebijakan ini, dengan penguatan cakupan sektor dan segmen prioritas yang akan mulai berlaku sejak Januari 2025.
Dalam konteks Priangan Timur, langkah ini perlu disinergikan dengan kebijakan fiskal dan program pembangunan daerah guna mengoptimalkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu langkah yang sudah dilakukan adalah penguatan penyaluran kredit produktif dengan program subsidi atau penjaminan kredit untuk sektor-sektor yang terdampak penurunan permintaan, sehingga risiko kredit dapat diminimalisir dan bank lebih percaya diri dalam menyalurkan pembiayaan.
Selain itu, perbankan dapat menyesuaikan strategi bisnisnya dengan dinamika kebutuhan sektor riil. Pendekatan berbasis data dalam analisis kredit dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efektivitas penyaluran kredit. Lebih lanjut, digitalisasi sektor keuangan juga semakin terus diperkuat untuk meningkatkan akses kredit, terutama bagi kelompok UMKM dan UMi yang saat ini juga menjadi salah satu fokus prioritas dari KLMs. Layanan digital banking yang semakin masif dapat menjadi mitra strategis dalam memperluas jangkauan kredit tanpa terbatas oleh faktor geografis.
Dengan langkah-langkah strategis tersebut, diharapkan KLM dapat menjadi pendorong utama dalam meningkatkan kembali pertumbuhan kredit di Priangan Timur. Keberhasilan kebijakan ini tidak hanya bergantung pada regulasi moneter, tetapi juga pada sinergi antara perbankan, pemerintah daerah, dan sektor swasta dalam menciptakan ekosistem keuangan yang inklusif dan berkelanjutan. Melalui kebijakan ini kita dapat memastikan bahwa intermediasi perbankan benar-benar berkontribusi dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama di wilayah Priangan Timur. (Lupita Ramdhaina Yusuf)
Penulis merupakan Analis Yunior Kantor Perwakilan BI Tasikmalaya