Dari tahun ke tahun selalu ada perubahan, terutama dalam format penyelenggaraan. Tahun ini terasa ada yang berbeda, tentu ini sebuah kemajuan.
Ada penghargaan budaya bagi pelaku budaya Kota Tasikmalaya dari Wali Kota dan sudah dilakukan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2021 Bambang Arayana Sambas (teater) dan Hj. Momoh (pesinden) mendapat anugerah itu. Pada tahun 2022, penghargaan diberikan kepada, Soni Farid Maulana (sastrawan).
Ada acara refleksi akhir tahun yang digagas oleh Warkop (Warung Diskusi dan Komunikasi Persoalan Tasikmalaya). Refleksi ini, semacam “ruang curhat” para tokoh dan sepuh Kota Tasikmalaya.
Apa yang disampaikan semacam koreksi krtis terhadap berbagai persoalan yang terjadi di Kota Tasikmalaya. Sangat bermanfaat, dan ini merupakan vitamin penting bagi kemajuan Kota Tasikmalaya ke depan.
Dari kacamata yang amat sederhana, bahwa festival tersebut di atas identik dengan perayaan hari jadi atau ulang tahun suatu daerah. Dari konsep penyelenggaraan bisa disimpulkan penyelenggaraan acara hiburan yang menampilkan ragam carnaval dan festival budaya serta pameran aneka produk makanan (kuliner) serta fashion.
Tapi Kawalu October Festival (KOF) seperti kehilangan benang merah secara definisi dari kebiasaan umum yang relevan. Sebab penyelenggaraan KOF bersamaan dengan Tasikmalaya Oktober Festival. Jadi identitas KOF, terasa tidak orsinal dan absurd.
Kawalu tidak sedang ulang tahun dan tidak punya hari jadi. Sepertinya Kawalu tengah merayakan ulang tahun bagi Kota Tasikmslaya yang notabene tengah dirayakan oleh pemkot sendiri. Akan lebih berkarakter andai gagasan KOF diubah menjadi Karang Taruna Festival di waktu dan tanggal yang berbeda.
Selain absurd, penyelenggaraan KOF tidak efektif dan terasa dipaksakan. Seolah tengah bertanding dengan perayaan lain yang secara kualitas anggaran dan kualitas acara jauh lebih baik. Terasa lain, jika diselenggarakan dengan waktu yang tidak bersamaan.